Melihat remaja di hadapannya menangis, Malcolm hanya diam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa untuk membuat Darren merasa lebih baik. Beberapa saat kemudian, Malcolm bangkit dari duduknya. Pindah ke sebelah Darren.
“Aku tidak sangka yang kau rasakan sedalam itu pada Rosalynn.” Komentarnya sambil menggaruk kepala. “Aku sangat menghargainya. Terima kasih, Darren.”
“Setelah semua yang aku katakan, kau masih berterima kasih padaku.” Darren menghentikan tangisnya. Membersihkan mata dengan tangannya. Kemudian Darren diam. Mengatur napas selama beberapa saat. “Kapan kita bisa mulai?”
“Mulai apa?”
“Perjalanan waktu.”
“Kau sudah yakin?”
“Aku sudah memikirkannya sepanjang malam. Aku sangat yakin.”
“Kalau begitu kita harus menyusun cartography otakmu dulu.” Malcolm bangkit dari duduknya dan memberi tanda agar Darren mengikutinya.
“Katro apa?”
“Cartography…, eh… apa sih Bahasa Indonesia-nya…” Malcolm berhenti melangkah dan berpikir. “Pemetaan. Kita akan menyusun pemetaan di otakmu dulu sebelum bisa melakukan perjalanan waktu.”
“Apa memang serumit itu?”
“Kau bercanda, ya.” Malcolm meremas lengan Darren dengan kedua tangannya dan berkata dengan posisi wajah dekat pada lawan bicaranya. “Otak manusia jauh lebih canggih komputer atau smartphone mana pun. Kenapa? Karena komputer adalah sistem yang dirancang dengan memiliki batas tertentu. Kalau sudah ketinggalan zaman, kita harus menggantinya dengan yang baru. Sementara otak manusia adalah kebalikannya. Otak manusia terdiri dari sistem yang mampu berevolusi menjadi lebih baik dan evolusi ini telah berjalan selama jutaan tahun. Jadi jangan sekali-kali otakmu yang sederhana itu berpikir, aku bisa membuka portal waktu begitu saja sebelum melakukan permetaan pada otakmu terlebih dahulu.”
“Maaf, kau tidak perlu semarah itu.” Tukas Darren. “Omong-omong, gigimu kuning sekali. Kapan terakhir kali kau sikat gigi?”
Malcolm menarik napas panjang, seakan bersiap untuk mengatakan sesuatu. Namun .... “Ah, sudahlah. Ayo cepat naik ke atas.”
“Kita mau kemana?” Darren membiarkan dirinya ditarik Malcolm.
“Tentu saja ke tempat di mana kau kenanganmu terikat pada Rosalynn,” Malcolm membuka pintu. “yaitu di dalam kamarnya. Tolong buka sepatumu sebelum masuk ke dalam.”
Darren tertegun. Sesaat ruangan di dalam kamar itu seakan memancarkan cahaya yang membutakan matanya. Kemudian, ketika isinya jelas terlihat olehnya, Darren tidak mampu menahan emosinya.
“Bagaimana bisa?” Darren membuka sepatu tanpa mengalihkan matanya dari dalam kamar. Kemudian masuk dengan langkah perlahan. “Aku ingat. Ini memang kamar Rosalynn. Setiap benda. Urutan buku di dalam rak. Benar-benar sama. Bahkan aroma di kamar ini masih sama seperti dulu.”
Darren menengok ke arah Malcolm yang masih berdiri di pintu.
“Bagaimana mungkin?”
“Kamar ini adalah satu-satunya tempat yang kurawat.” Malcolm masuk ke dalam kamar dan melihat setiap sudutnya dengan mata berkaca-kaca. “Aku menjaga kondisi kamar ini tetap sama seperti saat terakhir Rosalynn masih hidup. Aku juga menggunakan pengharum ruangan yang sama dan bahkan menambahkan ekstrak aroma parfum, shampo dan sabun yang biasa di pakai Rosalynn. Apa kau pernah tidur di ranjangnya?”
“Kau pikir aku lelaki macam apa?” Tukas Darren sebal.
“Kalau begitu sekarang adalah kali pertamamu.” Malcolm mengatur letak bantal. “Silakan tiduran. Kalau perlu peluklah salah satu boneka itu, misalnya yang penguin atau…”
“Rosalynn lebih menyukai boneka gajah itu.” Darren mengambil sebuah boneka gajah gendut berwarna pink yang berukuran sangat besar. “Dia mengatakan lokasi yang paling nyaman untuk memeluk boneka ini adalah dengan membenamkan wajah di bawah belalainya.”
“Kalau begitu lakukan.”
“Apa?” Darren tertaawa. “Ogah! Aku lewat.”
“Aku hanya ingin kau mengingat Rosalynn dan…”
“Percayalah aku sangat mengingatnya.” Darren mengetuk jidatnya dengan telunjuk. "Sejernih kristal."
Kemudian remaja itu merebahkan dirirnya di ranjang. Memejamkan mata.
“Lalu apa?” Tanya Darren dengan mata masih tertutup.
“Oh, hampir lupa.” Malcolm mengeluarkan sebuah benda yang bentuknya menyerupai helm dari sebuah container aluminium yang tersimpan di kolong tempat tidur. “Kau hanya tinggal mengenakan alat ini, jarum sensor masuk melalui retina matamu, memulai pemetaan dan…”
“T-tolong ulangi .…”
“Apa?” Malcolm menatap Darren tanpa berkedip. “Memulai pemetaan?”
“Bukan. Sebelumnya .…”
“Kau mengenakan alat ini?”