Kisah Protokol X

Penulis N
Chapter #5

5

Pukul lima sore, Naura dan Zio sampai di tempat yang sudah disepakati bersama Aldo, sebuah taman kecil di sisi kampus yang jarang dilewati orang. Tempat ini seperti menjadi saksi bisu dari banyak percakapan yang tak terucapkan. Di sini, antara tumpukan buku dan riuhnya aktivitas kampus, ada cerita-cerita yang lebih dalam dan lebih gelap.

Naura melihat Aldo duduk di bangku taman dengan ekspresi serius. Tidak seperti biasanya, ia terlihat lebih dewasa, seakan ada beban berat yang ia bawa. Ketika mereka mendekat, Aldo langsung menatap mereka dengan mata yang penuh pertanyaan.

"Naura, Zio... aku rasa kalian sudah mulai tahu lebih banyak daripada yang kalian kira," kata Aldo, suara sedikit terburu-buru.

Naura menatapnya tajam. "Apa maksudnya? Aldo, jangan bikin kami makin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi sama Kayla?"

Aldo menarik napas panjang, matanya memandang ke arah langit senja, seakan mencari-cari kata-kata yang tepat. "Kayla... dia bukan cuma sekadar teman yang kalian kenal. Ada lebih banyak hal yang nggak kalian tahu tentang dia. Yang kalian lihat hanyalah permukaan dari masalah yang lebih besar."

Zio mendekat, memperhatikan Aldo dengan seksama. "Kamu tahu sesuatu, kan? Apa yang harus kita lakukan?"

Aldo menggeleng pelan, seolah masih ragu untuk melanjutkan. "Aku nggak tahu pasti harus mulai dari mana. Tapi, kalian harus tahu bahwa orang-orang yang mengancam Kayla bukan orang biasa. Mereka punya kekuasaan di kampus ini. Kalian nggak bisa cuma mengandalkan apa yang kalian tahu."

Naura dan Zio saling bertukar pandang, bingung dan penasaran. "Kekuasaan? Apa maksudmu?" tanya Zio.

Aldo menunduk, menghela napas berat. "Kayla dulu... dia sempat masuk ke dalam organisasi rahasia kampus. Mungkin kalian nggak tahu, tapi ada kelompok-kelompok yang mengendalikan hampir segala hal di sini, termasuk keputusan-keputusan besar. Kayla terjebak dalam salah satu kelompok itu."

Naura merasakan hatinya berdegup kencang. "Jadi, dia sengaja masuk ke dalam itu? Untuk apa?"

"Aku nggak tahu pasti. Tapi yang jelas, sejak dia masuk, semuanya jadi berubah. Dan sekarang, kelompok itu mulai menuntutnya untuk melakukan hal-hal yang nggak bisa dia lakukan," jawab Aldo, wajahnya penuh kecemasan.

Zio mengernyitkan dahi. "Jadi, ini bukan cuma soal hubungan pertemanan biasa. Ada hal lain yang lebih besar, yang mungkin kita nggak tahu selama ini?"

Aldo mengangguk. "Betul. Mereka nggak akan berhenti sampai Kayla memberikan apa yang mereka inginkan. Dan kalau dia nggak bisa melakukannya, ada bahaya yang mengancamnya."

Naura merasa tubuhnya kaku. "Lalu, kita bisa apa? Kayla masih teman kita, Aldo. Kita nggak bisa biarkan dia terjebak dalam situasi seperti ini."

Aldo menatap mereka, matanya penuh penyesalan. "Aku tahu, tapi kalian nggak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kelompok itu sangat berbahaya. Aku pernah melihat mereka menghancurkan orang-orang yang mencoba melawan mereka. Kalau kalian terlalu jauh terlibat, kalian bisa jadi sasaran mereka juga."

Zio meneguk ludah, wajahnya serius. "Jadi, kita cuma diam? Kita nggak bisa begitu, Aldo."

Aldo mengerutkan kening. "Kalian nggak ngerti. Kalau kalian ingin membantu Kayla, kalian harus berhati-hati. Jangan sampai kalian juga jadi target. Ini bukan cuma soal dia, tapi juga soal kalian."

Naura merasa bingung. Keputusan apa yang harus mereka ambil? Mereka tidak bisa begitu saja mundur, tapi mereka juga tahu betapa berbahayanya situasi ini. Semua yang mereka kira aman ternyata penuh dengan jebakan dan intrik yang mereka tidak tahu.

