Pramuria (Waitress)

Awang Nurhakim
Chapter #16

Berkabung

Dengan tergesa-gesa Teddy membawa mobilnya keluar rumah bersama Layla. Meninggalkan Bram yang sepertinya sudah memahami permasalahan mereka. Tujuan mereka sudah pasti menuju bandara Sukarno Hatta untuk selanjutnya ke Batam.

Layla mempermasalahkan komunikasinya dengan Teddy yang terputus. Teddy mengatakan sibuk kesana kemari sehingga sinyal handphone sering ngadat. Layla hanya mengiyakan saja. Padahal didalam hati masih banyak pertanyaan yang ingin disampaikan. 

Seperti pembawaan Teddy yang tidak seperti biasanya, kalut dan tergesa-gesa. Di wajahnya tampak ketegangan yang nyata. Emosinya terlihat sangat jelas tidak stabil. Belum lagi saat berbicara suaranya serak dan gemetar. 

Sementara mobil terus meluncur menuju bandara Sukarno-Hatta. Sesaat menjelang memasuki Gerbang bandara, Teddy menghentikan mobilnya. Di ujung sana terlihat banyak mobil Polisi parkir. Beberapa Polisi nampak berjaga-jaga di sekitarnya.

Mengetahui jalan masuk bandara di blokir Polisi, Teddy memutar balik mobilnya. Sekarang mereka dalam perjalanan sebaliknya. Dari kaca spion dapat terlihat jelas sebuah mobil Polisi mengikutinya.

“Ted, kok balik lagi?” tanya Layla.

“Kita akan masuk melalui jalan alternative saja,” jawab Teddy beralasan.

“Sepertinya ada yang mengikuti kita, Ted,” kata Layla lagi.

“Pokoknya kamu tenang saja,” balasnya seperti tidak terpengaruh.

“Sepertinya mobil Polisi,” Layla mulai bimbang.

“Eh, kamu membahas itu lagi,” sahut Teddy.

“Kalau berhubungan dengan Polisi pasti aku bahas,” Layla tegas.

Teddy tidak menjawab kata-kata Layla. Karena mobil di belakang terus membuntuti, Teddy membawa mobilnya berkeliling. Mulanya dari Monumen Dirgantara menuju Pacific Place. Lalu melewati Mangga dua, Grand Indonesia, hingga Blok M.

Didalam mobil Layla dan Teddy terlibat percakapan lagi.

“Ted, kenapa sih dengan Polisi?” tanya Layla berpura-pura.

“Kenapa juga kamu nanya-nanya, sudahlah .…” pinta Teddy.

“Nggak, soalnya aku di interogasi lagi sama Polisi,” kata Layla.

“Kalau masalah dengan Polisi, aku sudah biasa,” Teddy memandang dengan tatapan serius.

“Hati-hati, Ted. Di kamar banyak bekas alat suntik dan botol-botol minuman keras. Kalau ketahuan Polisi bisa ditangkap ....” gerutu Layla.

“Ya mana aku tahu? Tanya saja sama mbok Darmi,” balas Teddy.

“Aku curiga rumahmu sering dipakai pesta narkoba,” Kata Layla lagi, Teddy terdiam. 

Setelah dipikir selama ini Layla bingung, kenapa Teddy sering dikaitkan dengan narkoba. Ternyata di rumahnya sendiri seperti sudah biasa dipakai tempat sakaw. Layla masih menganalisa segala kemungkinan yang akan terjadi. 

Teddy yang memegang stir sibuk mengendalikan mobilnya. Mobil yang tadi membuntuti menyalip laju mobilnya secara mendadak dan menikung ke kiri. Teddy secara reflek banting stir kekanan dan langsung gas pool balas menyalip. 

Hal itu membuat Layla sedikit kaget. Sehingga menanggapi aksi Teddy yang terlihat emosi.

“Awas Ted, mengemudinya yang benar,” Layla menatap Teddy dengan senyum kecutnya.

“Ahh!” Teddy kesal. Mobil yang di-kendarai hampir menyenggol pembatas jalan.

“Sebenarnya ada apa, Ted? Kok kayaknya kamu nggak nyaman sama Polisi?” 

“Sudahlah, La. Pokoknya kamu ikut aku.” Teddy terdiam lagi. 

Layla menarik nafasnya dalam-dalam dengan penuh keheranan. Jelas-jelas mobil Polisi tadi meminta agar mobil Teddy berhenti. Kenapa Teddy tidak menuruti dan malah tancap gas. Layla sudah tidak berani bertanya lagi. Keduanya sama-sama diam.

Sementara mobil Teddy terus melaju cepat meninggalkan mobil Polisi di belakangnya. Dia berusaha mencari jalan alternative menuju Bandara. Tetapi jalan ke semua arah menuju Bandara sudah blokir Polisi.

Teddy terus berputar-putar membawa mobilnya tak tentu arah. Manuver mobilnya makin lama semakin sempit. Hampir semua rute jalan sudah di blokir dan dijaga ketat oleh Polisi. Tanpa di sadari ternyata mobil mengarah kembali ke jalan menuju rumahnya.

Teddy yang terlihat terkejut langsung membawa mobilnya kembali pulang. Di teras rumah Bram yang tadi di tinggalkan terlihat masih duduk termenung. Teddy langsung menggandeng tangan Layla masuk ke dalam rumah.

“Ayo Bram, kita masuk ngobrol lagi di dalam,” sapa Teddy ketika melewatinya. Bram hanya menganggukkan kepala.

“Ayo Bram …,” Layla menambahkan karena melihat Bram tidak bereaksi.

“Iyaa …,” jawabnya. Tampak sekali Bram juga bingung menanggapi Teddy dan Layla.

Setelah ketiganya duduk di dalam rumah, semua saling terdiam. Suasana bertambah tegang, sesaat Teddy mengeluarkan senjata api pistol dari pinggangnya. Lalu meletakkan ke atas meja di depannya.

“Bram, aku pesen sama kamu,” kata Teddy selanjutnya mengarah pada Bram, “Kalau nanti terjadi apa-apa sama aku, tolong aku titip Lala …,” suaranya terhenti.

“Tenangkanlah dirimu Ted, tidak akan terjadi apa-apa pada dirimu,” Bram menenangkan.

“Ted, memangnya apa yang terjadi?” Layla tidak mempercayai masih bingung.

Teddy tidak menjawab, hatinya gelisah dan gugup. Wajahnya murung seperti baru sadar apa yang terjadi. Berkali-kali dia menghela nafas dan memandangi keduanya bergantian. Meski terlihat sangat emosional dia berusaha tampak tenang.

“Jujur, aku telah terjebak dalam lingkaran Narkotika. Sekarang Polisi sedang berusaha menangkapku,” ucapnya perlahan.

“Kamu harus sabar, Ted. Semua harus di hadapi dengan pikiran jernih. Simpanlah kembali senjatamu,” Bram berusaha menasehati.

Lihat selengkapnya