Kisah Protokol X

Penulis N
Chapter #12

12

Naura dan Zio berdiri di depan layar besar, terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru mereka temukan. Percakapan mereka semakin mendalam, sementara beban semakin berat di pundak mereka.

"Rayhan... apa yang sudah terjadi padamu?" Naura berbisik, matanya terkunci pada wajah Rayhan di layar, yang tampak jauh dari dirinya yang dulu. Tidak ada senyuman atau semangat yang dulu membuatnya istimewa. Hanya ada kekosongan.

Zio menatapnya dengan ekspresi serius. "Kita harus terus maju. Kalau dia benar-benar terlibat dalam eksperimen ini, kita harus menemukan dia sebelum segalanya terlambat."

Naura mengangguk, meski rasa khawatir terus membayangi dirinya. "Tapi bagaimana kalau... dia tidak ingat siapa kita lagi? Atau bahkan tidak ingin kita menemukannya?"

Zio menghela napas, kemudian berjalan ke rak buku dan mulai mencari dokumen lebih lanjut. "Aku rasa, eksperimen ini mungkin lebih berbahaya dari yang kita kira. Kalau Rayhan tidak ingat kita, itu berarti dia telah diprogram ulang. Dan kalau dia tidak ingin ditemukan..." Zio menatap Naura dengan serius, "mungkin dia bukan lagi Rayhan yang kita kenal."

Perasaan cemas menyelimuti Naura. Tapi dia tahu satu hal: mereka harus melanjutkan pencarian ini, tidak peduli apapun yang terjadi.

Mereka melangkah keluar dari ruangan itu dan kembali ke lorong sempit yang sama. Namun, ketika mereka hendak melewati pintu masuk yang sama, suara langkah kaki terdengar dari ujung lorong. Naura dan Zio berhenti sejenak, saling berpandangan, menilai situasi.

"Kita harus keluar dari sini sekarang," Zio berbisik. Naura mengangguk, mencoba untuk tidak panik. Mereka berdua berlari secepat mungkin menuju pintu keluar. Namun, tiba-tiba, Naura merasa ada yang menghalangi jalan mereka.

Dua sosok berdiri di depan pintu keluar. Wajah mereka tidak bisa terlihat jelas karena cahaya yang redup, namun postur tubuh mereka menunjukkan kekuatan yang cukup untuk menghalangi mereka pergi.

Naura berbisik kepada Zio, "Siapa mereka?"

Zio menatap dengan cemas. "Sepertinya mereka bukan bagian dari kampus. Aku rasa ini... mereka yang bekerja untuk eksperimen itu."

Salah satu sosok itu bergerak maju, mengenakan masker dan pakaian hitam, seolah siap untuk menghadapi mereka. "Kalian tidak boleh keluar dari sini," suara pria itu terdengar berat dan tegas.

Naura dan Zio saling berpandangan. "Kalian ingin mencegah kami keluar?" Zio bertanya dengan suara rendah.

Pria itu mengangguk. "Kalian telah mengetahui terlalu banyak. Kami tidak bisa membiarkan kalian mengungkap semuanya."

Tanpa banyak bicara, Zio bergegas maju dan mencoba melawan pria itu. Namun, pria tersebut dengan cepat menghindar dan menangkis serangan Zio. Tubuh Zio terhuyung mundur, dan Naura langsung berlari untuk menyelamatkannya.

Namun, sebelum mereka bisa membuat langkah lebih jauh, sosok kedua bergerak maju dengan cepat, menghalangi jalan mereka. Naura merasa tenggorokannya tercekat—ini lebih buruk daripada yang mereka kira.

"Kami hanya mencari jawaban," Naura berseru, matanya menatap pria itu penuh harapan. "Kalian tidak perlu menghentikan kami."

Pria itu mengangkat tangan, memberi sinyal pada temannya untuk mundur. "Jawaban yang kalian cari lebih berbahaya daripada yang kalian bayangkan."

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di kejauhan. Ada lebih banyak orang yang mendekat, dan waktu mereka semakin sempit.

