Nada justru semakin malas pulang ke rumah karena ibunya pasti akan menuntut jawaban. Sebelum Arkan datang seperti sekarang, ibunya memang sudah mengatakan padanya hal ini. Hanya saja, Nada masih menganggap ibunya aneh dan lelucon semata. Tapi, ternyata tidak. Ibunya benar-benar tidak ingin membuat lelucon aneh apalagi dengan hidupnya. Tapi Nada merasa ini bukanlah yang terbaik, tapi sengaja untuk membuat ibunya bahagia. Lalu, jika anak kesayanganmya telah tiada, haruskan Nada yang menggantikan rasa sakitnya untuk ibunya? Tidak kan? Nada juga bersedih kehilangan saudara kembarnya, tapi tidak harus seperti ini juga.
"Mbak Nada gak pulang?" tanya pegawai.
"Pulang, sebentar lagi," jawab Nada.
"Gak usah terlalu di forsir mbak, lembur terus kayanya?" Katanya menggoda.
"Iya, kan impianku keliling dunia. Harus banyak duit," seloroh Nada membuat pegawai wanita itu terkekeh juga.
"Kalau gitu kami duluan ya Mbak," katanya yang diiyakan oleh Nada.
Setelah kepergian kedua pegawai itu, Nada kembali berkutat kepada naskah-naskah yang masih belum di editing meski sebenarnya Nada juga tidak fokus bekerja, hingga pada akhirnya selang 15 menit, wanita itu menyerah dan memilih untuk pulang saja. Di kantor berlama-lama tidak juga membuat pekerjannya selesai, lebih baik pulang saja, batinnya.
Tidak berapa lama Nada sampai di rumah. Begitu sampai ibunya langsung menyuruhnya duduk dan seperti biasa melanjutkan keinginannya membuat Nada muak.
"Ibu, aku baru sampai. Masih lelah. Besok-besok saja," elaknya membuat ibunya menarik tangannya duduk bersama dengan ayahnya di sana.
"Apa maksud kamu besok? Pernikahan Nara dan Arkan itu sebentar lagi, kamu gak bisa terus mengelak seperti ini ya Nada," suara ibunya mulai meninggi.
"Bu, aku capek. Aku baru pulang kerja, ibu gak liat aku lelah? Apalagi ibu suka memaksa. Ibu pikir aku Nara, yang bisa ibu atur seenaknya?" Tanya Nada dengan suara cukup tinggi menahan getaran dan sesak di dadanya.
Ibu dan ayahnya yang selama ini memang membebaskan Nada tidak percaya kalau Nada berkata demikian. Ayah yang selama ini membela Nada pun ikut angkat bicara.
"Nada," tegurnya.
Nada yang mendengar hal itu hanya memalingkan wajahnya dan perlahan menahan dirinya, agar emosinya menyurut. Tadi Arkan, sekarang ibunya. Mereka berdua memang tidak bisa dipercaya. Keduanya sengaja membuat Nada marah dan sengaja melampiaskan kekesalan mereka terhadap Nada yang bahkan juga tidak ingin ini terjadi.
"Kamu itu harusnya memang dulu ibu kasih sama Bude kamu, biar dia yang urus kamu. Kalau bukan karena kamu Nara pasti masih hidup. Begitu juga kalau bukan karena ayah kamu, ibu pasti sudah memberikan kamu sama keluarga ayah kamu untuk mereka jaga kamu. Dibanding kamu hidup sama ibu yang justru membuat Nara sakit-sakitan."
"Ibu lupa, kalau ibu ambil ginjal aku untuk anak ibu? Ibu lupa kalau sebenarnya ibu bisa memberikan ginjal ibu, kenapa harus aku? Kenapa harus dari anak umur 8 tahun yang gak tahu apa-apa ibu ambil?" Sentak Nada membuat ibunya terdiam. Tapi, itu tidak akan pernah menyurutkan keinginan Eva, untuk menikahkan Nada dengan Arkan.
"Kamu gak tahu rasanya jadi ibu, gak pernah tahu. Ibu itu sayang kalian berdua. Tapi, kamu terlalu bebas. Ibu mau cucu, Nara bisa kasih ibu itu."