Namaku Bintang, Bintang Adlian. Anak yang tak diinginkan oleh orang tuaku karena aku hasil dari hubungan gelap ibu dengan selingkuhannya. Menyakitkan, tapi itu yang aku dapatkan dalam kehidupan takdirku ini. Mau bagaimana pun, aku harus menerimanya kan? Semuanya sudah nasibku. Aku tidak bisa melakukan apapun, selain menerima semua kehidupan ini yang sudah di tulis oleh yang maha kuasa.
Umurku 15 tahun dan bersekolah di SMP negeri dekat dengan rumahku. Aku memiliki dua saudara, dua saudara tiri karena mereka benar-benar anak kandung dari ibu dan suami sah ibu ku. Yang pertama Kak Mela jurusan kedokteran di universitas terkenal dan Abang Roni yang akan lulus SMA tahun ini.
Aku baru tiga tahun tinggal bersama mereka karena sejak bayi sehingga tamat SD aku bersama Omaku yang sudah tiada tiga tahun lalu. Itu pun aku sadar bahwa mereka terpaksa memberikan ku tumpangan karena aku masih anak Ibu. Dan sejak itu juga aku harus menjadi pembantu dengan alasan aku harus menggantikan semua yang kudapat selama ini dari mereka.
Tapi tidak apa-apa, selama ada ibu aku akan menerimanya. Hanya ibu yang kuinginkan walaupun dia sedikit kejam padaku tapi aku bahagia dan mencintai ibuku.
Sudah jam 5 sore dan aku kini aku sedang membersihkan rumah sendiri. Biasanya bersama Bibi Ana, tapi Bibi sedang mengalami musibah di kampungnya yang mengharuskannya mengambil cuti dan pulang ke kampung. Alhasil, aku yang harus mengerjakan semuanya sepulang sekolah. Mereka akan pulang jam 5.30 sore.
Ketukan pintu terdengar dan dnegan cepat aku membuka pintu. Ternyata ayah, sepertinya dia lelah dan lihat wajahnya yang penuh kelelahan dan pakian sedikit berantakan. Aku benar-benar kasian sama beliau.
"Sudah menyelesaikan semuanya?" tanya Ayah dan dibalas anggukan dariku.
Dia langsung masuk ke kamar dan dengan cepat aku menyiapkan makan malam untuk semua sembari menunggu kedatangan yang lain. Seperti yang ku bilang, jam 17.30 mereka akan datang. Dan sekarang ibu datang dengan di susuli oleh Kak Mela dan Abang Roni. Mereka langsung ke kamar sambil membersihkan badan.
Selesai semuanya, kami makan bersama. Untungnya Ayah mengizinkan aku duduk di samping ibu ketika makan walaupun ibu sebenarnya tidak suka tapi aku bahagia. Kami makan dengan seksama dan rasanya bahagia ketika mereka makanan ku tanpa mengatakan apapun walaupun ku berharap mendapatkan sedikit pujian. Hanya sedikit.
"Bagiamana tugas kalian?" tanya Ayah.