Langkah kaki mereka semakin cepat, semakin tergesa-gesa. Naura bisa merasakan napasnya mulai memburu, dada terasa sesak, namun dia tidak boleh berhenti. Zio memimpin, matanya tajam memindai setiap sudut lorong sempit yang mereka lewati. Mereka harus keluar, harus pergi sebelum semuanya terlambat.
Sarah mengikuti di belakang Naura, menoleh sesekali, memastikan tidak ada yang menguntit mereka. Udara di ruang bawah tanah terasa semakin berat, seolah ada sesuatu yang mengintai mereka dari kegelapan.
Pintu di depan mereka terbuka, memunculkan jalan keluar yang lebih terang. Mereka telah sampai di halaman belakang gedung, jauh dari pusat kontrol tempat mereka baru saja berada. Namun, mereka tahu itu tidak berarti mereka aman. Malah, mungkin justru lebih berbahaya di luar sana.
"Ke mana sekarang?" tanya Sarah, suaranya sedikit terengah-engah. Wajahnya penuh dengan kecemasan, tetapi dia berusaha tetap tenang.
Naura menatap Zio, yang tampaknya sedang memikirkan rencana selanjutnya. "Kita harus segera keluar dari kota ini," jawab Zio, tangannya memegang ponsel dan mencoba menghubungi seseorang. "Aku punya seseorang yang bisa membantu kita, tapi kita harus cepat."
"Siapa orang itu?" tanya Naura, meski dia tahu Zio pasti tidak akan memberitahunya semuanya.
"Teman lama," jawab Zio singkat, menutup pembicaraan. "Kita harus sampai ke tempat yang aman. Jangan sampai kita terpisah."
Mereka mulai berjalan menuju sebuah jalan kecil yang mengarah keluar dari kota. Di kejauhan, Naura bisa melihat beberapa kendaraan patroli bergerak di jalan utama. Mereka harus berhati-hati. Setiap gerakan harus diperhitungkan.
Zio berjalan cepat, menuntun mereka melewati lorong-lorong sempit dan jalan-jalan kecil yang tampaknya sepi, namun tak ada yang bisa Naura percayai saat itu. Hanya Zio yang dia yakini bisa membawa mereka keluar hidup-hidup.
"Apa sebenarnya yang terjadi, Zio?" tanya Naura, berhenti sejenak dan menatap Zio dengan serius. "Kenapa Aurelian melakukan ini? Apa yang sebenarnya dia inginkan?"
Zio menghela napas panjang. "Aurelian... dia bukan hanya orang yang mengendalikan eksperimen ini, Naura. Dia seorang yang ingin menguasai lebih dari sekadar pikiran manusia. Dia ingin mengubah cara dunia ini bekerja—dengan menciptakan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kekuasaan. Ini tentang memanipulasi masa depan, dan aku yakin dia tak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan."
Naura merasakan sensasi dingin merayap di tubuhnya. Dia sudah mendengar cukup banyak hal yang membuatnya semakin yakin bahwa ini bukan lagi sekadar permainan kekuasaan. Aurelian punya rencana yang lebih besar—lebih jahat dari yang mereka bayangkan.
"Aku nggak bisa tenang sebelum semuanya jelas," kata Naura pelan, matanya menerawang jauh ke depan.
Zio menatapnya dengan serius. "Aku tahu, Naura. Aku juga merasa begitu. Tapi kita harus keluar dari sini dulu. Kita nggak bisa menangani semua ini sendirian."
Ketiganya melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa saat berjalan cepat, mereka sampai di tempat yang Zio tuju. Di ujung jalan, ada sebuah mobil yang terparkir dengan pengemudi yang terlihat menunggu. Zio langsung mendekati mobil itu, membuka pintu belakang, dan memberi isyarat agar mereka ikut masuk.
Begitu mereka masuk, mobil melaju dengan cepat, melintasi jalanan yang sudah mulai sepi. Naura menatap pemandangan lewat kaca jendela, merasa sedikit lega. Tapi rasa tenang itu tidak bertahan lama.
Di dalam mobil, Zio berbicara dengan seseorang lewat telepon, berusaha mendapatkan informasi lebih lanjut. Naura dan Sarah hanya saling bertukar pandang. Masih banyak yang harus mereka ungkapkan.
"Ini belum selesai," kata Zio dengan suara serius. "Aku takut Aurelian tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan yang dia inginkan. Kita hanya baru saja menyentuh permukaan."
Naura memejamkan mata sejenak. Semua yang terjadi begitu cepat, begitu membingungkan, tapi satu hal yang jelas: mereka harus bertindak. Tidak ada waktu lagi untuk takut.
Mobil terus melaju, meninggalkan kota yang penuh dengan misteri dan bahaya. Namun, Naura tahu—perjalanan mereka baru saja dimulai.
Mobil melaju kencang, menyusuri jalan yang semakin sunyi. Udara malam yang dingin menyelimuti kota yang perlahan menghilang di belakang mereka. Naura duduk diam di belakang, matanya terpejam, mencoba menghilangkan ketegangan yang sejak tadi mengendap. Sarah duduk di sampingnya, wajahnya cemas, sementara Zio duduk di depan, berbicara serius dengan seseorang di telepon.
"Ada kabar terbaru?" tanya Naura akhirnya, mencoba memecah kesunyian yang mencekam. Hanya suara deru mesin mobil dan percakapan Zio yang terdengar.
Zio meletakkan teleponnya dan menoleh ke belakang. "Aurelian sudah tahu kita keluar dari kota. Aku merasa kita tak punya banyak waktu lagi."
Naura mengerutkan kening. "Apa maksudmu? Bukankah kita sudah cukup jauh dari sana?"
Zio menghela napas. "Tidak cukup jauh. Aurelian punya jaringan yang luas. Dan dia tak akan berhenti mengejar kita. Kita harus segera sampai ke tempat yang aman."
Mobil melaju semakin cepat, seakan Zio berusaha menghindari sesuatu yang lebih buruk. Naura merasa ada ketegangan yang lebih besar, seperti ada sesuatu yang tak terlihat di depan mereka. Dia menatap ke luar jendela, mencoba menangkap petunjuk, namun yang ada hanya kegelapan malam yang membentang.
"Kita harus berpisah," kata Zio setelah beberapa saat. "Kita nggak bisa bergerak bersama-sama terus. Kita terlalu mencolok."
Naura menoleh, mencoba mencerna kata-kata Zio. "Berpisah? Maksudmu?"
"Ada tempat aman yang sudah aku atur," Zio menjelaskan, suaranya lebih serius dari sebelumnya. "Aku akan pergi dengan Sarah. Kamu akan pergi sendiri."
"Tunggu, Zio!" Naura hampir melompat dari tempat duduknya. "Apa maksudnya kamu pergi dengan Sarah, dan aku sendirian?"