Kisah Protokol X

Penulis N
Chapter #13

13

Naura dan Zio keluar dari ruang lab yang tampaknya lebih seperti markas tersembunyi, di bawah tanah kampus. Setelah mendengar pengakuan pria misterius itu, benak mereka penuh dengan pertanyaan, dan hati mereka dihantui ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Kita nggak bisa cuma diam, Zio. Kita harus cari cara buat ngungkapin semuanya. Kita nggak bisa biarin mereka bebas begitu aja," kata Naura dengan suara tegas, walaupun pikirannya berputar-putar mencoba memproses semua informasi yang baru saja mereka dengar.

Zio mengangguk, meskipun wajahnya terlihat kacau. "Iya, kita nggak bisa biarin mereka terus mengontrol Rayhan atau siapa pun yang jadi percobaan mereka. Tapi gimana caranya kita bisa melawan? Mereka jelas punya kekuatan yang lebih besar dari kita."

Naura menggigit bibir, berpikir keras. "Kita harus cari sekutu. Mungkin ada orang-orang di luar sana yang juga tahu atau setidaknya bisa bantu kita cari tahu lebih banyak tentang apa yang mereka rencanakan."

Zio meliriknya dengan serius. "Tapi siapa yang bisa kita percayai? Kita nggak tahu siapa aja yang terlibat di dalam ini, siapa yang bisa jadi musuh, atau malah teman."

Naura menghela napas. "Itulah kenapa kita harus hati-hati. Kita mulai dari orang yang kita kenal dulu, teman-teman kita, dan mungkin dosen yang punya pengaruh di kampus. Mereka bisa jadi langkah pertama buat kita mencari tahu lebih banyak."

Namun, saat Naura dan Zio melangkah menuju pintu keluar kampus, perasaan cemas kembali menyeruak. Mereka tahu ini bukan hanya soal menyelamatkan Rayhan. Ini tentang melawan kekuatan besar yang bisa saja mengubah jalannya kehidupan mereka dan orang-orang di sekitar mereka.

Mereka terus berjalan di lorong kampus yang hampir kosong. Kampus yang dulu terasa seperti rumah bagi Naura kini terasa asing dan menakutkan. Setiap sudut, setiap langkah, seolah membawa ancaman yang tak terlihat. Semua yang mereka pikirkan tentang dunia kampus mereka kini terguncang. Apa yang mereka hadapi bukan sekadar masalah pribadi, tetapi sesuatu yang lebih besar dari itu.

Zio akhirnya berhenti sejenak di depan pintu keluar kampus. "Naura," katanya dengan nada serius, "kita harus siap dengan segala kemungkinan. Kalau mereka tahu kita mulai menyelidiki ini, mereka bisa melakukan apa saja untuk menghentikan kita."

Naura menatapnya, matanya penuh tekad. "Kita nggak bisa mundur sekarang. Rayhan nggak boleh jadi korban mereka. Dan kita juga nggak boleh membiarkan ini terus berlanjut."

Zio menghela napas berat. "Aku tahu. Aku cuma... khawatir. Tapi kalau kita nggak melawan, siapa lagi yang akan melakukannya?"

Naura tersenyum tipis. "Kita nggak sendirian, Zio. Kita punya teman-teman yang akan bantu kita. Sarah, misalnya. Dia bisa membantu kita untuk menggali lebih dalam lagi soal ini."

Zio mengangguk. "Ya, semoga kita bisa menemukan lebih banyak petunjuk. Karena satu-satunya cara kita bisa menang adalah kalau kita tahu apa yang sebenarnya mereka rencanakan."

Mereka berdua berbalik dan berjalan keluar kampus menuju tempat parkir. Ketegangan antara mereka berdua terasa jelas. Setiap langkah mereka penuh dengan beban yang berat, tetapi Naura tahu bahwa mereka tak bisa mundur. Ini adalah langkah pertama untuk melawan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar drama kampus.

