Kisah di Akhir November

Roy Rolland
Chapter #13

Bagian Kedua: 08 - Malam Penuh Kenangan.

Jantung Rosalynn Ellis berdegup kencang saat melihat dirinya menjadi tontonan. Ada yang berbisik-bisik, menahan tawa dan bahkan tertawa keras. Semua mata tertuju ke arahnya. Semua tangan menunjuk kepada dirinya. Semua wajah mereka terlihat tidak manusiawi. Seperti monster yang tertawa. Mengejek. Melecehkan. Merendahkan.

Memalukan ….

“Cukup Darren.” Rosalynn menepuk bahu lelaki di hadapannya itu. Memeluk lengan dan menariknya agar beranjak dari tempat itu. “Kita sudah jadi bahan tertawaan. Ayo kita pergi!”

“Kita?” Darren menatap Rosalynn dengan bingung. “Mereka sama sekali tidak menertawaiku. Kau Rosalynn. Kau satu-satunya yang mereka tertawakan. Kau sadar nggak, sih? Aku bukan kau. tolong jangan samakan aku dengan dirimu.”

 Mendengar itu, Rosalynn tercengang. gadis itu tidak bisa mempercayai kata-kata kejam yang diucapkan Darren. Darren yang lembut. Darren yang baik. darren yang selalu tersenyum hangat. Kenapa sikapnya berubah? Apa yang dikatakannya benar?

Gadis dengan rambut warna tembaga itu melihat ke sekelilingnya dan sadar, bahwa ucapan Darren benar adanya.

“Kau membuatku malu, Rosalynn.” Tegas Darren sambil menggelengkan kepalanya. “Dasar cewek kikuk. Berjalan yang benar saja kau tidak bisa? Kau sudah besar, sadar nggak sih? Aku tidak mau mengenalmu lagi.”

Setelah berkata, Darren membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Rosalynn yang terpaku di tempatnya. Darren bahkan tidak berhenti atau berbalik saat Rosalynn memanggilnya. Walau Rosalynn berlari secepat kemampuannya, Darren tidak bisa diraihnya. Kemudian gadis itu terjatuh di jalanan yang becek. Terantuk kakinya sendiri.

Rosalynn lelah. Ingin rasanya ia memejamkan mata, walau jalanan becek dan kotor jadi tempat peraduannya. Kemudian hujan mulai turun membasahi tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan. Di kejauhan terdengar suara guntur.

Rosalynn mengulung tubuhnya dan memeluk kakinya yang terlipat di depan dada.

Ini semua karena penyakit bodoh ini …. Kenapa aku harus mengalaminya? Untuk apa aku dilahirkan kalau hanya untuk mengidapnya? Di mana salahku? Aku benci diriku sendiri. Kenapa aku tidak mati saja. Aku benci …. Aku benci …. AKU BENCI…!

Petir menyambar dan suara guntur menggelegar.

Rosalynn membuka mata dan menyadari dirinya tertidur kala tengah mengerjakan PR. Gadis itu mendesah dan melihat keluar jendela yang gelap. Rupanya ia tertidur sedpanjang sore dan baru bangun kala hari sudah menjelang malam.

"Darren ...."

*****

“Kalau aku DM dia akan marah nggak ya?” Darren memutar-mutar smartphone-nya di atas meja belajar. “Perasaanku nggak enak. Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Aduh …, aku harus bagaimana?”

“Darren …!” Panggil ibunya dari lantai dasar. “Kau sudah buang sampah belum.”

“Belum,bu ….” Darren membuka pintu dan berseru. “Aku lupa.”

“Cepat buang sebelum bau.” Omel ibunya. "Jangan malas!"

“Bagaimana kalau ….”

“Sekarang juga, Darren!”

“Aduh …, aku malas sekali ….” Keluh Darren sebelum menyeret kakinya turun ke bawah.

Sementara itu, smartphone Darren berbunyi karena ada telepon yang masuk.

*****

“Tidak diangkat ….” Rosalynn mematikan teleponnya. “Darren sama sekali tidak mengangkatnya walau aku sudah meneleponnya tiga kali. Apa Darren sudah tidur?”

Rosalynn melirik ke arah jam yang baru menunjukkan pukul 06.47 malam.

“Sepertinya tidak mungkin ….” Rosalynn mendesah seraya merebahkan kepalanya di atas meja belajar. Pikirannya yang penuh dan keruh mulai berpikir yang tidak-tidak. “Jangan-jangan Darren sudah ….”

Rosalynn terkejut kala smartphone-nya berbunyi.

“Darren ….” Rosalynn tersenyum saat melihat nama peneleponnya. Gadis itu menarik napas panjang sebelum menjawab panggilan. “Halo ….”

“Rosalynn …, tadi kau meneleponku?” Darren mendengus. “Maaf, ibuku menyuruhku buang sampah. Jadi aku ….”

“Tidak apa-apa, Darren.” Rosalynn menahan senyum dengan menggigit bibir bawahnya.

“Aku senang ternyata kau tidak marah padaku.” Darren menghela napas. penuh syukur.

“Kenapa kau pikir aku marah?”

“Entahlah." Rosalynn merasakan napasnya sesak. "Mungkin karena aku …, menyebalkan dan memalukan.”

Lihat selengkapnya