Sinar matahari pagi menyinari wajah Satria. Ia membuka matanya perlahan, merasakan tubuhnya masih lemas. Pandangannya masih kabur, namun ia bisa mendengar suara samar-samar di dekatnya. “Bun …,” bisiknya, suaranya serak.
Bunda Satria yang duduk di samping ranjangnya langsung mendekat. “Satria, kamu sudah sadar! Alhamdulillah,” ujarnya, air mata haru membasahi pipinya.
“Maya … di mana, bun?” tanya Satria, suaranya masih lemah. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum pingsan. Wajah Maya yang panik terbayang jelas di benaknya.
“Maya semalam pulang di jemput ibunya, dia menunggu kamu semalam,” jawab bunda nya, mengusap lembut rambut Satria. “Kamu istirahat dulu, Sat. Jangan terlalu banyak bicara.”
Satria mengangguk lemah. Ia memejamkan mata sejenak, merasakan kelegaan karena Maya baik-baik saja. Beberapa saat kemudian, suara ketukan pintu yang lembut memecah kesunyian ruangan.
Bunda Satria membukakan pintu, seorang Dokter dan satu perawat masuk. Sapa pagi dari seorang Dokter dan perawat yang akan memeriksa Satria.
"Bagaimana perasaannya mas Satria, masih sakit?" Tanya Dokter, sembari memeriksanya.
"Sedikit Dok," jawabnya lemah,
“Iya, mas Satria harus lebih banyak istirahat, tensi darah anda tinggi, sebaiknya jangan terlalu capek." Dokter memberi pengertian. "Kalau begitu saya keluar dulu, masih banyak pasien yang harus saya tangani, mas Satria cepat sembuh ya ...," imbuh Dokter lantas kembali keluar bersama perawat.
Bergantian dengan keluarnya Dokter, Maya datang mengetuk pintu. Senyum sapa menyambut kedatangan Maya dari Bunda Satria, Maya masuk setelah mendapat sapaan dari Bunda Satria.
Maya mendekat, menyalami dan mencium punggung tangan Bunda Satria.
" May ...," Satria memanggil dengan lemah.
Maya menoleh melempar senyum manisnya. “Satria ,” jawabnya, lantas melangkah mendekatinya, "hai ... Gimana, kedaanmu? Sudah enakan?" Sapanya, suaranya lembut.
Air mata seketika menggenang di pelupuk mata , Maya lega Satria sudah sadar, dan juga karena rasa takut yang masih menghantuinya, ia duduk di bangku samping ranjang Satria.
Satria menggenggam tangan Maya erat-erat, merasakan kekuatan dan cinta yang terpancar dari sentuhan kekasihnya. Di tengah rasa sakit dan kelemahan fisiknya, kehadiran Maya memberinya kekuatan dan harapan baru.
Ia tahu, perjalanan menuju kesembuhan masih panjang, namun dengan Maya di sisinya, ia merasa mampu menghadapi semua tantangan yang akan datang. Secercah harapan itu kembali menyala lebih terang, memberinya semangat untuk sembuh dan membangun masa depan bersama Maya.
Beberapa detik Satria hampir terlupa, Sang bunda deham ... Genggaman tangan' Satria lepaskan.