Nada juga sama menatap Arkan hingga akhirnya wanita itu mengalah dan menghela nafas, menurut Nada memang tidak ada gunanya melawan Arkan. Nada tahu siapa Arkan meski jujur, tidak pernah bertemu. Hanya beberapa kali mendengar namanya disebutkan Nara, saudara kembarnya. Bahkan Nada tidak pernah tahu bagaimana wajah Arkan hingga pada akhirnya bertemu langsung dengan orangnya.
"Baiklah, apa yang kamu inginkan setelah mengatakan akan menikahi saya? Tidak mungkin hanya untuk mengatakan hal itu Anda datang bukan?" tanya Nada dengan sopan. Ya, Nada masih bisa menahan perasaan kesalnya karena hal ini baru pertama kalinya dia duduk berdua dengan Arkan, untuk memaklumi pria itu, Nada masih berusaha menahan diri.
"Pernikahan kita tertutup. Hanya karena undangan sudah disebar sebagian saja, saya tidak ingin membuat orang tua saya dan Nara malu. Jadi, tidak perlu disebar lagi undangan pernikahan. Cukup untuk yang sudah menerima, mereka akan datang karena sudah tahu saya akan menikahi kekasih saya. Tapi, kamu bukanlah kekasih saya dan mereka tidak tahu kalau Nara sudah meninggal. Jadi, lebih baik kita menikah tanpa diketahui banyak orang. Dan, saya ingin membuat surat perjanjian."
"Perjanjian? Putih di atas kertas? Surat kontrak pernikahan?" tanya Nada yang mulai paham maksud Arkan.
Tak sedikit pun Arkan ragu. Dan langsung saja pria itu mengangguk.
"Untuk apa?" tanya Nada lagi tak percaya akan pendengarannya.
"Untuk apa? Ya jelas untuk kontrak menikah. Kita tidak akan menikah selamanya. Apa kamu mau menikah dengan orang yang tidak kamu kenal? Asing sama sekali?" Tanya Arkan balik.
"Ya memang tidak ingin. Tapi bercerai atau mengakhiri pernikahan tidak semudah yang kamu kira juga. Ini pernikahan bukan sebuah kontrak kerja. Kalau memang tidak mau menikah, kamu lebih baik menolak dan jangan pernah menikahi saya," jelas Nada dengan cukup berani.
Arkan berdecak dan memandang sinis Nada. Dan semua tidak luput dari perhatian Nada.