Aira dan Zayn berjalan beriringan, melewati jalan-jalan kampus yang kini terasa lebih cerah dari sebelumnya. Langit senja menggantung dengan indah, memberikan cahaya lembut yang menyinari langkah mereka. Meskipun perasaan mereka masih baru, ada rasa damai yang menyelimuti mereka—sebuah kedamaian yang datang dari saling pengertian dan keberanian untuk membuka hati.
Sejak percakapan malam itu di taman, segalanya berubah. Mereka tidak lagi terjebak dalam kebisuan, tidak lagi dibebani oleh ketakutan akan kehilangan. Mereka tahu bahwa setiap hubungan pasti memiliki tantangannya, namun mereka juga tahu bahwa bersama-sama mereka bisa menghadapi apapun. Tidak ada lagi kebimbangan yang menghantui Aira. Tidak ada lagi rasa takut akan penolakan atau kegagalan. Yang ada hanya keyakinan bahwa mereka bisa belajar satu sama lain, berkembang bersama, dan melangkah ke depan dengan hati yang lebih lapang.
Minggu-minggu berlalu, dan hubungan mereka semakin erat. Mereka mulai berbicara lebih terbuka, bukan hanya tentang kuliah atau aktivitas sehari-hari, tetapi juga tentang impian, ketakutan, dan harapan mereka. Zayn selalu ada untuk Aira, mendengarkan dengan penuh perhatian setiap cerita yang ia bagi, dan Aira merasakan kedekatan yang lebih dalam dengan Zayn. Ada rasa nyaman yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata—perasaan yang datang dari saling mendukung dan memberi ruang untuk tumbuh bersama.
Suatu hari, mereka duduk bersama di kafe favorit mereka setelah selesai belajar. Aira menatap Zayn dengan senyum lembut, merasa beruntung bisa memiliki seseorang seperti dia di hidupnya. Zayn, yang sedang mengaduk kopinya, menatap Aira dengan tatapan penuh kasih.
"Aira," katanya pelan, "aku tahu kita baru saja memulai perjalanan ini, dan aku juga tahu bahwa kita masih harus belajar banyak hal. Tapi aku ingin kamu tahu, setiap momen yang kita jalani bersama membuat aku semakin yakin. Aku senang bisa berbagi ini semua denganmu."