Tuan Bhan 6 konsep
Topi hitam itu entah di mana jatuhnya. Semua tempat yang sering kusinggahi: kedai kopi, rumah Talang, bahkan lorong-lorong sudah dua kali kutelusuri. Aku sudah mencarinya kemana-mana, tapi tidak ketemu juga.
***
Pada suatu hari Minggu di awal musim hujan, aku membawa banyak buah kedondong ke toko Cempaka. Biasanya kalau ada neneknya banyaklah akalku supaya bisa berlama-lama di tempat itu. Ada saja yang akan kuobrolkan. Membualkan kesuksesan teman-teman masa SMA-ku hingga cerita-cerita masa kecil yang menyenangkan dan bercampur-aduk dalam kehebatan kakekku ketika masa mudanya membangun jembatan.
Akan tetapi, hari itu aku tidak perlu bercerita panjang lebar karena awan hitam yang sedari tadi menutupi langit kota akhirnya pecah juga. Tentu saja aku boleh bertahan di toko itu selama hujan belum reda. Dan, semakin berkibarlah senyumku, ternyata nenek dan adiknya baru saja pergi ke pasar ikan beberapa saat sebelum aku tiba.
“Orangtua-mu, sedang keluar juga?” tanyaku.
Cempaka diam, mungkin karena masih sibuk mengupas buah kedondong. Atau mungkin suara derasnya hujan menenggelamkan pertanyaanku barusan. Aku membesarkan sedikit suaraku. “Aku belum pernah bertemu orangtua-mu selama di sini.”