Di tengah kegelapan malam, Naura merasa bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.

Hari berikutnya, Naura dan Zio berkumpul di kafe kampus, tempat mereka biasanya bertemu setelah kelas selesai. Kali ini, mereka tidak hanya membicarakan tugas atau rencana semalam, tetapi sesuatu yang lebih besar dan lebih serius. Naura sudah menyiapkan strategi untuk melibatkan lebih banyak orang yang bisa mereka percaya.

"Kita harus segera mencari tahu siapa di antara teman-teman kita yang bisa membantu. Kita nggak bisa terus bergerak sendirian," kata Naura sambil menatap Zio yang duduk di depannya.

Zio menyandarkan punggungnya ke kursi, tangan menggenggam cangkir kopi yang hampir habis. "Aku tahu, Naura. Tapi harus diingat, kita nggak bisa sembarangan pilih orang. Kita harus tahu siapa yang bisa kita percayai, siapa yang nggak bisa."

Naura mengangguk, matanya masih penuh tekad. "Aku udah mikir, Sarah pasti bisa bantu kita. Dia nggak akan tinggal diam kalau tahu ini tentang eksperimen rahasia. Dia cukup pintar buat cari tahu hal-hal yang kita nggak tahu. Selain itu, kita harus coba hubungi beberapa dosen yang bisa kita percayai. Dosen yang nggak terlibat dalam proyek-proyek penelitian kampus yang misterius itu."

"Kalau mereka tahu kita mulai curiga, bisa-bisa kita jadi target," kata Zio dengan nada khawatir.

"Gak ada pilihan lain, Zio. Kalau kita nggak bertindak sekarang, mereka bakal terus mengendalikan semuanya. Ini lebih dari sekadar drama kampus yang selama ini kita jalani. Ini tentang masa depan kita semua," jawab Naura, suaranya makin tegas.

Sebelum Zio bisa merespon, Sarah muncul dengan senyuman khasnya. Dia melangkah mendekat dan duduk tanpa basa-basi. "Apa kabar, orang-orang yang suka berencana? Ada yang seru nih yang mau dibahas?"

Naura dan Zio saling bertukar pandang sejenak, lalu Naura membuka percakapan. "Sarah, kita butuh bantuanmu. Ini bukan soal tugas kampus atau hubungan antar mahasiswa. Ini soal hal yang lebih besar dari itu. Tentang eksperimen yang sedang berlangsung di kampus ini, dan ada kemungkinan Rayhan jadi salah satu korban."

Sarah langsung menatap Naura dengan serius. "Apa? Rayhan? Kenapa?"

Naura menjelaskan perlahan, mencoba menyampaikan semua informasi yang telah mereka gali selama ini. Tentang eksperimen rahasia yang melibatkan mahasiswa dan dosen yang tak terlihat. Tentang orang-orang misterius yang punya kekuasaan di balik layar.

"Aku nggak bisa percaya ini, Naura," kata Sarah setelah mendengarkan dengan seksama. "Tapi... kalau itu benar, kita harus bertindak cepat. Kita nggak bisa biarkan mereka terus mengendalikan kampus seperti ini."

Zio mengangguk. "Kita butuh informasi lebih banyak, Sarah. Dan kita butuh bantuan dari orang-orang yang punya pengaruh di sini."

"Baik, aku mulai cari cara untuk nyari tahu lebih banyak. Mungkin kita bisa ke ruang arsip kampus, atau cari dokumentasi lain yang bisa membantu. Tapi kita harus hati-hati, jangan sampai ketahuan," jawab Sarah, sudah mulai berpikir keras.

Naura merasa lega. Setidaknya, mereka sekarang punya satu sekutu yang benar-benar bisa diandalkan. "Aku akan mulai kontak beberapa dosen yang aku tahu bisa dipercaya. Kita perlu bantuan mereka, dan kita nggak bisa ragu."

Lihat selengkapnya