Kisah ku dengan para hantu

Katia
Chapter #23

Chapter 22 : Jalan - Jalan ke Makassar

Saat aku berumur 18 atau 19 tahun, aku sempat pergi jalan - jalan ke makassar. Selama di sana, aku ditemani oleh sepupu - sepupuku. Awalnya, aku berencana jalan - jalan ke malino. Tapi, kata tante, itu terlalu jauh dan saat itu masih masa chengbeng. Jadi, tidak boleh pergi ke tempat yang terlalu jauh. Akhirnya aku dan sepupuku yang lain memutuskan untuk ke bantimurung.

Keesokan harinya, kami berangkat menggunakan 3 motor. Kami sempat berhenti sekali untuk beristirahat. Setelah sampai di bantimurung, kami langsung pergi ke air terjun bantimurung. Di sana, sepupuku langsung masuk ke air terjun. Sedangkan aku hanya duduk di bebatuan di pinggir sambil mencelupkan kaki. Saat itu, tidak semua membawa baju ganti, hanya beberapa saja.

Saat aku sedang duduk di pinggiran air terjun, aku melihat ke arah pepohonan di depanku. Aku tidak tahu, tapi aku merasa ada banyak monyet dari balik pepohonan yang sedang mengamati kami. Mataku tidak dapat melihatnya, tetapi entah bagaimana aku tahu jika di sana banyak monyet.

Setelah puas bermain air, aku ingin berjalan - jalan lagi, tapi waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Jika kami tidak pulang sekarang, kami bisa kemalaman, menurut sepupuku, R. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Tapi, sebelum itu kami sempat berfoto di depan patung monyet yang besar. Di perjalanan pulang, tiba - tiba hujan deras mengguyur. Membuat kami harus meneduh sebentar sebelum kami melanjutkan perjalanan ke rumah salah seorang sepupu kami yang rumahnya tidak terlalu jauh dari tempat kami meneduh.

Setelah satu minggu aku di makassar, akhirnya aku pulang ke jakarta. Tapi, sekitar 2 hari sebelum aku kembali ke jakarta, aku melihat makhluk aneh! Saat itu malam hari dan aku sedang mengobrol dengan 2 orang sepupuku di teras rumah. Makhluk itu tidak muncul di depanku, tetapi di belakangku. Dan aku melihatnya menggunakan ekor mataku. Makhluk itu seperti campuran seperti manusia dengan anjing. Badannya manusia, sedangkan kepalanya mirip seperti anjing. Yang aku lihat, ia memiliki kulit yang gelap. Entah memang itu warna kulitnya atau pencahayaan yang saat itu kurang terang. Karena, saat itu aku tinggal bersama tante dan depan rumah tante, masih berupa lahan kosong dengan penuh ilalang.

Aku pernah bertanya pada om ku yang merupakan kakak tertua papa. Ia cukup mengerti akan hal tersebut. Katanya, mungkin yang aku lihat adalah parakang.

Lihat selengkapnya