Tuan Raksasa 8 konsep
Talang anak semata wayang Pak Tua beserta sepuluh lelaki muda sepantar diriku sudah beberapa hari berada di kapal.
Talang mengajak serta seorang temannya, Bhan namanya. Yang lain, semuanya anak para lanun tua. Pak Tua menyerahkan mereka kepadaku tanpa berkata sepatah kata pun dan segera pulang.
Mereka menceritakan banyak hal tentang para lanun tua yang kini menikmati hari tua di penjara daratan dan tidak lama lagi akan dibuang ke Pulau Penjara. Semula mereka menyukai cerita-cerita dari para lanun tua tentang petualangan dan laut. Setelah peristiwa penangkapan itu, barulah mereka tahu bahwa sang ayah bukanlah pelaut di kapal dagang. Dan, karena sulitnya mendapatkan pekerjaan jika hanya mengandalkan ijazah SMA, mereka memutuskan ikut bergabung bersamaku, melanjutkan kisah petualangan para lanun tua. Karena merekalah! Aku belum berniat berhenti. Belajar dari kesalahan masa lalu bersama mereka aku menyusun kekuatan lagi dan meracik siasat baru.
Setelah menghabiskan waktu dua bulan latihan menembak dan berkelahi, para lanun muda kini tumbuh menjadi petarung tangguh. Tapi janganlah pernah berpikir bahwa kami ini segerombolan laki-laki yang jarang mandi, bau dan kumuh, apalagi sampai menutup sebelah mata. Tidak sebegitunyalah! Selain Talang dan Bhan, dua nama lain: D dan Limalima, cukup berbakat dan menjadi andalanku juga. Aku menaruh harapan besar pada Talang, dia mesti siap menggantikanku jika suatu hari nanti aku memutuskan pergi begitu daratan impianku kutemukan.
Kini tibalah waktunya bertualang lagi. Jeriken-jeriken berisi air tawar sedang disusun rapi di lantai perahu cepat. Para lanun muda itu juga menaikkan logistik lainnya untuk kebutuhan berlayar. Untuk membeli segala yang diperlukan tersebut. Kami berjalan kaki ke sebuah perkampungan di balik sebuah bukit. Semasa SMP, aku pernah beberapa kali ke tempat ini. Diajak memancing oleh ayahku ke pantai tersembunyi tempat perahu cepat kami menurunkan sauh saat ini. Untuk tiba di pantai tersembunyi tersebut, dari kampung itu aku dan ayahku harus mendaki bukit, mengikuti jalan setapak yang terbentuk secara alami karena seringnya dilalui pencari rotan dan kayu bakar. Selama pendakian, kami melewati kebun-kebun cengkeh milik penduduk sekitar. Lima belas menit kemudian kami akan melewati jalan kecil di depan sebuah rumah kayu kecil yang daun pintu dan jendelanya selalu tertutup rapat. Tanaman hias kembang sepatu, sedap malam, asoka, dan aneka tanaman bunga lainnya dijadikan pagar halamannya. Jangan pernah ke rumah itu! Walaupun hanya singgah sebentar untuk melepas lelah, kata ayahku. Menurut cerita seorang pencari rotan yang sering berpapasan dengan kami, rumah itu memang angker. Hanya dihuni pasangan suami istri. Anak-anak mereka sudah merantau dan mendapatkan pekerjaan di kota lain. Sang suami seorang nelayan yang jarang pulang. Bisa berhari-hari lamanya dia melaut. Pada suatu hari dia pulang membawa banyak ikan hasil tangkapannya. Dia tiba di rumahnya ketika hari mulai gelap. Dia memberi ikan-ikan itu kepada istrinya. Setelah melepas lelah sebentar di halaman rumah, dia ke kamar mandi. Alangkah terkejutnya dia mendapati seorang perempuan yang mulanya dia pikir itu istrinya, sedang menyiangi ikan menggunakan kuku jari tangannya yang panjang. Dia ketakutan dan segera turun ke kampungnya. Ketika tiba di kampung, orang ramai sedang berkumpul di rumah mertuanya, dan di pagar halaman rumah itu terikat secarik kain kuning pertanda ada yang berpulang. Ternyata istrinya sudah meninggal tiga hari yang lalu. Jadi, perempuan di rumah di atas bukit itu adalah makhluk halus yang datang mengganggunya. Setelah kejadian itulah rumahnya itu tidak lagi ditempati. Begitulah cerita si pencari rotan, benar tidaknya, kami pun tidak tahu pasti.
Tidak jauh dari rumah angker itu, kami bertemu mata air yang keluar melalui celah-celah bebatuan. Puluhan meter melewati tempat itu, jalan mulai melandai. Butuh waktu sepuluh menit untuk tiba di kaki bukit tempat pantai tersembunyi berada. Sepanjang garis pantainya dipenuhi bebatuan cadas, terumbu karang, dan terdapat lengkungan kecil yang sedikit menjorok ke dalam menyerupai teluk: pantai kecil berpasir putih dan berombak tenang. Tidak jauh di depannya ada dua pulau kecil berbukit yang menghalangi pandangan kami ke laut lepas. Jauh di sana, kami juga bisa melihat gugusan pulau kecil lainnya. Ada sedikit dataran berumput di kaki bukit, tempat kami mendirikan tenda ketika sesekali bermalam. Terkadang beberapa nelayan berlabuh mendatangi kami dan memberi kami ikan. Mereka duduk-duduk ngobrol melepas lelah seraya menyeruput kopi panas yang ayah sajikan. Aku mendengarkan obrolan mereka seraya menikmati indahnya taburan bintang di langit dan mengkhayalkan cita-citaku.
Di perairan tenang dan tidak jauh dari tempat bertemunya dua arus laut, di antara pulau-pulau kecil tidak berpenghuni itulah kapal kami berlabuh.
***
“Mulai hari ini kalian menciptakan sejarah kalian sendiri! Cerita tentang kalian bakal tertulis dan dibaca orang-orang pintar di kemudian hari. Dan yang paling penting! Kalian akan sangat dihormati jika punya banyak uang, camkan itu! Ayo kita arungi samudera!”
Para lanun muda yang tegap dan kekar itu dengan tangkas melompat ke dalam perahu cepat. Lalu perahu pun melaju kencang meninggalkan kicau burung murai dan hiruk-pikuk kawanan kera. Air laut di tempat-tempat tertentu tampak hijau, kebiruan, dan di dalamnya menghutan terumbu karang, rumahnya ikan-ikan kecil berwarna-warni. Amis tiram sesekali terbawa angin menerpa wajah kami.
***
“Sebentar lagi akan tiba kapal pengangkut sapi dari daratan lain. Keinginanku pasti sudah kalian pahami! Uang tidak mungkin turun dari langit. Tetapi yakinlah, capung besi kuno itu yang rela mengantarkannya untuk kita!”
Mereka tampak gesit dan tidak canggung lagi mengurusi tugasnya masing-masing. Mengurusi navigasi, mesin, serta hal-hal teknis lainnya.
Seperti para lanun muda yang semangatnya sedang membara, lautan pun sedang berada dalam siklusnya yang ganas. Gelombang sedang tinggi-tingginya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh lagi, kapal pengangkut sapi itu sesekali terlihat dan menghilang, seakan-akan lidah lautan teramat berhasrat mengulumnya.