Setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan Leo, Naura dan Zio merasa semakin tidak pasti tentang apa yang sedang mereka hadapi. Rasanya, setiap langkah yang mereka ambil malah membawa mereka lebih dalam ke dalam labirin misteri yang sulit untuk dijelaskan.
Malam itu, Naura tidak bisa tidur. Pikiran tentang Leo dan peringatannya terus mengganggu. Mereka harus berhenti? Atau mereka harus melanjutkan?
"Apa yang harus kita lakukan, Zio?" tanya Naura, sambil menatap langit malam dari jendela kamarnya. "Leo bilang kita harus berhenti. Tapi... rasanya, kita nggak bisa begitu saja mundur."
Zio duduk di meja belajarnya, menyandarkan punggung ke kursi, matanya kosong menatap layar ponselnya. "Aku tahu, Naura. Tapi kenapa Leo bisa begitu yakin kalau kita bakal terjerumus ke masalah yang lebih besar? Ada sesuatu yang kita belum tahu tentang dia."
Naura mengangguk pelan. "Aku merasa Leo menyembunyikan sesuatu. Dia tidak hanya memberi peringatan, dia juga ingin menguasai situasi. Tapi kita tidak bisa berhenti sekarang. Kita harus tahu lebih banyak."
Zio terdiam. Dia merasa persis seperti Naura. Mereka sudah masuk terlalu jauh untuk mundur. Tidak ada jalan kembali. Pencarian mereka belum selesai, dan semakin banyak petunjuk yang mereka temukan, semakin mereka merasa seperti ada sesuatu yang sangat besar yang sedang mereka hadapi.
Esok harinya, Naura dan Zio bertemu lagi di kafe kampus, tempat mereka sering menghabiskan waktu untuk berdiskusi. Mereka duduk di pojok yang agak terpencil, seperti biasa, sambil menatap buku yang terbuka di meja mereka. Mereka tahu, informasi yang mereka temukan di buku itu bisa menjadi kunci untuk mengungkap semuanya.
"Kita harus ke perpustakaan lagi," kata Zio akhirnya, memecah keheningan. "Aku rasa ada sesuatu yang lebih dalam di sana. Buku itu cuma sebagian kecil dari apa yang bisa kita temukan."
Naura menatap Zio, merasa ragu. "Tapi Leo tadi bilang kita harus berhenti. Kalau kita ke sana lagi dan ketahuan, bisa-bisa kita justru semakin terperangkap."
Zio menyandarkan diri di kursinya, menatap Naura dengan tatapan serius. "Aku nggak mau takut sama peringatan Leo. Kita harus lanjut. Kalau kita mundur, kita nggak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Naura menghela napas panjang. "Oke. Kalau begitu, kita ke perpustakaan lagi. Tapi kita harus lebih hati-hati kali ini."
Mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan pencarian mereka. Mereka tahu betul bahwa apa yang mereka hadapi bukanlah hal biasa. Semakin dalam mereka menggali, semakin banyak yang harus mereka hadapi.
Sesampainya di perpustakaan, mereka langsung menuju ke rak buku yang sebelumnya mereka temukan. Mereka tidak tahu harus mulai dari mana, tapi mereka merasa seperti ada sesuatu yang sangat besar yang terselip di antara halaman-halaman yang belum mereka baca.
Naura menarik salah satu buku yang terletak di rak paling atas dan membuka halaman-halamannya. Matanya menyisir teks-teks lama yang penuh dengan catatan tangan yang sudah mulai pudar.
"Zio, lihat ini!" Naura berteriak pelan, menunjuk ke salah satu bagian buku yang baru saja ia buka. "Ini catatan tambahan dari seseorang yang dulu pernah mencari informasi tentang 'Sang Penjaga'."
Zio mendekat dan mulai membaca dengan cermat. "Ini... ini lebih serius dari yang kita kira," kata Zio pelan. "Ada nama yang disebut-sebut di sini. Dan... ada sesuatu tentang perjanjian yang dibuat dengan 'Sang Penjaga'."
Naura semakin penasaran. "Apa maksudnya? Perjanjian?"
Zio meliriknya, wajahnya menunjukkan kegelisahan. "Sepertinya, 'Sang Penjaga' bukan hanya sekedar kelompok mahasiswa. Mereka punya pengaruh besar, bahkan lebih dari itu. Mereka bisa mempengaruhi apa yang terjadi di kampus ini. Dan sepertinya ada perjanjian yang melibatkan banyak orang."
Naura menatap Zio dengan serius. "Kita harus tahu lebih banyak. Kita nggak bisa berhenti sekarang."
Zio menatapnya, tahu bahwa mereka tidak akan mundur. "Kita harus hati-hati. Tapi aku setuju, kita nggak bisa berhenti."
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar mendekat, dan Naura dan Zio langsung menoleh. Seorang wanita, yang mereka kenal sebagai salah satu anggota fakultas, berdiri di depan mereka dengan tatapan tajam.
"Apakah kalian mencari sesuatu yang seharusnya tidak kalian temukan?" tanya wanita itu dengan nada yang membuat Naura dan Zio merinding.
Naura dan Zio saling berpandangan, terkejut dengan kedatangan wanita itu. Wajah wanita itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, hanya tatapan tajam yang membuat mereka merasa seolah-olah mereka telah melakukan sesuatu yang sangat salah.
"Bu... Bu Maya," Naura mencoba berbicara, sedikit ragu. "Kami hanya... sedang mencari buku yang kami butuhkan. Tidak ada yang salah, kan?"
Wanita itu, yang dikenal sebagai salah satu dosen di kampus, masih berdiri tegak dengan tangan terlipat di dada. "Tidak ada yang salah?" Dia menyeringai tipis. "Kalian berdua sudah tahu terlalu banyak. Dan kalian tidak akan bisa menyembunyikan apapun lagi dari kami."
Zio langsung berdiri, mencoba menenangkan situasi. "Kami hanya mencari informasi tentang sejarah kampus. Tidak ada yang lebih dari itu, Bu. Kami tidak bermaksud untuk... menggali hal-hal yang tidak perlu."
Bu Maya menggelengkan kepalanya pelan. "Kalian tidak tahu apa yang sedang kalian hadapi, Naura, Zio. Kalian sedang berada di jalur yang sangat berbahaya. Ini bukan hanya soal informasi, ini soal keberadaan kalian di sini."
Naura merasa perasaan tidak nyaman semakin menguasai dirinya. "Apa maksudnya, Bu? Kenapa kami tidak boleh tahu lebih banyak tentang ini?"
Bu Maya menarik napas panjang dan mendekat, suaranya tiba-tiba menjadi lebih rendah dan serius. "Kalian bertanya terlalu banyak, dan kadang-kadang, mencari jawaban hanya akan membawa lebih banyak masalah. Sang Penjaga bukanlah kelompok yang bisa kalian lawan tanpa konsekuensi."
Zio menatap Bu Maya dengan penuh rasa ingin tahu. "Jadi, kalian tahu tentang Sang Penjaga? Apa yang sebenarnya mereka inginkan?"