Arimatsu,
9 Maret 2019
15 JST
Kirari sudah duduk di pinggir peron kereta, menunggu Kurokawa yang sedang meminta izin untuk pergi sebentar, "Cukup 20 menit", katanya. Perjalanan pulang setelah melalui kegiatan wawancara panjang tidak hanya membuat lelah fisik, namun juga lelah otak. Kepalanya panas memikirkan bagian mana dari wawancara yang relevan untuk menopang jurnal yang akan ditulis oleh Kurokawa.
Bagi Kirari sendiri, penjelasan Yamamoto-san saat wawancara tadi bahwa “anak muda punya peran besar untuk mengubah paradigma generasi sebelumnya dalam melihat kerajinan tradisional” begitu menggugah.
Sampai 2015, sebelum akhirnya Yamamoto-san mengambil alih kepemimpinan bisnis, mungkin keluarganya tidak menyangka bahwa teknik shibori yang seharusnya hanya diaplikasian di pakaian tradisional juga cocok ditambahkan pada baju nuansa modern. Tidak terfikir bahwa sebuah teknik yang tergerus oleh fast fashion barat itu bisa menemukan penggemar barunya, yaitu kaum muda Jepang. Tidak terfikir bahwa pada tahun 2018, produk shibori modern ini bisa mengisi etalase Shibuya dan butik di Aoyama yang menyasar kalangan pemuda elit. Sebuah eskalasi yang mungkin tidak terfikir para pendahulunya di Arimatsu. Shibori seperti “ditemukan kembali” melalui kerja kerasnya.
Tugas selanjutnya Yamamoto-san adalah bagaimana memakai tenaga manusia yang tersedia di Arimatsu dan Jepang, agar perkembangan bisnis bisa makin terasa pada komunitasnya.
Tenaga lokal … tenaga lokal …
Indonesia tentu banyak punya tenaga lokal. Sudah jadi rahasia umum kalau negara kita punya sumber daya manusia yang melimpah. Hanya saja inovasi produk yang dilakukan para pelaku bisnis kerajinan lokal belum masih belum maksimal. Namun, apakah benar memang belum maksimal? Atau…. Kirari saja yang kurang membaca dan menyentuh langsung masyarakatnya?
Kirari teringat wajah-wajah para pelaku usaha batik yang pernah diwawancarainya dengan intensif sebelum berangkat S2. Harapan untuk maju dan bisa tampil di kancah internasional. Harapan untuk bisa meningkatkan taraf hidup komunitas. Harapan untuk dilindungi dari gencetan impor batik Cina.
Balik pulang..memang pilihan bagi seorang Kirari adalah untuk balik…masih banyak di Indonesia yang butuh tangan dan pemikiran baru. Previlese yang didapatkan ini harus dibayar tuntas.
“Hey! 2 menit lagi keretanya akan datang.” Kurokawa mengayunkan tangan kanannya di depan muka Kirari. Kurokawa sejak daritadi sudah memperhatikan Kirari yang sedang duduk terdiam menghadap ke rel kereta. Bahkan ketika ada kereta ekspres melintas di rel dengan suara kencang, matanya tidak teralihkan, fokusnya tidak pecah. Kurokawa geli sekali melihatnya.
“Kirari. Makan ini.” Kurokawa memberikan nasi kepal onigiri berisi udang kepada Kirari. Mereka sudah di Shinkansen sejak 15 menit lalu, namun Kirari tidak mengeluarkan kalimat apapun. Pertama kalinya, Kurokawa melihat Kirari lebih pendiam dibanding dirinya.
“Ada yang mengganggu pikiranmu?” Kurokawa, seperti biasa, mengambil dua lembar tissue basah untuk mengelap tangan dan salah satunya diberikan kepada Kirari.
“Ada. Pikiran saya diganggu oleh hal yang baik. Seperti.. saya akhirnya menemukan alasan apa yang mau saya lakukan setelah lulus S2. ” Kirari memberikan senyum puas seakan-akan yang dia katakan adalah pemikirannya paling pintar selama tahun 2019.
“Yaitu?” tanya Kurokawa.
“Saya akan mengembangkan industri batik Indonesia. Membuat produk batik yang inovatif. Jadi benar berguna untuk negara saya..”
“Batik? Tekstil tradisional negaramu? Wah pemikiran bagus itu.” Kurokawa terlihat tergugah dengan pemikiran kirari dan ingin mendengar lebih banyak lagi.
“Lalu,kamu akan mendaftar untuk S3 lalu mengambil studi perbandingan industri tekstil Jepang dan Indonesia? Atau..mau coba menjelajah Amerika Serikat dan Eropa untuk melihat berbagai industri tradisional dari negara selain Asia? Perhaps?"
Kirari sedikit bingung karena merasa respon Kurokawa tidak nyambung sama sekali. Seperti bab conclusion yang ditulis tidak koheren dengan bab analysis.
“Ya, saya mau balik ke Indonesia langsung setelah lulus..masuk ke dalam komunitas pengrajin…" Kirari melanjutkan.“Saya ingin langsung masuk ke akar rumput..” dia mencoba memberikan kalimat penjelasan yang mungkin bisa dimengerti Kurokawa.
“Ternyata memang mahasiswa Indonesia itu idealis banget ya.” Kurokawa memberikan senyuman sedikit mengejek, tidak sadar nada suaranya pun sedikit naik.