Kirari

IBU KYOKO
Chapter #35

35. Teman yang Baik

Tsukuba Center,

7 April 2019

Jam 5 sore dan Gala sedang berjalan ke arah Stasiun Tsukuba. Hari ini dia tidak akan menggunakan bis lagi untuk pulang ke Tokyo. Tidak menyangka dia, meskipun harga tiket bis lebih murah, tetapi waktu yang terpakai di jalan lebih banyak dibandingkan dengan naik kereta. Siapa bilang macet itu hanya milik Bandung di Sabtu Minggu? Jalan menuju Tokyo ternyata bisa juga padat merayap.

Gala menuju gerbang tiket kereta Tsukuba Ekspress dan mendapati bahwa kereta jenis ekspres menuju Tokyo baru ada dalam 30 menit mendatang. Untung saja di dekat situ terdapat kedai kopi, jika tidak, menunggu lama akan sangat membosankan. Gala memilih duduk di kursi luar sambil sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Tsukuba, meskipun secara kota sama sekali tidak menarik, ternyata mempunyai komunitas Indonesia yang solid dan aktif. Baru sebulan belajar di Tsukuba, dia sudah menjadi anggota dari 7 grup LINE, yaitu: grup pengajian Masjid Tsukuba, grup penjemputan solat Jumat, Grup makan siang AIST, Grup Pengajian AIST, Grup Futsal PPI Tsukuba, Grup PPI Tsukuba, dan Grup ITB Tsukuba. Lengkap dan semuanya aktif. Akhirnya, Gala punya hal lain yang menyenangkan dilakukan selama menunggu selain menulis draft pertanyaan untuk sesi IG Live bersama Ketua PPI Dunia besok sore.

Saat itu pelayan membawakan Gala satu cangkir soy latte ukuran besar dan menaruhnya di meja. Eh, ini bukan pesananku? Aku memesan yang ukuran kecil? Gala merasa ada yang salah dengan pesanannya. Jangan-jangan bahasa Inggrisnya tidak cukup jelas terdengar.

“ Sumimasen, permisi, itu pesanan saya.” Rie berkata dari meja sebelah.

Gala menoleh ke samping dan terkaget karena yang memesan minuman kopi sebanyak itu adalah seorang perempuan.

“Ah! Moushiwake gozaimasen, maafkan saya!” nada pelayan itu terdengar seperti merasa bersalah sekali seakan melakukan dosa besar.

Konnichiwa, ketemu lagi di sini,” Sapa Gala kepada Rie yang tidak disangka bisa ditemuinya kembali. Kali ini untuk yang ketiga.

Konnichiwa. Kau tetap ke lab hari Minggu?” tanya Rie. Pergi ke lab di hari Sabtu itu biasa, namun tetap bekerja bahkan sebelum Senin menyapa adalah hal luar biasa.

“Ya. Untuk menunjukkan kepada orang Jepang bahwa orang Indonesia tidak malas".

“Ambisius sekali itu terdengar.” 

“Bukankah dengan ambisi itu makanya manusia bergerak maju dan bertahan hidup?” 

Rie tertawa mendengar jawaban Gala. 

Jujur, setelah melihat sosok Kirari dan Gala, Rie makin menaruh hormat kepada orang Indonesia. Gala yang tidak pernah melihatnya dari atas ke bawah, seolah-olah enggan melihat parasnya secara utuh. Tidak seperti kebanyakan lelaki yang kelihatan sekali mudah tersipu.

Bahasa Inggrisnya bagus. sangat bagus, malah. Dan..Gala itu bersih. Seperti dia benar mandi dan tidak kelihatan kumal sama sekali. Rambutnya dibuat tetap hitam dan dipotong rapih. Sementara Kirari, gadis itu memang tidak sempurna. Bahasa Inggris tulisnya masih butuh perbaikan, kurang cepat membalas email, dan pelupa. Namun semua sifat itu tertutupi dengan kemampuan lisan Bahasa Inggris dan Jepangnya yang di atas rata-rata mahasiswa asing.

Kirari pun punya gaya pakaian yang cantik, dia pintar memilih mana yang sedang trend. Rie merasa jaket warna merah jambu yang biasa dipakainya adalah hasil telusur dia tentang “trend warna gugur 2018.” Kirari selalu punya analisis yang bagus, Kirari itu…rival yang setimpal.

“Hmm..berbicara tentang ambisius. Aku juga sama sepertimu. Bahkan, aku merasa ambisiku kadang bodoh.” Rie menyesap pelan soy latte-nya dan mulai membuka kantong keripik kentang.

“Maksudnya?” Gala teralihkan oleh keripik kentang yang dimakan oleh Rie. Bagaimana mungkin selera perempuan ini begitu mirip dengannya? Mulai dari selera minuman dan penganan asin.

“Ambisi untuk mendapatkan seseorang, padahal seseorang itu hampir pasti tidak bisa kau dapatkan,“ mendengar jawaban Rie membuat Gala tersenyum karena seperti melihat dirinya ber-monolog. Isi yang ditumpahkan oleh pikiran mereka sama.

Lihat selengkapnya