Di rumah sakit.
Satria menatap jendela, cahaya sore yang memancar membuatnya teringat pada senyum Tiara. Dia tidak pernah menyangka bahwa hati nya akan sesakit itu, kebohongannya akan menyakitkan hati Tiara selamanya.
"Tiara, maafkan aku," gumamnya pelan.
Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka. Seorang perawat masuk dengan membawa obat. "Bagaimana kondisi Anda, Pak Satria?" tanyanya ramah.
Satria mengangguk pelan. "Baik, Sus."
Perawat itu memeriksa kondisi Satria sebelum akhirnya keluar kembali. Satria kembali terjebak dalam lamunan. Dalam angan ia ingin meminta maaf pada Tiara' namun baginya tidak mungkin, sekali Dani tahu pertemuannya dengan Tiara' Satria tahu Dani akan menganggapnya musuh.
Dani adalah laki-laki baik, namun' Dani adalah sosok yang mudah marah dan pendendam, derajat Dani jelas lebih tinggi dari Satria, kehidupan Satria tergantung pada keluarga Dani.
Ayah Satria bekerja sebagai Sopir pribadi Ayah Dani, sementara Satria sendiri magang menjadi guru privat Raka adik Dani.
Hidup Satria dalam kebimbangan, mencintai wanita yang juga mencintai nya adalah harapan Satria, namun terpaksa Satria menjadi penghianat untuk Tiara' karena mencintai wanita yang juga di cintai anak majikan Ayahnya baginya adalah suatu masalah besar.
Satria mencoba turun dari ranjang tidur pasien. Mencoba mengalihkan pikiran dari hal yang membuat nya tak mengerti. Ia berjalan mendekati jendela kamar rawat.
"Satria!" Tegur Tiara yang baru saja datang, dan berdiri di ambang pintu.
Satria menoleh.
Mata indah Tiara menatap Satria dengan campuran keheranan dan keraguan. Satria terpaku, tidak percaya bahwa Tiara berani mengunjunginya setelah semua yang terjadi.
"Tiara ...?" Satria panggil pelan, berusaha tenangkan hati.
Tiara melangkah masuk, matanya tak pernah berpisah dari Satria. "Aku tidak sengaja kesini," katanya lembut.
Satria menggelengkan kepala, merasa bersalah. "Tiara, aku..."
Tiara mengangkat tangan, menghentikan kata-kata Satria. "Jangan bicara sekarang. Aku hanya ingin tahu, mengapa kamu membohongi aku? Oh iya, maaf. Kamu kenapa bisa ada di sini?" Suaranya terdengar lembut, tapi penuh kesedihan.
Satria menunduk, tidak berani menatap Tiara. Dia tahu, dia harus menjawab pertanyaan itu dengan jujur.
Satria kembali menatap Tiara, "Tiara aku minta maaf. Dan kamu mengapa datang kesini? Siapa yang memberi tahumu?"
Tiara tiba-tiba meneteskan air mata, "itu tidak penting Satria, tapi aku ingin tahu, kenapa kamu bohongi aku? Kamu bilang, kamu mencintaiku, dan pesan itu masih ada Satria!"
Satria tersenyum pahit, "aku hanya main-main Tiara, itu hanya candaan ku saja! Kenapa kamu mudah di bohongi?"
Tiara menampar Satria dengan keras, air matanya mengalir deras. "Candaan?" suaranya bergetar. "Aku percaya sama kamu, Satria. Aku mencintaimu."
Satria tidak bergerak, merasakan sakit fisik dan emosi. Dia tahu, dia tidak bisa menyangkal lagi. "Tiara, maaf... Aku tidak bermaksud menyakitimu. Kamu boleh menghajarku Tiara."
Tiara terpaku, wajahnya penuh kesedihan. "Kamu tidak bermaksud? Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan? Kamu menghancurkan hatiku, Satria!"
Satria merasa terpukul, ingin menjelaskan perasaannya yang sebenarnya. Tapi, dia takut segalanya.
"Apa yang kamu inginkan sekarang, Tiara?" tanya Satria, berusaha menahan emosi.
Tiara menatap Satria dengan mata kosong. "Aku ingin kamu anggap kita tidak pernah kenal. Selamanya!"