Naura dan Zio berjalan perlahan menuju gedung perkuliahan, pikiran mereka masih terganggu oleh percakapan mereka dengan pria misterius di kafe. Rasanya, seperti ada sesuatu yang mengintai mereka, menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan dirinya.
"Jadi, siapa yang kita cari sekarang?" tanya Zio, menatap Naura dengan wajah serius. "Pria itu bilang kalau kita harus mencari orang yang terdekat dengan kita. Tapi siapa?"
Naura menghela napas panjang. "Aku nggak tahu, Zio. Tapi rasanya... kita sudah salah menilai seseorang. Mungkin ada orang yang lebih tahu dari yang kita kira."
Zio mengerutkan kening. "Kamu maksud siapa?"
Naura mengalihkan pandangannya ke luar jendela, menatap langit biru yang mulai terlihat mendung. "Dosen kita, Pak Aditya. Kamu nggak merasa dia sedikit... aneh?"
Zio mengangguk perlahan. "Aku tahu, aku juga sempat berpikir soal dia. Tapi kenapa dia mau bantu kita? Kalau dia tahu sesuatu, kenapa nggak bilang langsung?"
Itu pertanyaan yang sulit dijawab, dan Naura merasa perasaan yang sama. Pak Aditya memang terlihat ramah, tapi ada sesuatu yang tersembunyi dalam sikapnya, yang kadang terasa sedikit terlalu misterius untuk sekadar seorang dosen.
"Kalau kita periksa lebih dalam tentang dia? Kita bisa mulai dengan mencari tahu lebih banyak tentang latar belakang Pak Aditya, kan?" Naura memberi usul.
Zio menatapnya dengan serius. "Kita harus hati-hati, Naura. Jangan sampai kita salah langkah. Bisa-bisa malah kita jadi lebih terjebak dalam drama ini."
Naura tersenyum tipis. "Aku tahu, Zio. Tapi kita nggak bisa cuma duduk diam. Kita harus mulai mencari tahu siapa yang sebenarnya ada di balik semua ini."
Mereka berdua berhenti di depan gedung kampus, menatap gedung yang tampaknya menyembunyikan lebih banyak rahasia daripada yang mereka duga. Dengan tekad baru, mereka melangkah masuk.
Sore itu, di ruang dosen...
Pak Aditya sedang duduk di mejanya, tampaknya sedang memeriksa beberapa berkas. Naura dan Zio duduk di kursi di depannya, hati mereka berdebar-debar. Mereka memutuskan untuk berbicara dengan Pak Aditya tentang kelompok misterius itu, tapi mereka harus berhati-hati agar tidak mencurigakan.
"Pak Aditya," Naura mulai dengan suara yang agak ragu, "kami ingin bertanya tentang beberapa hal yang belakangan ini mengganggu pikiran kami. Mungkin Anda bisa membantu kami?"
Pak Aditya menatap Naura dan Zio dengan tatapan yang dalam, seolah sedang menilai apa yang ada di pikiran mereka. "Tentu, Naura. Apa yang ingin kalian bicarakan?"
Zio yang duduk di samping Naura menoleh ke arah Pak Aditya. "Kami... kami merasa ada yang nggak beres dengan beberapa hal yang terjadi di kampus ini. Ada rumor tentang kelompok tertentu yang katanya beroperasi di sini. Kami cuma penasaran, apakah Anda tahu sesuatu tentang itu?"
Pak Aditya terdiam sejenak, seakan mencerna pertanyaan mereka. Setelah beberapa detik, dia akhirnya berkata, "Rumor memang selalu ada di kampus ini, Zio. Tapi saya rasa, kalian sebaiknya tidak terlalu terjebak dalam hal-hal seperti itu. Banyak hal yang lebih penting yang harus kalian fokuskan."
Zio merasa ada yang tidak biasa dari jawaban Pak Aditya. "Tapi, Pak, kalau ada hal-hal yang kami perlu tahu—"
Pak Aditya memotong, suaranya lebih berat. "Zio, kalian harus berhati-hati dengan apa yang kalian cari. Ada beberapa hal yang lebih baik tetap dibiarkan menjadi misteri."
