Jam tanda berakhirnya sekolah baru saja berbunyi saat Darren menerima DM dari Malcom.
Persiapan sudah selesai. Bisa berangkat malam ini juga. Aku harap kau mengucapkan salam perpisahan pada semua orang yang kau sayang. Tuhan memberkatimu, Darren. Terima kasih. Malcolm.
“Akhirnya hari ini datang juga.” Gumam Darren seraya memasukkan peralatan belajarnya ke dalam tas.
“Darren,” panggil Teddy. “temenin aku beli komik, yuk?”
“Tidak bisa.” Darren menggelengkan kepalanya. “Aku ada urusan lain.”
“Bagaimana kalau besok?”
Darren terdiam. Wajahnya sedikit tertunduk. Matanya sayu menerawang ke lantai. Kemudian remaja itu mengangkat wajahnya dan tersenyum.
“Oke, besok.” Jawabnya pendek.
“Janji, ya?” Tegas Teddy.
“Iya, aku janji.” Darren memanggul ranselnya dan pergi meninggalkan kelas. “Sampai nanti.”
“Tuh anak terlihat makin frustasi saja.” Teddy mendecakkan lidahnya setelah darren keluar dari dari kelas. "Besok aku akan traktir dia makan di kantin."
Sementara itu Darren baru saja hendak turun tangga saat seseorang menahan langkahnya.
“Darren, apa boleh aku bicara sebentar?”
Darren membalikkan tubuhnya dan berkata pada Irma yang berdiri di hadapannya.
“Boleh. Bicara saja.”
“Jangan di sini.” Irma melihat ke sekelilingnya. Jelas sekali kalau gadis manis itu tidak mau ucapannya terdengar oleh yang lain. “Bagaimana kalau di depan perpustakaan?”
Darren membiarkan dirinya di tarik Irma ke lantai dasar. Tangan gadis itu dingin dan sikapnya yang gugup cukup menjelaskan kalau gadis itu akan mengucapkan sesuatu yang akan membuatnya malu.
Darren sudah bisa menduga, apa yang ingin dikatakan gadis itu.
“Jadi begini …,” Irma tersenyum lebar. Gugup. “temanku akan mengadakan pesta ulang tahun dan …, dia orang kaya .... Jadi orang tuanya menyewa ruangan di balai kota untuk merayakannya. Di pesta ini aku boleh mengajak teman. J-jadi …, apa kau mau pergi denganku?”
Darren memandang Irma selama beberapa saat sebelum menggelengkan kepalanya.
“Maaf, aku tidak akan bisa pergi denganmu.”
“Tapi kenapa? Aku bahkan belum menyebut tanggalnya.”
“Aku tahu.” Darren bingung harus mengatakan apa yang tidak menyakiti perasaan Irma. “Malam ini aku akan pergi dan aku tidak tahu kapan akan kembali.”
“Maksudmu kau akan pergi dari kota ini?”
“Begitulah.”
“Kemana, Darren?”
“Entahlah. Tapi yang pasti, itu adalah tempat yang jauh. Ada kemungkinan kita tidak akan bertemu kembali.” Darren menghembuskan napas panjang dan membalikkan tubuhnya. “Sampai jumpa.”
“Darren, tunggu!” Tahan Irma. “Kau sama sekali tidak mengerti. Tidakkah kau tahu? Aku sudah lama menyukaimu. Aku mengajakmu hanya sebagai alasan untuk dekat denganmu. Aku ingin kita pacaran. Aku pikir kau juga menyukaiku. Tapi kenapa malah begini? Aku tidak siap untuk berpisah denganmu, Darren.”
“Tapi aku harus pergi ... dan aku ….”
“Tidak bisakah kita tetap berhubungan?”