Kisah Protokol X

Penulis N
Chapter #11

11

Naura tak bisa tidur semalaman. Nama "Rayhan" terus berputar di kepalanya seperti kaset rusak. Siapa dia sebenarnya? Apa hubungannya dengan Alfred? Dan... kenapa semua orang seolah menyembunyakan eksistensinya?

Pagi harinya, Naura dan Zio memutuskan mendatangi perpustakaan pusat kampus. Tempat itu punya akses ke arsip digital dan dokumen-dokumen tua yang tidak bisa ditemukan di internet biasa.

Zio mengetik kata kunci: "Rayhan F."

Layar hanya menampilkan satu hasil.

Akun tidak ditemukan. Data telah dihapus.

Naura mendesis. "Hilang semua?"

Zio mengangguk. "Gak mungkin hilang segini bersihnya kalau bukan sengaja dihapus dari pusat sistem."

Mereka berpindah ke komputer petugas arsip. Setelah sedikit membujuk dengan alasan tugas riset dosen, mereka diizinkan melihat log aktivitas dari lima tahun lalu—tahun saat Alfred pertama kali bergabung dengan Divisi S.E.M.U.

Dan di sana, Naura menemukan sesuatu.

Nama: Rayhan Fauzan

Status: Mahasiswa Aktif Teknik Informatika

Tahun Masuk: 5 tahun lalu

Tahun Keluar: Tidak tercatat

Keterangan: Non-aktif karena alasan medis

"Ada nama belakangnya!" seru Naura. "Fauzan! Tapi kenapa nggak pernah disebut?"

Zio menautkan alis. "Mungkin karena dia nggak pernah benar-benar keluar dari kampus ini."

Naura menatapnya.

"Kalau dia non-aktif karena alasan medis... bisa jadi dia dijadikan kelinci percobaan. Proyek mereka gagal, dia disembunyikan... dan sekarang, mungkin dia kembali."

Naura menelan ludah. "Kalau Rayhan hidup... berarti selama ini dia mengawasi kita?"

Zio mengangguk pelan. "Dan bisa jadi... dia yang kirim pesan ke kamu."

Sebuah teori lain muncul dalam benak Naura. "Tapi kenapa kasih tahu kita? Bukannya dia bagian dari eksperimen itu juga?"

Zio menarik napas panjang. "Mungkin dia korban. Sama kayak Alfred. Bedanya, dia ingin balas dendam."

Naura menggigit bibir. "Kita harus cari dia."

Sebelum Zio bisa menjawab, ponsel Naura kembali bergetar. Kali ini, tidak hanya pesan... tapi sebuah foto. Terlihat seorang pria duduk di bangku taman kampus, mengenakan hoodie hitam, wajahnya tidak jelas karena tertutup bayangan.

Tapi yang membuat Naura tercekat adalah tulisan yang menyertainya:

"Kita pernah satu ruangan. Kamu tidak sadar."

Naura memandangi foto itu berkali-kali. Lokasinya tidak asing—taman belakang gedung B, tempat yang jarang dilewati mahasiswa karena terlalu sepi dan katanya... agak angker.

"Aku pernah ke sana waktu awal semester," gumamnya pelan.

Zio langsung berdiri. "Kita ke sana sekarang."

Perjalanan ke taman belakang gedung B bukan hal sulit, tapi suasananya memang... lain. Pepohonan rindang memayungi jalan setapak berlumut. Angin berembus aneh, membawa aroma tanah basah dan dedaunan mati.

Lihat selengkapnya