Aira duduk di pojok perpustakaan, tempat favoritnya untuk melarikan diri dari hiruk-pikuk dunia luar. Di sini, di antara tumpukan buku yang tebal dan berdebu, dia merasa damai. Ia bisa membenamkan diri dalam kesunyian, menyelami kata demi kata tanpa gangguan. Suara gemericik hujan di luar dan hembusan angin yang menyusup lewat celah-celah jendela yang sedikit terbuka menjadi latar yang sempurna untuk melupakan sejenak segala hal yang mengganggu pikirannya.
Hari itu, seperti biasa, Aira datang lebih awal untuk menghindari keramaian. Buku kuliah di depannya sudah setengah terbuka, tetapi perhatiannya lebih banyak teralihkan oleh pikirannya sendiri. Dia memikirkan ujian yang akan datang, tugas-tugas yang menumpuk, dan kehidupan kampus yang tak pernah bisa ia pahami sepenuhnya. Di tengah kesendiriannya, suara langkah kaki yang mendekat membuatnya terbangun dari lamunannya.
Aira menoleh, dan matanya bertemu dengan sosok yang baru saja memasuki ruang perpustakaan. Seorang pria muda dengan senyum ramah yang membuat hati Aira sejenak terhenti. Zayn, mahasiswa baru yang bergabung di kelas mereka. Ia tahu siapa Zayn, meskipun mereka belum pernah berbicara sebelumnya. Zayn tampak ceria, dengan rambut hitam yang sedikit berantakan, mengenakan jaket biru yang membuatnya tampak santai dan tidak terkesan terlalu formal.
"Hi, Aira kan?" tanya Zayn, suara lembutnya membuyarkan keheningan yang sempat menyelubungi Aira.
Aira terkejut mendengar namanya disebut, namun segera mengangguk. "Iya, aku Aira," jawabnya, sedikit ragu.
Zayn tersenyum lebih lebar. "Aku Zayn, baru masuk kelas yang sama. Maaf kalau ganggu, tapi aku lihat kamu sendirian aja, jadi pikir kenapa nggak ikut gabung?"