Kisah Pewaris Cinta dan Harta

Dinar sen
Chapter #11

Rahasia Satria


Matahari pagi menyapa dengan hangat, menyapa taman kecil di samping rumah yang dipenuhi aneka bunga. Mona, yang sebelumnya tersenyum lembut, menyiram bunga-bunga itu' berubah seketika saat menerima surat yang di sodorkan Satria.

Menatap Satria, matanya berkaca-kaca. Rasa tidak mampu berucap, takut kehilangan dan tak mau Satria semakin jatuh sakit.

“Bunda, ayok jawab,” desak Satria kembali bicara, suaranya terdengar sedikit serak.

Mona membuang muka, perasaannya sedih saat melihat raut wajah Satria yang tampak muram. “Satria, kamu kenapa tahu Surat ini?” tanyanya kembali menatap Satria, sedikit khawatir.

Satria menghela nafas, sesak di dada bicara tak jujur, namun ia terpaksa hanya memberi Surat hasil dari rumah sakit, padahal sebelumnya ia ingin menanyakan siapa dirinya sebenarnya. Ia tersenyum, "bunda tanya? Aku tahu dari mana surat ini? Apa bunda menutup kamar? Aku masuk mencari bunda! Aku kira bunda di kamar mandi, ternyata bunda di sini, dan aku menemukan surat ini di kamar bunda!"

Mona sedikit menunduk. matanya tertuju pada tulisan yang tercetak di atas kertas.

“Hasil laboratorium,” gumam Mona, suaranya bergetar.

Satria melipat kedua tangan di dada, matanya menatap Mona dengan penuh tanya.

“Satria, maaf. Iya, memang kamu memiliki penyakit jantung ini!" Jawab Mona, suaranya berbisik.

“Aku tidak mengerti, kenapa? bunda dan ayah diam tentang ini!” jawab Satria, suaranya terdengar meninggi. “kalau aku tahu, memangnya kenapa, bunda?"

Satria menatap penuh kecewa, matanya menahan tangis. Ia sedih bukan hanya karena sekedar penyakitnya, melainkan hal lain.

Mona mencoba jelaskan pada Satria dengan suaranya yang bergetar. "Bunda ... Bunda hanya ingin menjaga kamu.”

“Menjaga dari apa, Bunda?” tanya Satria, suaranya bergetar. “Kenapa bunda harus diam dariku?”

Mona menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca. "Bunda takut, kamu tambah drop, Sat ...,” jawabnya. “bunda takut kamu akan sedih, takut kamu akan merasa terbebani.”

“Terbebani? Terbebani apa, bunda?” tanya Satria, suaranya semakin meninggi. “Aku tidak mengerti.”

Mona menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. “Satria, kamu … kamu memiliki penyakit jantung, itu bukan penyakit yang enteng, tidak mudah bagi bunda, untuk katakan sama kamu ...,” jelasnya, suaranya bergetar. “bunda, tidak ingin kamu tahu, bunda takut kamu akan semakin drop, takut kamu akan merasa terbebani.”

Satria terdiam. Ia menatap surat di tangannya, kemudian menatap Mona dengan tatapan yang penuh dengan kekecewaan. "Ck ... Terserah bunda!"

Mona terdiam, air matanya mulai menetes. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Satria. Ia hanya bisa menatapnya penuh iba, Satria pergi. "Ya sudah lah. Maaf, aku harus pergi, Aku sudah ada janji!" Ucap Satria dengan penuh kekecewaan nya, lantas pergi begitu saja.

Mona menggelengkan kepala, ia tahu Satria pergi dengan hatinya yang kecewa.

Sementara Satria, Ia merasa hancur, hatinya seperti tercabik-cabik. Ia tidak pernah membayangkan bahwa kebenaran yang selama ini disembunyikan akan sepedih ini.

“Maaf, bunda … aku butuh waktu untuk mencerna semua ini,” batin Satria, sembari ia masuk ke dalam mobilnya.

Satria membanting pintu mobil, “Bunda, aku kecewa, bukan seperti ini yang aku mau, dari Bunda.” katanya dalam hati.

Satria lantas menyalakan mesin mobilnya, perlahan Satria kemudikan mobil.

"Bukan hanya penyakit yang aku pikirkan sekarang, tapi siapa aku sebenarnya? Kenapa bunda tidak mau bicara padaku?" Terus hatinya berkata-kata.

Lihat selengkapnya