Kisah Pewaris Cinta dan Harta

Dinar sen
Chapter #14

Kehawatiran orang tua


Jam istirahat siang tiba.

Rezza, dengan seragam sopirnya yang masih rapi, bergegas pulang ke rumah kecilnya. Wajahnya tampak kusut, pikirannya dipenuhi kekhawatiran.

Ia duduk di meja makan sederhana, sebuah mangkuk nasi dan sepotong telur dadar menjadi makan siangnya yang sederhana. Mona, istrinya, menatapnya dengan penuh tanya.


“Ada apa, Mas? Wajahmu terlihat sangat khawatir,” tanya Mona lembut, menaruh segelas teh manis di depan Rezza.


Rezza menghela napas panjang, menceritakan apa yang baru saja ia dengar dari Bosnya, sahabat Surya. “Pak Surya… dia masuk rumah sakit, Bunda.”


Mona mengerutkan kening. “Pak Surya? Kenapa?”


Rezza menceritakan kembali apa yang ia ketahui. “Katanya, Pak Surya terkena serangan jantung. Mendadak. Aku… aku merasa tidak enak hati, Bunda.” Ia mengusap wajahnya, rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya.


Mona mendengarkan dengan seksama, perlahan-lahan ia mulai mengerti. “Pak Surya… dia yang membiayai pengobatan Satria waktu itu, kan?”


Rezza mengangguk. “Iya. Bahkan, dia dan istrinya, Ibu Tania, sangat baik pada Satria. Mereka menganggap Satria seperti anak sendiri.” Rezza terdiam sejenak, menatap mangkuk nasinya yang masih tersisa. “Padahal, Satria… Satria juga anak kita, Bund. Anak angkat, tapi tetap anak kita.”


Mona meraih tangan Rezza, mengucapkan kata-kata yang selama ini terpendam. “Aku tahu, Mas. Aku juga merasa bersalah. Kita belum pernah menceritakan semuanya pada Satria. Kita terlalu takut untuk memberitahunya.”


Rezza mengangguk setuju. Ketakutan akan reaksi Satria, ketakutan akan penolakan, telah membuat mereka menunda-nunda pengakuan itu. Kini, dengan kondisi Surya yang kritis, rasa bersalah itu semakin menghimpit. Mereka harus melakukan sesuatu. Mereka harus memberitahu Satria. Dan mereka harus mengunjungi Surya di rumah sakit.


“Kita harus ke rumah sakit, Bunda. Kita harus menjenguk Pak Surya.” Rezza berkata dengan suara mantap, seolah-olah menemukan kekuatan baru di tengah kekhawatirannya.


Mona mengangguk, meskipun rasa cemas masih menyelimuti hatinya. “iya, Mas. kita ke rumah sakit sekarang. Tapi, apa Mas sudah izin dengan pak Rony? Kalau Mas mau menjenguk Pak Surya,"

"Sudah, bunda tenang saja... Pak Rony tidak seperti pak Tommy." Ujar Rezza menenangkan.


Selesai dengan urusan itu, Tania menuturkan Satria perlu tahu tentang Surya dan juga tentang dirinya sendiri. Menurutnya Ini saat yang tepat untuk berbicara.


Sementara Rezza meraih ponselnya dan mulai mencari alamat rumah sakit tempat Surya dirawat. Dalam hati, ia berharap agar semuanya berjalan lancar. Ia tahu bahwa pertemuan ini akan menjadi momen penting, bukan hanya untuk Satria, tetapi juga untuk mereka sebagai orang tua.

Setelah beberapa menit, Rezza menutup ponselnya dan berdiri. “Ayo, Bunda. Kita tidak bisa menunda lagi. Waktuku sebentar, takut nanti non Maya menunggu.”

"Iya, Mas." Mona berdiri sejenak ia menuju kamarnya, mengambil tas tenteng miliknya, sebelum akhirnya pergi bersama Rezza.

Mereka berdua keluar dari rumah dengan perasaan campur aduk, antara harapan dan ketakutan.


Di dalam mobil, suasana hening. Hanya suara mesin yang terdengar, sementara pikiran mereka melayang jauh, memikirkan apa yang akan terjadi nantinya.


.....


Sesampainya di rumah sakit, mereka disambut oleh aroma antiseptik yang khas. Rezza dan Mona saling berpandangan, seolah-olah saling memberi semangat.

Mereka menuju ruang rawat inap Surya, dan setiap langkah terasa semakin berat.


Ketika mereka tiba di depan pintu kamar' Rezza mengambil napas dalam-dalam dan mengetuk pelan. Pintu terbuka, dan mereka melihat Surya terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat namun tetap menunjukkan senyum hangat ketika melihat mereka.

sementara Tania menyambut hangat penuh haru pada Mona dan Rezza.


“pak Rezza, ibu Mona… kalian datang,” kata Tania dengan suara sendu. “saya senang sekali.”


Mona menghampiri Tania dan menggenggam tangannya. “Kami khawatir, Bu. Bagaimana keadaan pak Surya?” tanya Mona sembari melirik ke arah Surya.


Surya tersenyum, meski terlihat jelas bahwa ia sedang berjuang melawan rasa sakit. "Saya baik-baik saja. Hanya butuh sedikit waktu untuk pulih. Yang penting, Saya ingin bicara dengan pak Rezza dan bu Mona, kebetulan sekali anda datang. Sebelumnya saya sebagai om Dani' minta maaf atas perilaku Dani terhadap Satria.” ucapnya Surya terdengar lemah.


Rezza merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata Surya. Rezza juga merasa tidak mengerti maksud Surya. “Kami yang minta maaf karena selama ini, Satria selalu merepotkan pak Surya dan bu Tania. Tapi sebelumnya saya mohon maaf, jujur kami tidak mengerti maksud pak Surya." Ujar Rezza.

Lihat selengkapnya