Stigma adalah ciri negatif yang disematkan kepada seseorang atau sesuatu, yang sumbernya dari pikiran, pandangan, dan kepercayaan yang didapatkan sesorang dari lingkungannya. Biasanya bersifat negatif.
Stereotip adalah cara pandang terhadap seseorang atau sesuatu, yang biasanya didasarkan atas generalisasi atas perilaku kelompok atau golongan tertentu.
Kami para babi harus hidup bersama stigma negatif yang sampai sekarang belum berhasil kami lepaskan. Bahwa babi itu jorok, kotor, dan suka berguling-guling di lumpur kotor, serta makan kotorannya sendiri. Padahal semua itu sama sekali tidak benar.
Babi-babi di peternakan, yang terjamin makanan dan minumannya, tidak pernah memakan kotorannya sendiri. Ya, buat apa makan kotoran jika makanan yang lebih baik dan lezat tersedia? Kami ini makhluk sederhana. Dan kenapa hanya kami yang dipermasalahkan, bukankah beberapa binatang selain kami juga memiliki kebiasaan itu, dan orang-orang tidak mempermasalahkan? Kelinci misalnya, tak kalah joroknya dibanding babi.
Berguling-guling di lumpur, memang masih sering kami lakukan. Tentu saja terpaksa kami lakukan karena kami tidak memiliki kelenjar keringat. Jika udara siang panas tak tertahankan, kami terpaksa membiarkan tubuh kami berlumur lumpur, hingga badan kami terasa nyaman. Lumpur lebih lama mendinginkan tubuh dibandingkan sekadar air. Dan setelah itu, tentu kami akan membilasnya di kolam bilas hingga semua lumpur luruh dari tubuh kami.
Di Peternakan Mayor, makan kotoran adalah pelanggaran disiplin tingkat tinggi. Dan selama ini tak pernah ada kejadian satu pun di sini. Sejak mereka masih bayi, para pengasuh sudah mendoktrim mereka dengan mantra ‘anti-makan-kotoran-babi’.