Kirari tidak percaya yang dia dengar barusan. Dia tidak pernah tahu bahwa menikam dari belakang itu tidak hanya sakit bagi yang dibicarakan, tetapi juga bagi dia yang tidak sengaja mendengar.
"Kalian juga sama parahnya. Kenapa kalian tidak memberitahu Rie kalau langkahnya salah?"
"Kalian juga sama parahnya. Harusnya kalian memberitahuku sehingga aku tidak perlu telat pulang!” Ribut Kirari dalam hati.
Saat itu ada bunyi telefon masuk, dan Yuri mengangkatnya:
"Rie! Aitaiyo~ Kangen sekali aku dengan dirimu! Kamu dimana?”
Palsu sesi pertama.
“Oh, sudah di kampus? Kamu kenapa? Suaramu tiba-tiba menjadi berat? Ada yang bisa aku bantu?”
Palsu sesi kedua.
“Tunggu ya kami akan segera kesana.."
Mendengar keseluruhan percakapan tadi membuat Kirari ikut khawatir dengan kondisi Rie. Tidak berhenti dia pikirkan seharian, bahkan terbawa hingga dia berada di lab. Apakah Rie saat ini baik-baik saja? Apakah dia mendapatkan tempat terbaik untuk mencurahkan kegelisahannya, selain kepada dua “sahabatnya" ini?
Rie yang memutuskan untuk menyukai seseorang sejak SMA hingga berusia 29 tahun sekarang, pasti rasanya sudah dalam. Dia yang menyukai Kurokawa lebih panjang, kenapa harus justru aku yang mengisi hati laki-laki itu? Padahal pertemuan kami singkat.
Dia yang sudah mengetahui segala kelebihan dan kekurangan. Dia yang selalu memberikan perhatian. Apakah adil jika aku yang tidak melakukan pengorbanan, yang tidak pernah berusaha merebut hati, justru yang dipinang?
Kirari berjalan dengan tidak bersemangat menuju lounge di lantai 5, berniat membeli dua minuman hangat. Satu untuknya dan satu untuk Rie. Kirari merasa bersalah karena pernah berkata kasar kepada Rie dan ingin meminta maaf atas hal tersebut. Berharap suatu ketika dia bisa menjadi orang yang bisa menjadi temannya. Ya..siapa tahu kan?
Kirari duduk dan meneguk tehnya hingga setengah. Saat itu pesan dari Kanna masuk dan tangannya yang ingin menggapai ponsel membuat tutup botolnya terjatuh jauh ke lantai. Menggelinding pelan ke dekat dinding setengah kaca yang membatasi lorong ruangan sebelah kanan. Kirari menunduk mengambil tutup botol yang jatuh dan saat itu dia mendengar ada langkah sepatu hak. Gerakan sepatu itu cepat makin lama makin nyaring.
Jika ini terjadi pada pukul 12 malam, yakin Kirari akan mengeluarkan kemampuan lari cepat terbaiknya. Beruntungnya dia, ini baru jam 6 malam sehingga dia berani mencari tahu suara kaki siapakah itu. Kirari terus mengintip sambil menunduk dan melihat seorang perempuan dengan rambut panjang terjuntai menghampiri pintu sebuah ruangan.
Itu ruangan Kurokawa! Apa yang sedang dilakukan perempuan ini?
Kirari masih susah untuk menebak siapa sosok perempuan tersebut, ada empat orang yang berambutnya panjang di fakultasnya: Rie, Ying, Yuri dan Rika. Kirari makin mendekat hingga dia merasa pipinya memipih terkena tembok.
“Rie-chan daijyoubu? kamu baik-baik saja?” terdengar suara Kurokawa sambil membuka pintu ruangannya.
Chan? Dia memanggil Rie dengan sebutan chan?
Kirari tahu jika dia tetap berusaha mencuri lihat, maka akan besar kemungkinan hatinya menjadi hancur. Namun sudah terlanjur penasaran dirinya, Kirari pun tetap bertahan menunduk disitu.
Tangisan Rie pecah, suaranya potensial untuk terdengar satu lorong, lalu dia menyandarkan kedua tangannya pada Kurokawa. Memeluknya.Memeluk begitu erat, menenggelamkan kepalanya pada dada Kurokawa hingga suara tangisannya pun bisa memudar.