Kisah Para Penyamun dan Tujuh Pemberani

Dirman Rohani
Chapter #8

Tujuh Pemberani 8

Tujuh Pemberani 8

Persis sewaktu masih SMA, Ori dan Cakra bertemu di depan lift.

“Cak,” sapa Ori, lalu merangkul bahu sahabatnya itu, menunjukkan empatinya.

Cakra terseyum tanpa dibuat-buat. “Tenang, Kawan. Aku bisa mengendalikan semuanya.”

Keduanya masuk ke lift.

“Kamu tampak hebat,” kata Cakra sambil memperhatikan seragam taruna yang Ori kenakan. “Kembali ke barak?” 

“Kamu juga sangat hebat, Cak. Kembali ke asrama?”

Cakra mengangguk, senyumannya semakin lepas. “Banyak orang memuji keberanianmu, Or.”

“Drone tempur yang menembak dia, Cak. Apa yang Orang Manyang rencanakan, Cak?”

“Bagaimana kabar Paman Bhan?”

Ori teringat ketika keluar dari kedai kopi, setelah meminta Cakra berjalan duluan ke halte, Paman Bhan menarik lengannya, menuju ke balik sebuah tiang dan masih dengan suara dikecilkan berkata pelan-pelan: "Orionid. Mendaftarlah ke Akademi Militer, jadilah Kesatria Lamperom seperti keinginan ayahmu, tapi jangan lupakan asalmu, jangan lupakan Kedidi."

“Setelah diam-diam dia datang ke kedai kopi dua tahun lalu, kita kan tidak pernah bertemu dia lagi, Cak.”

“Cerita Paman Bhan pada saat itu tidak akan bosan-bosan kudengarkan, Or.”

“Cak, hari ini aku akan mendapatkan lencana kesatria.”

Cakra meniru gaya petinju dan mendaratkan pukulan jab di bahu Ori. “Akhirnya cita-cita jadi sopir bus tercapai juga!”

Keduanya tertawa keras.

“Cak, petugas taman yang ditembak kemarin kawan Pak Limalima.”

“Berarti ada sesuatu yang penting di taman, yang sedang diincar Orang Manyang.”

“Teman satu peleton, kata Pak Limalima ketika kami masih duduk di halte, setelah kamu dibawa.”

Keluar dari lift, mereka menuju ke kedai kopi.

“Cak! Or! Semangat pagi!” Pak Limalima berseru gembira sebab Ori dan Cakra memasuki kedai kopi dengan langkah penuh semangat.

“Semangat dan tangguh!” kata Ori sambil menarik kursi yang berada di sebelah Pak Limalima.

“Dan optimis!” sambung Cakra.

“Sanger, Pak!” Ori meninggikan suaranya sedikit pada saat berpaling ke arah si barista.

“Saya teh setengah panas, Pak!” sambung Cakra lagi.

Dengan sendok kecil Ori mengaduk-aduk kentalnya krimer pemanis di dasar gelas kopi yang baru saja diletakkan di depannya oleh si barista.

Lihat selengkapnya