Tuan Raksasa 6 konsep
Bagaimana caranya menggunakan kesempatan berdasarkan naluri? Keputusan harus cepat, jangan berpikir rumit. Sering Pak Tua bergumam demikian. Aku telah melakukan perhitungan yang tepat selama tujuh hari demi mendapatkan momen bagus seperti ini. Suasana sudah sepi. Si petugas keamanan sedang bersiap-siap menutup pintu dan gerak-geriknya terus dipantau oleh dua lanun tua yang sengaja datang menjelang bank tutup agar mendapatkan nomor antrian terakhir. Dua lanun tua siap membantu Pak Tua jika nantinya rencana yang telah kami persiapkan terkendala karena tindakan sok heroik si petugas keamanan.
“Antrean tiga ratus, silakan, Bapak.” Suara panggilan dari seorang wanita muda yang duduk di belakang meja teller terdengar merdu.
Aku masih mengintip, mengamati situasi di dalam ruang utama bank ini melalui celah ventilasi pintu toiletnya. Letaknya agak tersembunyi di ujung lorong kecil dalam bangunan ini. Saat ini tidak ada nasabah lain selain dua lanun tua. Yang terlihat di dalam ruangan seperti yang sudah kami perkirakan, hanya seorang petugas keamanan berpistol laser, seorang wanita muda yang sedang memperhatikan monitor komputer, dan Amir yang sedang menghitung uang di depan lemari besi.
Amir teman sekelasku masa SMA. Dia baru satu bulan bertugas di kota wisata ini. Aku sudah beberapa kali mengunjunginya di tempat kerjanya ini. Itulah sebabnya aku sangat menguasai setiap sudut ruangannya. Kemudian muncul ide merampok di otakku. Keinginanku disetujui Pak tua dan diberi acungan jempol. Aku menepuk bahu Pak Tua, dia pun berjongkok perlahan. Aku yang sudah lama duduk di punggungnya segera turun. Dengan gerakan cepat kami keluar dari toilet.
Pak Tua menodongkan pistol kunonya ke si petugas keamanan lantas merampas pistol lasernya yang tersemat di pinggangnya. Aku bergerak lincah melompati meja teller, lalu mengacungkan sangkur. Amir dan si wanita muda itu terdiam dan ketakutan dengan kehadiran dua lelaki bersebo. Maafkan aku teman, ini bukan pengkhianatan, ini hanyalah naluri lelaki muda yang mulai meniti karir petualangannya. Dua lanun tua yang masih duduk di kursi tunggu tentu saja bersandiwara menampilkan mimik wajah ketakutan juga.
Pak Tua membentak kedua pegawai bank itu, “Diam, jangan macam-macam!”