Kisah Pewaris Cinta dan Harta

Dinar sen
Chapter #12

Tekad Satria

Tania di ikuti Surya, dengan langkah anggunnya, mendekati Satria yang tengah duduk berhadapan dengan Eyang Bramono. Senyum lembut terukir di wajahnya, namun matanya mencerminkan kekhawatiran yang sama yang dirasakan semua orang di rumah itu. Ia menyapa Satria, begitu pula Surya, dengan keramahan keduanya, Tania melirik ke arah Eyang Bramono yang tampak masih termenung.

“Eyang, apa yang terjadi? Suasana terasa berbeda,” tanya Tania dengan suara lembut, berusaha memecah keheningan yang mencekam.

Eyang Bramono menghela napas panjang. “Anisa dan Tommy… mereka menghina Satria, Tania. Perilaku mereka sungguh tidak pantas,” jawabnya, suaranya terdengar lesu. Ia kemudian menjelaskan keangkuhan Anisa dan Tommy, ia juga mengatakan tak suka jika Raka berada bersama Tania.

Surya, yang selama ini hanya mengamati, angkat bicara. “Saya rasa kita perlu bicara dengan mereka, eyang. Jika tidak, mereka akan kebablasan!" tegas Surya.

Satria hanya bisa diam. Sebagai tamu, sekaligus guru privat Raka' Satria tidak berhak ikut campur urusan keluarga Bramono, meski Tania dan Surya menganggapnya anak sendiri.

“Kamu benar. Kita harus memastikan Raka tidak terpengaruh oleh Anisa dan Tommy. Sudah cukup, Dani saja ... Raka jangan sampai seperti mereka. Mungkin kita perlu membicarakan ini dengan Raka," sahut eyang.

Ia melirik ke arah kamar Raka, berharap cucunya itu bisa mendapatkan ketenangan yang dibutuhkan.

Sementara Satria prihatin dengan kehidupan keluarga besar itu ... Di sisi lain' ia tengah merindukan keluarga kandungnya, ia justru di hadapkan dengan keluarga yang baginya terlihat kurang harmonis.

"Em ... Satria, saya mewakili kakak saya, memohon maaf atas ketidak nyamanan yang barusan terjadi. Kakak saya memang seperti itu orangnya ...," Tania tiba-tiba bicara pada Satria, membuyarkan lamunan dan renungan yang tengah ia alami.

Satria menoleh memandang Tania dengan senyum ramahnya."iya, Bu Tania tidak apa-apa, saya sudah biasa dengan perilaku beliau. Termasuk pada ayah saya."

Tania merasa iba, dan prihatin. Baginya kelakuan Anisa keterlaluan ... Melihat Satria, Tania benar-benar tidak bisa menganggapnya orang lain. Tatapan Satria baginya ada sesuatu yang tersembunyi.

Begitu Satria, melihat Tania seperti ada ikatan yang tidak bisa di lepaskan.

Eyang Bramono tersenyum lega. Ia merasa terbantu oleh inisiatif Tania, dan Surya. Kehadiran mereka memberikan secercah harapan di tengah suasana yang tegang.

“Ah, ngomong-ngomong lupakan hal tadi,” ucap Tania, suaranya ceria berusaha melepaskan suasana tegang yang masih sedikit terasa. Ia tersenyum ramah ke arah Satria.

“Bagaimana kabar Raka? Bagaimana perkembangan belajarnya selama ini? Les privatnya berjalan lancar?”

Satria tersenyum kembali, merasa lega karena percakapan beralih ke topik yang lebih ringan.

“Raka bisa mengikuti, Bu Tania. Ia cukup rajin dan mudah memahami pelajaran. Hanya saja, terkadang masih perlu diingatkan untuk lebih fokus. Secara keseluruhan, les privatnya berjalan lancar dan saya melihat perkembangan yang cukup signifikan.”

Tania mengangguk puas. “Bagus sekali. Saya senang mendengarnya." Ia lalu mengalihkan pembicaraan. “Lalu, bagaimana kuliahmu, Satria? Satu bulan lagi kamu akan lulus, ya? Sudah ada rencana selanjutnya?”

Satria mengangguk. “Iya, Bu Tania. Alhamdulillah, kuliah saya akan selesai bulan depan. Saya sudah mulai mempersiapkan beberapa hal, termasuk rencana untuk bergabung dengan perusahaan Eyang.”

Lihat selengkapnya