Roman menunggu semua santri yang baru saja mengikuti pelajaran bahasa Arab keluar dari ruangan kelas nomer 5. Di bangku guru, tampak Ustadz Subhan masih menulis sesuatu. Keinginan Roman sudah kuat, bahwa dia akan menemui Ustadz Subhan, berbicara berdua saja. Dilihatnya Ustadz Subhan mulai meletakkan bolpen dan berkemas-kemas. Kelas sudah hampir kosong.
Roman pun berdiri dan berjalan mendekati meja Ustadz Subhan. Melihat kedatangan Roman, Ustadz Subhan menghentikan aktivitas berkemasnya, lalu tersenyum kepada Roman. “Ada yang bisa Bapak bantu, Roman?” tanya Ustadz Subhan dengan nada lembut seperti biasa. Roman mengangguk cepat.
“Saya ingin berbicara empat mata dengan Ustadz,” jawab Roman mantap.
“Tentang apa?”
“Apakah kita bisa pindah ke ruangan lain?” tanya Roman begitu melihat ruangan kelas belum sepenuhnya sepi.
“Nggak perlu. Di sini saja, ceritakan. Bapak masih ada kerjaan lain menunggu,” jawab Ustadz Subhan tegas.
“Uhmm … saya, anu Ustadz … saya bingung harus memulai dari mana. Ehmm … saya bertemu orang yang sudah mati, Ustadz. Anu … tepatnya, santri yang sudah meninggal,” ujar Roman. Mata Roman lekat-lekat ke Ustadz Subhan. Remaja itu menangkap raut keterkejutan Ustadz Subhan setelah mendengarnya berbicara.
“Maksud kamu?” Ustadz seperti ingin memastikan bahwa dia tak salah dengar.
“Saya tahu ini mungkin terdengar gila, Ustadz. Tapi … saya, demi Allah tidak mengada-ada. Saya bertemu dengan sosok santri di pondok ini. Dia sudah meninggal. Itulah kenapa dulu saya sempat bertanya kepada Ustadz, apakah dalam Islam ada istilah hantu … Ustadz bilang tak ada landasannya secara agama. Terserah Ustadz mau mengartikan ini apa, mau hantu, jin atau apapun. Tapi saya melihatnya, Ustadz,” Roman mengusap dahinya yang mendadak berkeringat dingin.
Ustadz Subhan terdiam menatap Roman.
“Saya tidak hanya melihatnya, Ustadz. Saya berbicara dengannya,” sambung Roman.
“Berbicara? Dua arah? Ngobrol?” tanya Ustadz Subhan lagi.
Roman mengangguk dengan cepat.
Ustadz Subhan terdiam beberapa saat. Tangannya kembali sibuk merapikan buku dan bolpen yang sebenarnya tadi sudah dia rapikan. “Kamu mungkin belum sepenuhnya sehat setelah pingsan kemarin. Sepertinya kamu butuh istirahat lebih banyak. Mau bapak bikin janji dengan dokter pondok?” tanya Ustadz Subhan.