Aku hanya diam menatap Kaka Mela yang memegang tangan seorang pria yang bernama Amir, pacar Kak Mela sendiri. Tapi aku benci tatapan Abang Amir sama Kak Mela, tatapan nafsu bukan tatapan cinta. Bukan kali ini aku melihat mereka bermesraan tapi sudah berkali-kali dan mendengar curhatan Kak Mela ke Abang Amir. Katanya sih mau pene penilitian tapi malah berujung ke sini, gara-gara lelaki ini menelpon Kak Mela tadi. Lagian Kak Mela mau aja berhentikan wawancara dan penelitian yang akan sulit dilakukan ke depannya lagi, mengingat dirinya seorang calon dokter yang lebih banyak tugas dan prakter dibandingkan yang lainnya kan.
Walaupun aku masih 15 tahun tetap saja aku lelaki yang lebih mengerti akan maksud tatapan setiap lelaki. Aku selalu merasakan keanehan dengan tatapan Abang Amir dan sudah sering aku bilang ke Kak Mela bahwa tatapan itu bukan tatapan cinta tapi tatapan nafsu tapi Kak Mela hanya mengatakan aku iri karena aku tidak memiliki pacar.
Ingin sekali ku mengomeli Kak Mela mengenai ini tapi ku urungkan melihat kedekatan kami walaupun hanya mengenai Abang Amir yang membuat aku kesal dan benci. Astaga, rasanya ingin sekali ku memukul lelaki di depanku setiap ejekan dari tatapannya. Sungguh menyebalkan, astaga pengen sekali ku segerakan niat itu.
"Jangan menatap pacarku begitu," kesel Kak Mela dan aku memilih menatap lain.
"Sudahlah sayang, mungkin dia iri karena kita bermesraan di depannya. Dia kan jomblo," ejek Abang Amir setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Kenapa? Emangnya salah kalau aku jomblo? Setidaknya aku menghindar dari perzinaan bukan. Lagian dia juga belum benar-benar mencintai Kak Mela, yah Kak Mela saudara tiriku tapi aku manyanginganya seperti saudari kandungku sekali. Perasaan tanggung jawab yang datang pada hatiku sangat besr sehingga rasanya ingin ku lindungi segenap jiwa. Wajarkan perasaan ingin melindungi saudara.
"Pesankan lemon jus dong," perintah Kak Mela.
Aku hanya mengangguk dan dengan segera mengantri untuk pesanan Kak Mela dengan sesekali mengawasi mereka. Entah kenapa rasanya ada yang janggal dihatiku dan seolah-olah mengatakan kalau aku harus wasapada dan menjaga Kak Mela. Aku turuti insting ini dengan sesekali melihat mereka.
Waalaupun aku merasakan keanehan akan pesanan Kak Mela, mengingat dirinya yang ga suka namanya lemon. Bahkan saat Ibu membeli Lemon dia langsung melihat ke arah lain dengan tatapan tidak suka. Lalu kenapa dia ingin lemon secara tiba-tiba. Aku membuangkan perasaan ini dan menunggu antrian sehingga tepat giliranku.