Kisah Cinta Anak Sma

Usnul
Chapter #3

BAGIAN TIGA

Duduk dengan malas sembari mendengarkan penjelasan dari guru di depan membuat Balqis ingin tidur saja. Matanya hampir saja akan tertutup bila seseorang tidak menegurnya.

“Balqis” tegur pak Rudi. Balqis menoleh dan cengengesan.

“Iya pak kenapa?” tanya Balqis bodoh.

“Kamu kerjakan soal di depan” ujar pak Rudi.

“Aduh pak saya lagi sakit perut nih” ujar Balqis beralasan, padahal ia hanya malas saja.

“Gak ada alasan, cepat kerjakan” ujar pak Rudi. Balqis mendengus dan terpaksa menyelesaikan soal di papan tulis.

“Bapak jadi heran sama kamu, kamu punya cita-cita gak sih?” tanya pak Rudi kepo.

“Oh punya dong pak, bapak mau tau cita-cita saya?” tanya Balqis.

“Emang cita-cita kamu jadi apa?” tanya pak Rudi.

“Jadi pengangguran pak” jawab Balqis bercanda, membuat yang lainnya tertawa. 

“Berdiri di depan pintu sampai jam saya selesai” ujar pak Rudi menghentikan tawa yang lain, sementara Balqis mendengus.

“Bapak nih tidak berperikemanusiaan” ujar Balqis dan berjalan menuju pintu kelas. Masih setengah jam lagi, dan ia harus tetap berdiri sendiri macam jomblo. Huft, menyebalkan sekali menurutnya. Sementara Reindra yang dari tadi fokus ke materi berusaha mencari akal supaya di hukum bersama Balqis. Sebuah ide jahil muncul di otaknya, ia dengan sengaja melempar asal gulungan kertas ke depan, membuat pak Rudi yang tengah menjelaskan menatap ke arah mereka.

“Siapa yang lempar kertas ini?” tanya pak Rudi. Reindra dengan PD nya mengangkat tangannya, membuat pak Rudi menatap ke arahnya.

“Kenapa kamu lempar kertas ke depan?” tanya pak Rudi.

“Karena saya lagi bosan pak” jawab Reindra membuat yang lainnya cengo. Pak Rudi mengangguk paham.

“Keluar dan berdiri di samping Balqis” ujar pak Rudi. Bukannya menolak, Reindra malah dengan senang hati berjalan menuju Balqis.

“Woeee alisnya sincan” ujar Reindra yang sudah berdiri di samping Balqis.

“Ngapain Lo di sini?” tanya Balqis heran.

“Karena gue di suruh” ujar Reindra.

“Idih...bilang aja kan Lo mau dekat sama gue” ujar Balqis lagi. Membuat Reindra terkekeh karenanya.

“Dasar Kepedean” ujar Reindra menyentil dahinya. Membuat sang empu meringis kesakitan.

“Tangan Lo emang perlu di potong deh” ujar Balqis lagi.

“Mulut Lo harus di lakban” ujar Reindra lagi, membuat Balqis mendengus dan memilih diam. Sebuah ide jahil kembali muncul di otak Reindra, ia dengan sengaja menarik ikat rambut Balqis sehingga rambut cewek itu jadi terurai. Balqis yang melihat itu mendengus dan memukul lengan Reindra.

“Lo gila yah? Balikin ikat rambut gue” ujar Balqis keras.

“Gak mau” ujar Reindra lagi. Balqis yang sudah kesal setengah mati menendang kaki Reindra membuat sang empu meringis.

“Balikin gak?” ujar Balqis lagi.

“Lo mau?” tanya Reindra. “Kejar gue” ujar Reindra dan berlari masuk kedalam kelas, membuat Balqis mengejarnya. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam kelas tengah berlangsung pembelajaran. 

“Sini ambil, lemah banget Lo” ujar Reindra. Balqis yang tidak terima menyahut.

“lemah Lo bilang? Lo kali yang lemah” teriak Balqis.

“Halah ngaku aja Lo” ujar Reindra lagi.

“Ngaku pala Lo, balikin ikat rambut gue” teriak Balqis.

“Di urai sekali-kali gak masalah kok Qis, Lo malah tambah cantik” ujar Ringgo sang ketua kelas. Balqis berhenti berlari dan berbalik menatap ke depan. Matanya langsung melotot saat melihat pak Rudi di depannya tengah menatap ke arah mereka berdua dengan mata tajamnya itu. Balqis dengan segala tingkah bodohnya malah menampilkan deretan gigi putihnya, sementara Reindra malah menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. 

“KALIAN BERDUA IKUT SAYA KE RUANGAN SEKARANG JUGA” teriak pak Rudi. Membuat yang lainnya meringis. Setelah mengucapkan itu, pak Rudi langsung keluar dari kelas, padahal masih satu jam lagi sebelum bel istirahat. Setelah memastikan pak Rudi benar-benar hilang dari kelas mereka, mereka semua bersorak riang.

“Makasih yah” ujar mereka semua pada Reindra dan Balqis.

“Santai aja... Jangan lupa traktirannya” ujar Balqis. Membuat yang lainnya mengangguk.

“Gak usah bacot, ayokkk ke ruangan pak rugi” ujar Reindra.

“Ingat woe, pesanan gue udah gue catat di Tasya” ujar Balqis sebelum di geret oleh Reindra.

“Tenang aja” ujar Ringgo sang ketua kelas. 

Duduk di hadapan pak Rudi sembari mendengarkan ceramahnya yang sangat panjang sekali, melebihi sungai Nil. Balqis dan Reindra saling menginjak sepatu mereka satu sama lainnya. Membuat pak Rudi terhenti dan menatap ke arah mereka berdua.

“Kalian dengar kan?” tanya pak Rudi.

“Iya pak” jawab mereka bersamaan.

“Jangan iya-iya doang” ujar pak Rudi.

“Lo apa-apaan sih? Main injak sepatu gue” ujar Balqis yang sudah kesal.

“Lo yang mulai duluan” ujar Reindra.

“Yah itu karena Lo duluan yang nginjak sepatu gue di koridor” ujar Balqis.

“Yah tadi gue gak sengaja” ujar Reindra.

“Gak sengaja apaan? Tadi gue liat Lo sengaja” ujar Balqis lagi.

“Gak usah fitnah deh, gue tadi emang gak sengaja” ujar Reindra. 

“Kalau benaran gak sengaja, ngapain tadi Lo lari?” tanya Balqis lagi.

“Yah karena gue pengen lari” jawab Reindra.

“Ngelak terus deh Lo” ujar Balqis. 

“Gue gak ngelak, gue ngomong jujur” ujar Reindra.

“Jujur? Mulut sama tampang Lo gak kelihatan jujur” ujar Balqis.

“Terus muka sama tampang Lo itu apa dong?” tanya Reindra. Berusaha Balqis akan berbicara, suara pak Rudi yang kesal membuat mereka menyadari bahwa mereka masih berada di ruangan pak Rudi.

“Udah selesai berantem nya?” tanya pak Rudi.

Lihat selengkapnya