Naura menatap Zio. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Zio menghela napas, menatap Aldo, lalu kembali menatap Naura. "Kita nggak bisa cuma diam. Kayla butuh bantuan kita."

Aldo menatap mereka dengan ekspresi serius. "Aku nggak bisa beri kalian informasi lebih banyak dari ini. Tapi kalau kalian memutuskan untuk melangkah lebih jauh, kalian harus siap dengan segala kemungkinan."

Naura dan Zio hanya bisa saling pandang. Di satu sisi, mereka tahu mereka tidak bisa mundur. Namun, di sisi lain, mereka juga sadar bahwa pilihan mereka bisa membawa mereka pada bahaya yang lebih besar.

Malam itu, Naura dan Zio pulang dengan perasaan campur aduk. Mereka harus segera membuat keputusan. Kelompok misterius yang terlibat dengan Kayla semakin memburuk, dan mereka semakin merasa terjebak dalam dunia yang tak mereka pahami. Semua yang terjadi di kampus ini, yang awalnya terasa ringan dan penuh harapan, kini berubah menjadi medan pertempuran yang tak terlihat.

"Zio..." Naura memulai percakapan saat mereka berjalan keluar dari kampus. "Aku nggak tahu harus gimana. Tapi aku nggak bisa tinggal diam begitu saja."

Zio menatapnya dan tersenyum tipis. "Kita harus lakukan apa yang menurut kita benar. Tapi tetap hati-hati, Naura. Kita nggak tahu siapa yang bisa kita percayai."

Naura mengangguk. "Aku nggak akan mundur. Kayla itu sahabat kita. Kita nggak bisa biarkan dia jatuh sendirian."

Zio menghela napas dan berjalan di samping Naura. Mereka tahu perjalanan mereka baru saja dimulai, dan mungkin, banyak hal yang lebih gelap yang harus mereka hadapi ke depan.

Keesokan harinya, Naura dan Zio duduk di salah satu kafe kampus yang ramai. Suara ketikan keyboard, obrolan teman-teman, dan bunyi mesin kopi menciptakan suasana yang terasa semakin asing bagi mereka. Ketika Naura memesan kopi, pikirannya masih terganggu dengan percakapan malam tadi bersama Aldo.

Zio, yang duduk di depannya, tampak lebih tenang. Namun, Naura tahu, ia juga tidak bisa menenangkan pikirannya. Mereka berdua kini harus membuat keputusan yang tidak mudah—terlibat lebih jauh dalam masalah Kayla atau mundur, meski itu terasa tidak mungkin.

"Naura, kamu yakin kita bisa ngelakuin ini?" Zio bertanya, sambil mengaduk kopi di cangkirnya.

Naura menatap cangkir kopinya yang hampir kosong. "Aku nggak tahu, Zio. Tapi kalau kita nggak bantu Kayla, siapa lagi?"

Zio mengangguk, meski wajahnya menunjukkan ketegangan. "Tapi Aldo bilang kalau ini bukan masalah yang bisa diselesaikan dengan cara biasa. Kayla terjebak dalam permainan besar yang nggak kita pahami."

"Entahlah. Aku cuma nggak bisa ngerasa tenang kalau kita cuma diam aja. Kita harus cari tahu lebih banyak, entah itu bahaya atau nggak," jawab Naura dengan suara lebih mantap.

"Setuju." Zio mengambil napas dalam-dalam. "Jadi, langkah pertama kita harus apa?"

Naura memiringkan kepala, merenung. "Mungkin kita harus mulai dengan mencari tahu lebih banyak tentang kelompok itu. Aldo nggak mau cerita banyak, tapi pasti ada informasi yang bisa kita gali di luar sana. Kayla nggak akan sendirian, kan?"

Zio tersenyum tipis. "Kayla nggak pernah sendirian. Kamu selalu ada buat dia, Naura."

Naura tersenyum, meskipun ada rasa cemas yang masih menyelubungi hatinya. "Kita akan cari cara untuk bantu dia. Semua ini nggak cuma soal dia, Zio. Ini soal kita juga."

Sepulang dari kafe, mereka memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kampus, tempat yang paling tenang dan penuh dengan informasi. Dengan laptop dan buku di tangan, mereka mencari segala sesuatu yang bisa memberi petunjuk tentang kelompok rahasia yang Aldo sebutkan. Namun, semakin mereka mencari, semakin banyak yang mereka temui.

Lihat selengkapnya