Zio melirik Naura dan berbisik, "Kita harus pergi sekarang."

Naura mengangguk dan mereka berdua mencoba berlari menuju jalur lain di lorong, berharap bisa melarikan diri. Namun, saat mereka berbelok, sebuah pintu terbuka di depan mereka, dan seseorang melangkah keluar—wajahnya tertutup bayangan, tapi Naura bisa merasakan kehadirannya.

"Apa yang kalian cari?" suara itu terdengar familiar, dan seketika itu juga Naura menegakkan tubuhnya. Itu suara Rayhan.

Zio juga terlihat kaget. "Rayhan? Kamu—kamu masih hidup?"

Pria itu hanya tersenyum tipis, namun tidak ada rasa kebahagiaan atau kehangatan di matanya. "Aku masih hidup, tapi aku bukan Rayhan yang kalian kenal lagi. Aku hanya sebuah eksperimen yang gagal. Dan kalian—kalian telah mengetahui terlalu banyak."

Naura dan Zio terpaku, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua yang mereka percayai kini berubah dalam sekejap. Rayhan yang mereka kenal, teman mereka, mungkin sudah tidak ada lagi.

Rayhan melangkah maju, lalu mengulurkan tangannya ke depan. "Tapi, mungkin kalian masih bisa selamat, jika kalian berhenti mencari jawaban."

Naura merasa cemas, tetapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa ini adalah titik balik dari segalanya. Pencarian mereka baru saja dimulai, dan mereka harus siap untuk menghadapi kenyataan yang lebih besar dari apa yang pernah mereka bayangkan.

Naura merasakan tubuhnya kaku. Suasana yang semula penuh dengan harapan kini berubah menjadi mencekam. Rayhan yang mereka kenal, teman yang selalu ceria dan penuh semangat, kini tampak seperti bayangan dari sosok yang sama sekali berbeda.

Zio berdiri di sampingnya, napasnya terengah-engah. "Rayhan... kamu berubah. Kamu... bukan dia lagi, kan?"

Rayhan hanya tersenyum samar, tidak ada kehangatan sama sekali dalam ekspresinya. "Aku masih Rayhan. Hanya saja, kamu tidak bisa mengerti apa yang sudah terjadi padaku. Kamu tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjalani eksperimen ini."

Naura menggigit bibirnya, menahan emosi. "Kita bisa membantu kamu. Rayhan, kamu masih bisa kembali seperti dulu. Kami bisa bawa kamu keluar dari sini."

Tapi Rayhan menggelengkan kepalanya, menatap mereka dengan pandangan kosong. "Kalian tidak mengerti, Naura. Tidak ada yang bisa kembali seperti dulu. Aku sudah terperangkap dalam eksperimen ini. Kalau aku keluar, semua yang ada di sekitarku akan hancur. Dan kalian juga..."

Zio melangkah maju, suaranya penuh kekesalan. "Kamu pikir dengan mengasingkan diri, semua ini akan selesai begitu saja? Kalau kamu tidak bisa keluar, setidaknya kami akan mencoba membantu. Kami tidak akan berhenti, Rayhan."

Rayhan terdiam sejenak, seolah berpikir. Lalu dia menghela napas panjang, matanya berubah serius. "Aku tidak ingin melukai kalian, tapi eksperimen ini jauh lebih berbahaya daripada yang kalian pikirkan. Jika kalian terus mencari jawaban, kalian akan semakin terperangkap dalam permainan yang tidak ada habisnya."

Naura menatapnya dengan penuh tekad. "Kami sudah sampai sejauh ini. Kami tidak akan mundur hanya karena ketakutanmu. Kita bisa menemukan cara lain untuk menyelesaikan ini."

Rayhan mengalihkan pandangannya, matanya tampak lelah. "Kalian pikir kalian bisa menyelesaikan semuanya begitu saja? Dunia ini sudah berubah, Naura. Dan kalian terjebak di dalamnya tanpa kalian sadari."

Lihat selengkapnya