Ketika mulai menulis bagian ketiga puluh tujuh aku harus membuat catatan pendek ini sebagai kalimat pembuka di halaman pertama naskah, untuk mengingatkan diriku bahwa semua bagian sebelumnya hingga bagian terakhir nanti bukanlah sebuah novel.
Belakangan, sesudah berlalunya berbagai bencana dan peperangan yang dari waktu ke waktu berulang-ulang meluluhlantakkan bumi dan melenyapkan hampir sebagian generasi ke generasi penghuninya, orang-orang daratan itu sudah tidak lagi mempercayainya. Pustakawan mereka telah memindahkannya, menempatkan naskah ini ke dalam ruang novel. Sejarawan di sana menganggapku hanyalah seorang novelis pada peradaban lampau yang seumur hidupku hanya menulis sebuah novel. Barangkali mereka berani berpendapat demikian karena aku sangat gemar membaca novel dan tidak ditemukan naskah lain atas namaku. Aku memakluminya, sebab, di perpustakaan itu namaku masih terpampang menempati peringkat teratas sebagai pembaca novel terbanyak, bahkan mungkin rekor tersebut akan terus bertahan sepanjang masa.
Berbagai perubahan terus terjadi seiring beralihnya penanggalan di daratan itu. Kini tidak ada seorang pun tahu tentang keberadaan sesosok manusia yang hidup di lautan; yang tanpa mereka sadari telah menyelamatkan mereka ketika tenggelam; yang tanpa mereka duga tiba-tiba datang menunjukkan arah berlayar ketika terombang-ambing dan tersasar di dalam badai. Tidak ada lagi yang mengetahui tentang keberadaan sesosok manusia yang hidup di Lembah Anggrek, sepetak tanah tersembunyi di rimba raya. Yang tanpa mereka duga tiba-tiba muncul menuntun langkah mereka agar kembali menemukan jalan pulang ketika terhalang kabut dan tersesat di hutan belantara.