Tujuh Pemberani 3
Sarang walet bertumpuk-tumpuk di dalam sampan yang dikendalikan dengan tenang oleh si Pemberani 1 di derasnya arus sungai. Sungai kecil berkelak-kelok di sela tebing perbukitan itu jalan belakang termudah ditempuh yang bermuara ke dunia luar. Tepat tengah hari setelah dipindahkan ke kapal cepat yang ditambat di antara batu-batu raksasa di sisi kaki Gunung Manyang yang tampak berukir-ukir karena senantiasa dihantam ombak laut lepas, air liur burung yang dipetik dari gua-gua itu pun segera dibawa ke pasar gelap sekaligus kasino berkedok kedai kopi dan destinasi wisata kepunyaan Kapten Talang di sebuah pulau kecil miliknya sendiri, tempat Bhan membeli tangan bioniknya beberapa tahun lalu.
***
Sebuah pulau kecil tanpa penghuni sungguh jauh terasing di tengah lautan. Apabila bertolak dari bagian belakang Gunung Manyang dengan kapal cepat, pelayaran ke sana akan memakan waktu berhari-hari. Lebih jauh lagi setelahnya terdapat satu daratan besar, berpenghuni dan peradaban kemodernannya juga sehebat Lamperom. Pada suatu waktu karena persengketaan wilayah atas pulau kecil itu, militer Lamperom pernah mencoba menginvasi daratan tersebut. Namun setelah lama saling berperang dan menghabiskan banyak sumber daya tanpa membuahkan hasil, perundingan perdamaian antara dua penguasa daratan menghasilkan kesepakatan bahwa kekuasaan wilayah laut masing-masing batasnya sejauh 100 mil laut dari pulau kecil itu dan kedua belah pihak sampai kapan pun tidak boleh mengeklaim kepemilikannya.
Satu hari setelah peristiwa paling bersejarah bagi kedua daratan berlaku, Lamperom langsung memutuskan menghapus total agenda pencarian wilayah taklukan dan melarang penggunaan kata ‘perang’ baik lisan maupun tulisan bagi penghuninya. Dan besoknya, tanah kecil terasing tanpa tuan di antara dua daratan besar tersebut diduduki dengan damai serta penuh kegembiraan oleh kawanan bajak laut yang dikendalikan Kapten Talang. Pulau kecil itu pun di kemudian hari dikenal dengan nama Pulau Talang.
***
Ketenangan persentuhan antara semilir angin dan air permukaan laut terus berlanjut hingga dua hari kemudian sehingga kapal cepat itu bisa tiba tepat tengah malam di tempat tujuan, lebih awal mendahului lazimnya ‘waktu tempuh’ sebagaimana perkiraan Bhan jika cuaca laut sedang baik. Namun, siapapun pendatang tidak berani langsung berlabuh. Pulau Talang telah dipagari ranjau laut berjangkar yang teramat kecil kemungkinan tidak meledak apabila terbentur benda keras.
Bhan berdiri di geladak dan menembakkan suar dua kali. Sesaat kemudian, sebuah kapal cepat bersenjata yang muncul entah dari mana, mendekat untuk menjemput mereka. Adapun kapal cepat mereka yang kemudian ditinggalkan akan dikemudikan oleh seorang anak buah Kapten Talang yang juga sedang bertugas menjaga mercusuar; tentu saja di mana rute aman untuk dilalui sudah dihapal di luar kepalanya. Sementara itu, tidak jauh di sana dalam kegelapan dermaga, sebuah mobil dobel kabin sudah sedari tadi mengedipkan lampu seinnya.
***