Pramuria (Waitress)

Awang Nurhakim
Chapter #11

Razia Investigasi

  Malam ini Club tempat kerja Layla mendapat razia investigasi dari Tim Gabungan Penegakan Hukum. Sebagai tindak lanjut atas operasi penertiban sebelumnya pasca kerusuhan di Jakarta. Karena ternyata peredaran narkoba masih marak dimana-mana. 

Tim langsung melakukan Pemeriksaan secara menyeluruh. Satu persatu pengunjung tak luput dari pemeriksaan dan dilakukan tes urine. Tim juga melakukan pemeriksaan setiap kamar dan tempat-tempat yang diduga menjadi penyimpanan narkoba.

Dari pihak manajemen, staf, dan karyawan dimintai keterangan. Termasuk diantaranya Layla yang ditanyakan soal rekam jejak Teddy. Layla berusaha menjelaskan bahwa dia mengenal Teddy saat di sekolah. Selebihnya sudah tidak tahu siapa Teddy yang sebenarnya.          

Layla sempat berpikir, apakah bisnis Teddy ada kaitannya dengan Narkoba? Kalau tidak kenapa dia di interogasi masalah Teddy? Beruntung Teddy sudah pergi ke Batam. Sehingga dia tidak terlalu panik. Namun demikian dia segera menelefon Teddy. 

“Ted, aku mau bicara … penting!” katanya setelah Teddy menngangkat telefonnya.

“Ada apa, La?” balas Teddy terdengar bersemangat.

“Di Club lagi ada razia, aku ditanya seputar kamu,” katanya lagi dengan nada serius.

“Oya? biarkan saja,” sahut Teddy dengan santai.

“Biarkan bagaimana? Kamu terlibat nggak?” Layla bertanya sambil memekik keras.

“Kalau aku terlibat sudah ditangkap Polisi,” jawab Teddy menghindar.

Layla berpikir lagi, kalau dia terlibat pastilah sudah ditangkap Polisi. Meski jawaban itu bisa sedikit menghibur. Namun secara tidak langsung kepanikan mulai menyelimuti. Mengingat teman-teman gang-nya malam ini dicecar habis oleh Polisi.

“Tapi Ted, kulihat teman-temanmu masih diperiksa Polisi. Sebenarnya apa kerjaan mereka?” tanya Layla sangat ingin tahu.

“Pekerjaan mereka? Oya ... mereka provider ... eh, maksudku bisnis, gitu ....” Jawab Teddy terputus-putus setengah ragu.

“Provider? Provider bisnisnya apa?” lanjutnya. 

“Sudahlah, La. Namanya juga bisnis, apa saja dikerjakan,” Teddy seperti tidak senang dengan pertanyaan Layla.

“Apakah bisnis mereka ada kaitannya dengan narkoba?” Layla mencecar.

“Itu urusan mereka,” jawab Teddy seperti tidak ada masalah.

“Bagaimana kalau mereka melibatkan kamu?”

“Aku tidak ada hubungannya dengan mereka.”

“Ya, sudah. Aku hanya khawatir kamu ikut terseret,” Layla mencemaskan.

Teddy tidak membalas sepertinya menarik nafas yang panjang lalu menghembuskan dengan sekuat-kuatnya. Layla sempat heran sambil menunggu jawaban darinya. Karena ternyata Teddy tidak memberikan reaksi, Layla meneruskan kalimatnya.

“Oh ya, Ted. Bodyguard kamu juga masih sering mondar-mandir di Club. Aku nggak suka mereka memata-matai aku,” Layla terus menekan Teddy.

Teddy kelihatannya sempat ragu untuk menjawab, tapi kemudian terdengar tertawa, “Oke, nanti aku yang akan beri peringatan keras.”

“Kenapa tidak di tingkalkan sekalian?”

“Mereka masih aku perlukan untuk menjaga rumah.”

“Kenapa harus dijaga, Ted? Bukanlah rumah lebih baik disewakan?”

“Iya, La. Nanti terserah kamu, mau disewakan atau dijual saja.”

Layla tersedak sadar ucapannya mampu mempengaruhi Teddy, “Maksudku Ted, itu untuk ketenangan diri kamu sendiri,” katannya kemudian.

“Iya … Iya … Terima kasih kamu mengingatkan,” suara Teddy gembira.

Untuk beberapa saat Layla diam, keduanya terdiam tanpa suara. Layla terus sibuk dengan pertentangan dirinya sendiri. Dapat dirasakan sebenarnya hatinya sayang pada Teddy. Akan tetapi bagaimana kalau kenyataannya Teddy terlibat narkoba.

Sementara pandangan Layla tertuju ke petugas polisi yang masih sibuk. Mengumpulkan dan mengemas barang bukti pemeriksaan. Beberapa pengunjung ada yang diamankan dan yang lolos pemeriksaan dipersilahkan pulang.

“Hallo, La? Kamu nggak kenapa-kenapa, kan?” suara Teddy mengalihkan perhatiannya.

“Sorry Ted, suasana agak gaduh nih, aku jadi nggak konsen,” balas Layla.

“Gaduh apanya?”

“Beberapa orang ada yang ditangkap.”

“Kejadian seperti itu biasa dalam razia, kamu nggak usah panik.”

“Yang penting kamu jangan terlibat.”

Teddy tidak menjawab, tapi malah tertawa lebar. Sama sekali tidak terpengaruh dengan suasana yang sedang terjadi. Tapi bagi Layla kejadian ini masih menjadi beban pikirannya. Merasa sudah tak ada kerjaan lagi, dia bermaksud ingin pulang lebih awal.

“Ya sudah Ted, aku mau pulang, sudah tidak ada kerjaan lagi,” Layla ingin menyudahi.

“Oke, oke, nanti kita bicara lagi lebih panjang.”

Lihat selengkapnya