Lambat laun Layla sudah terbiasa dengan rutinitas yang berat. Baginya tidak masalah, Ini sudah jalan yang terbaik. Makan, minum, dan kebutuhan sehari-hari mengandalkan dari berdagang suami isteri itu.
Tetapi bagaimanapun juga mereka adalah orang lain. Tidak cukup hanya dengan tenaga yang telah dia curahkan. Layla pun mulai berpikir bagaimana cara untuk mengatasi keadaan ini. Sementara persediaan uangnya yang tidak seberapa juga sudah mulai menipis.
Sebenarnya Layla sendiri sudah cukup puas dengan keadaannya sekarang. Setiap hari pergi ke kios yang cukup ramai oleh pembeli. Layla sudah tidak canggung lagi turut melayani dan menyiapkan makanan dan minuman kepada pemesannya.
Dengan sabar dan senyum manisnya Layla berusaha bersikap ramah. Terutama melayani kebutuhan makan bagi para pekerja proyek saat rehat dari aktivitasnya. Ada nasi sayur, nasi soto, dan berbagai makanan lainnya.
Dengan interaksi yang sedemikian itu membuat pelanggannya merasa senang. Para buruh proyek itu menjadi tidak sungkan bercanda dengannya. Bahkan beberapa buruh muda mulai berani merayu dan menggodanya.
“Layla, kamu cantik sekali,” kata salah seorang pemuda, ketika Layla meletakkan piring makan untuknya, diatas meja kayu di depannya yang tertanam di lantai tanah.
“Ah … nggak ada uang receh, jangan bilang aku cantik,” balas Layla sambil tersenyum.
“Benar Layla … sampai abang jatuh cinta …” kata pemuda itu lagi bernada merayu.
“Yang benar … kalau soal gadis cantik kan bukan cuma aku … “ komentar Layla.
“Iya, memang benar … tapi nggak ada yang seperti kamu,” rayunya lagi.
“Abang bisa aja … “
“Sumpah … abang nggak bohong.”
“Awas abang … inget yang dirumah …”
“Yang dirumah? dirumahku cuma ada babe dan nyak, jadi nggak usah khawatir.”
“Itu kan kata abang … siapa tahu ada …”
“Ada apa maksudnya?”
“Yaa … siapa tahu ada yang lain … ”
“Maksudmu aku sudah punya pacar?”
“Ya iyalah … “
“Nggak ada itu, aku masih bujangan kok.”
“Biasanya bujang itu hanya ada di proyek, diluar itu … tahu sendirilah.”
“Ya ampun Layla … masih juga nggak percaya …”
“Namanya juga di proyek, banyak yang ngaku masih sendiri, masih bujang, masih jomblo, nggak tahunya … ya, begitulah.”
“Aku berani sumpah pocong Layla, aku benar-benar masih bujangan.”
“Yaaach … tapi akunya dong yang takut sama pocong, hihi …”
“Biar Layla percaya bahwa aku benar-benar serius.”
“Ya sudah sekarang abang makan dulu yang kenyang, nanti becanda lagi … oke?”
“Oh tentu Layla, abang pasti makan sampai kenyang karena ada Layla … “
Layla membalasnya dengan tersenyum lebar sambil mengangguk. Rupanya hal itulah yang membuatnya semakin jatuh hati. Bahkan pemuda itu dengan percaya diri berani langsung mengajaknya menikah.
Tetapi dia bukanlah Bram yang badannya tegap dan fresh. Dia juga tidak tampan, wajahnya bundar dengan cuping hidung melebar dan kulitnya pun hitam. Dia polos dan tampak sekali tak ada beban yang menggurat di wajahnya.
Kalaupun tubuhnya sedikit berotot, itu bukan karena fitness. Tetapi karena setiap harinya biasa mengangkat benda-benda berat di proyek. Namun satu hal yang diyakininya bahwa dia lebih berbahagia dari pada dirinya sendiri.