Naura merasakan ketegangan yang semakin tebal di ruangan itu. "Tapi Pak Aditya, kami hanya ingin tahu... Apakah ada yang bisa membantu kami memahami apa yang terjadi di kampus ini?"
Pak Aditya menatap mereka berdua dengan serius, lalu menghela napas. "Seperti yang saya katakan, ada banyak hal di kampus ini yang tidak kalian pahami. Tetapi, percayalah pada saya, ada alasan kenapa hal-hal itu tidak dijelaskan secara terbuka."
Ada jeda panjang yang membungkam percakapan mereka. Zio dan Naura saling pandang, kebingungannya semakin bertambah. Mereka merasa Pak Aditya menyembunyikan sesuatu, tapi apa itu?
"Terima kasih, Pak," kata Naura akhirnya, mencoba mengakhiri percakapan dengan nada yang tenang, meskipun dalam hatinya masih penuh dengan pertanyaan.
Pak Aditya tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak bisa menyembunyikan kesan bahwa dia tahu lebih banyak dari yang dia izinkan untuk dibicarakan. "Hati-hati, Naura, Zio. Ada lebih banyak yang kalian cari, dan semakin kalian mencari, semakin dalam kalian akan terjebak."
Dengan kata-kata itu, mereka berdua bangkit dan keluar dari ruang dosen, perasaan mereka semakin tercampur antara ketegangan dan kebingungannya.
Naura dan Zio berjalan menyusuri koridor kampus dengan langkah yang berat. Meskipun mereka baru saja keluar dari ruang dosen, suasana sepertinya semakin gelap dan penuh misteri. Pak Aditya jelas menyembunyikan sesuatu, dan itu semakin terasa jelas setelah percakapan mereka. Naura memikirkan setiap kata yang diucapkan oleh dosen itu, sementara Zio hanya diam, sepertinya sedang mencerna semua informasi yang baru saja mereka dapatkan.
"Apa maksud Pak Aditya dengan 'lebih dalam kalian mencari, semakin dalam kalian terjebak'?" tanya Zio akhirnya, memecah keheningan.
Naura mengernyit, merenung. "Aku juga nggak tahu, Zio. Tapi yang jelas, dia nggak mau kita mencari tahu lebih jauh, kan? Ada sesuatu yang disembunyikan."
Zio mengangguk setuju. "Ya, dan aku nggak suka perasaan ini. Seperti ada yang mengancam, tapi nggak jelas siapa."
Mereka sampai di luar gedung perkuliahan, berdiri di bawah pohon besar yang biasanya menjadi tempat mereka duduk untuk berbicara panjang lebar tentang hal-hal yang terjadi di kampus. Namun kali ini, suasananya berbeda. Rasanya, seakan ada bayangan yang mengintai dari belakang setiap sudut kampus.
"Naura," Zio memulai, suaranya rendah dan penuh perhatian, "apa kamu yakin kita harus terus mencari tahu tentang kelompok itu? Aku merasa... ini bisa jadi sangat berbahaya."
Naura menatap Zio dengan tatapan yang tegas. "Zio, kita nggak bisa mundur sekarang. Kita sudah terlalu dalam terlibat dalam ini. Kita harus tahu apa yang sedang terjadi di kampus ini. Ini bukan cuma tentang kelompok itu, tapi tentang apa yang disembunyikan dari kita semua."
Zio menghela napas, tampaknya masih ragu. "Aku tahu, tapi kadang-kadang aku merasa kita bukan cuma berurusan dengan kelompok itu, tapi ada sesuatu yang lebih besar lagi. Dan kita nggak tahu apa yang bisa terjadi kalau kita terus menggali."
Naura menepuk bahu Zio dengan lembut, mencoba memberikan sedikit ketenangan. "Aku paham, Zio. Tapi jika kita nggak mulai mencari tahu sekarang, kita mungkin nggak akan pernah tahu jawabannya. Kalau bukan kita, siapa lagi yang bisa mengungkapnya?"
Zio menatap Naura sejenak, lalu akhirnya mengangguk, tanda setuju. "Oke, kalau kamu yakin. Tapi kita harus hati-hati."