Sepeninggal Bram dari rumah Mak Rusti dan suaminya, Layla mengobrol dengan suami-isteri pemilik rumah itu. Mereka berprofesi hanya sebagai pembuat dan penjual makanan jajanan. Bukan orang kaya sebagaimana layaknya.
Suami isteri itu ketakutan dan gemetaran bertemu Layla. Baru sekali ini rumahnya di datangi wanita cantik seperti selebritis. Mereka mengira Layla telah tersesat ataupun salah alamat. Layla pun menjadi malu dan serba salah. Tetapi dia segera menyadari, dia datang kesini hanya sebagai pelarian.
Layla memperlihatkan kartu nama Teddy yang beralamat tepat di rumah ini. Dia mengatakan sengaja ke Jakarta untuk bertemu Teddy. Menurut keterangan Mak Rusti, Teddy memang mengontrak rumah ini. Akan tetapi sejak terjadi kerusuhan di Jakarta, Teddy menghilang dan Mak Rusti tidak tahu keberadaannya.
Mak Rusti selanjutnya bercerita saat Teddy datang, rumah baru selesai dibangun. Orang itu perlu rumah, sementara Mak Rusti perlu modal. Maka rumah lalu disewakan kepadanya. Mak Rusti tinggal di rumah lama di belakangnya.
“Hingga saat ini Teddy tidak pernah datang lagi kesini,” kata Mak Rusti.
“Yang kudengar di daerah ini telah terjadi operasi besar-besaran penertiban dan penangkapan para penjahat?” tanya Layla.
“Benar, banyak warga kampung sebelah yang ditangkap. Mereka dituduh melakukan aksi penjarahan, perusakan, pembakaran, dan bahkan pemerkosaan,” jawab Mak Rusti.
“Mungkinkah Teddy juga ditangkap, Mak?” selidik Layla.
“Enggak tahu juga, ya? Tapi Teddy orangnya baik, masak ditangkap?” balik tanyanya.
“Kok Mak tahu kalau Teddy orang baik?” Layla segera ingin tahu.
“Yang kutahu Teddy sangat royal. Sering Mak diberinya uang, meski tidak banyak,” jawab Mak Rusti bernada gembira.
“Disini dia tinggal sama siapa?” Layla mengejar.
“Dia tidak menetap disini, tetapi setiap kali datang satu mobil dengan teman-temannya. Pada saat itulah terkadang dia menengok ke gubuk kami di belakang rumah,” jelas Mak Rusti.
“Oya? Apa saja yang diomongin ketika bertemu sama Mak?” lanjut Layla.
“Ya, ngobrol biasa. Nanya dagangnya lancar nggak, sudah gitu ngasih duit ... nich bonus, katanya,” Mak Rusti menirukan kata-kata Teddy sambil tertawa senang.
“Memangnya dia banyak duit?” sahut Layla.
“Kalau soal duit dia jangan ditanya. Pernah suami emak melihat uang banyak didalam kantung plastik,” Mak Rusti masih sambil tertawa.
“Kok suami Mak bisa tahu?” Layla nampak serius.
“Suami Emak tugasnya bersih-bersih kalau mereka habis menginap. Bungkus makanan dan botol minuman yang mahal berserakan. Pokoknya yang namanya makanan minuman juga nggak kurang-kurang,” Mak Rusti menjelaskan lagi.
“Apakah dia pernah cerita punya pacar waktu di sekolah?” Layla merasa penasaran.
“Sama sekali nggak pernah. Kelihatannya dia sangat sibuk,” Mak Rusti Nampak ragu.
“Atau paling tidak cerita tentang teman-teman sekolahnya?”
“Nggak juga tuh, yang diomongin nggak lain kecuali bisnis.”
“Bisnis lagi, bisnis lagi,” Layla menggumam.
“Namanya juga orang bisnis,” Mak Rusti menyahuti.
Mendengar keterangan itu Layla merasa harus jujur pada Mak Rusti. Dengan harapan Mak Rusti bisa mengerti perasaannya, “Aku pernah berpacaran dengan dia waktu di sekolah.”
“Wouw, cocok sekali. Teddynya ganteng, kamunya cantik,” seloroh Mak Rusti.
“Tetapi aku nggak tahu, sudah lima tahun hubungan kami terputus. Apakah Teddy masih seperti dulu?” keluh Layla.
“Ya, aku mengerti. Jaman sekarang memang susah mencari orang setia. Tetapi aku berharap masalahmu akan sederhana saja,” Mak Rusti turut prihatin.
“Aku sendiri nggak tahu bisa terlena olehnya,” lagi-lagi Layla bergumam sedih.
Mendengar itu Mak Rusti cukup maklum dan menunjukkan raut muka turut sedih, “Tetapi aku minta kamu tidak berputus asa. Aku yakin suatu saat kamu akan bertemu dengannya,” Sambungnya.
“Terima kasih, Mak.” Layla mengiyakan.
Meski kecewa tetapi Layla merasa senang Mak Rusti memberinya semangat. Bagaimanapun juga dia memang harus tetap semangat. Karena bukan semata mencari Teddy, tetapi mencari jati dirinya sendiri.
Percakapan dengan Mak Rusti berlangsung semakin seru. Ternyata Mak Rusti juga pandai menghibur. Meski hanya dengan mendengarkan obrolannya yang konyol. Diam-diam Layla bisa tersenyum senang bertemu mak Rusti.
Kemudian Layla memohon kepada Mak Rusti untuk bisa ikut tinggal disini. Tanpa banyak pikir panjang Mak Rusti pun menerima dengan senang hati. Asalkan Layla bisa menerima keadaannya yang seperti apa adanya.
Layla merasa lega dan bersyukur sekali Mak Rusti berbaik hati. Bahkan Layla sudah menganggap Mak Rusti sebagai dewi penolongnya. Disamping Bram yang telah menjadi dewa penolongnya. Hatinya pun gembira merasa bertemu dengan orang yang benar.
***
Hari-hari pertamanya tinggal di rumah Mak Rusti, hati Layla masih selalu gelisah. Malam-malamnya masih terpenggal oleh mimpi buruk. Tidur di kamar sempit dan pengap di ruang belakang.
Ruang depan dan tengah menyatu hanya ada satu kamar ditempati Mak Rusti dan suaminya. Selebihnya dipakai tempat menyimpan bahan dagangan. Tetapi dia tetap bersyukur, memang hanya sebatas ini yang mampu diberikan keluarga barunya.
Subuh-subuh sekitar pukul empat Layla sudah harus bangun. Membantu mencuci pakaian, menyapu, dan merapikan rumah. Sementara Mak Rusti dan suaminya menyiapkan dagangan. Pukul lima keduanya sudah harus bersiap menjual dagangannya.