Sejak Layla sering berada di kios, sudah banyak menarik perhatian orang. Pembelinya semakin hari semakin ramai. Hampir semua pekerja proyek menjadi pelanggannya. Termasuk pimpinan proyek dan staff-nya yang di kantor.
Bahkan pelanggannya tidak sebatas hanya di lingkungan proyek. Diantaranya ada beberapa gadis yang tinggalnya tak jauh dari sini juga menjadi pelanggan. Mereka sering terlihat membeli makanan untuk dibawa pulang kerumah.
Layla sempat berkenalan dan berkomunikasi dengan mereka. Gadis-gadis itu diantaranya bernama Hera dan Waty yang mengaku bekerja di sebuah Night Club. Dalam hati Layla iri melihatnya, bisa bekerja secara mapan di Jakarta ini.
Banyak juga yang mempertanyakan gadis secantik Layla mau berdagang di proyek. Layla lebih pantas bekerja kantoran atau di gedung yang ber-Ac. Setidaknya dia tidak kalah dengan gadis-gadis yang bekerja di Night Club itu.
Layla sendiri terus berpikir mencari solusi untuk mengatasi keadaannya. Tidak bisa hanya berkutat di rumah dan di kios saja. Meski hal itu sangat menghibur tetapi tentu saja tidak akan mendapatkan apa yang diharapkan.
Dia berkeinginan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih memberinya harapan. Agar tidak selalu bergantung pada Mak Rusti dan suaminya. Terlebih lagi dia harus bisa melupakan Bram dan focus pada niatnya semula.
Lalu kepada mak Rusti, dia mengungkapkan keinginannya itu untuk mencari pekerjaan. Dengan alasan untuk ketenangan diri dan juga untuk menambah wawasan. Tetapi tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi tentang Teddy.
Mak Rusti menanggapi dengan santai dan setuju saja kalau Layla mau bekerja. Tetapi untuk bekerja sesuai dengan hatinya tentu bukan hal yang mudah. Apalagi situasi sekarang ini pencari kerja semakin nggak ketulungan.
“Kalau ada lowongan pekerjaan sebenarnya aku ingin bekerja,” curhat Layla saat berbincang dengan Mak Rusti di kios berdagangnya saat sedang sepi dari pembeli.
“Yaa … terserah saja, tapi mau bekerja dimana?,” komentar mak Rusti.
“Kalau di proyek membutuhkan sekretaris wanita, aku sedikit-sedikit tahu komputer.” Layla meyakinkan.
“Kamu mau jadi sekretaris proyek?” Mak Rusti memastikan.
“Mau-lah .…” Layla mengangguk.
“Kalau begitu aku coba tanyakan ke kantor proyek,” Mak Rusti merespon.
Mak Rusti menyadari Layla adalah seorang gadis yang cantik, menarik dan juga pintar. Pembawaannya luwes menyenangkan dan kulitnya pun bersih. Maka Mak Rusti tidak ragu lagi untuk menawarkan pekerjaan pada pimpinan proyek.
Mak Rusti segera bersiap kemudian dengan berjalan kaki menuju camp proyek yang juga dijadikan kantor. Satu jam kemudian Mak Rusti sudah kembali membawa khabar bahwa di proyek sudah tidak membutuhkan karyawan.
“Di proyek sudah tidak membutuhkan karyawan lagi,” kata Mak Rusti.
“O, begitu?” Layla nampak kecewa.
Tetapi Mak Rusti memberikan secarik kertas dari pimpinan proyek yang bertuliskan alamat sebuah kantor. Layla bisa menghubungi kesana untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Layla pun bersemangat sekali akan menindak lanjuti informasi tersebut.
***
Dengan membawa berkas lamaran seperlunya pagi ini Layla berangkat menuju alamat kantor yang dimaksudkan. Ternyata sebuah kantor perusahaan multi-level semacam broker yang mengurusi jasa perekrutan pekerja baru.
Dia sudah bersiap check in pukul 09.00 di kantor itu untuk konfirmasi lebih lanjut. Dia diterima oleh reseptionis kantor itu dengan ramah. Layla langsung menyatakan maksud dan tujuan kedatangannya.