Sejak kepergian Teddy dan berkaitan adanya razia narkoba di Club Malam. Berulang kali Bram menyatakan kekhawatiran hubungannya dengan Teddy. Sementara Layla sendiri tetap bingung bagaimana harus menjawabnya.
Di Lounge Club Malam hari ini Manager mengadakan briefing kepada seluruh karyawan. Untuk mengangkat kembali pamor Club yang akhir-akhir ini menurun. Pihak manajemen memutuskan akan mengadakan event akbar Pesta Live Musik.
Selesai Briefing dilanjut dengan pembagian bonus dari pihak perusahaan sponsor. Terutama produk rokok, makanan dan minuman yang di-endorse di Club Malam. Termasuk Layla yang lagi happy menerima bonus yang lumayan.
Layla teringat pada Bram lalu menelefon berniat ingin mentraktir makan siang bersama. Dia meminta Bram menjemputnya di depan Pos Jaga Club Malam. Tidak lama kemudian mobil Bram pun tiba menjemput Layla.
“Kamu mau makan apa?” tanya Layla saat keduanya sudah di mobil hendak berangkat.
“Tadi kulihat ada Kentucky di Mall dekat sini, bagaimana?” saran Bram.
Layla mengangguk setuju, keduanya lalu pergi yang 10 menit kemudian sampai di tempat. Keduanya sempat mengelilingi restoran itu sebelum masuk dan memesan 2 pack nasi putih. Antara Layla dan Bram sudah saling menyadari hubungannya seperti apa.
“Bram, selama ini berapa kali kamu pacaran?” Tanya Layla membuka pembicaraan sambil mengunyah makanannya. Meskipun tahu bahwa pertanyaannya menyangkut masalah pribadi, tapi Layla memang ingin tahu.
“Ada tiga kali. Pertama di SMP, kedua di SMA, dan ketiga ... sama kamu,” jawab Bram dengan nada yang dibuat serius.
“Sama aku?” Layla tersenyum, dalam hati ketawa, “Bagaimana kalau aku nanti married duluan sama orang lain?” sambungnya.
“Ya, nasibku,” jawabnya masih serius tapi seperti tidak mengacuhkan.
“Kamu nggak patah hati, kan?” ucap Layla seakan menguji.
“Bagaimana mau patah hati, orang kamu belum married,” Bram kini sambil ketawa.
“Kalau dengan pacar yang ke 1 dan yang ke 2, gimana?” tanyanya lagi.
“Lupa,” jawabnya.
Layla salah satu orang yang tidak mau patah hati, dan sebetulnya dia ingin berbagi masalah itu dengan Bram. Tapi Layla merasa sedikit minder karena belum terlalu tahu pribadi Bram. Akhirnya dibiarkan uneg-uneg-nya masuk kembali ke dalam hati.
“Kalau kamu, gimana?” tanya Bram setelah beberapa saat.
“Yaa ... seperti ini, aku kan baru sekali jatuh cinta.”
“Ohya, kayaknya cinta sejati?”
“Nggak tahu juga, tapi mungkin.”
“Teddy …?” Bram bergumam.
Layla mengangguk.
“Keluarga kamu memang suka sama Teddy, ya?” Bram meneruskan.
Berulang kali Layla selalu bingung bila mendapat pertanyaan seperti itu, lalu menatap Bram sebelum menjawab, “Ibuku nggak tahu kalau aku pacaran dengan dia. Bahkan juga tidak mengenal dia.”
Bram kemudian menebak problema Layla adalah ketika pacaran tidak sepengetahuan orang tuanya. Dia merasa ada persamaan dalam hal ini karena dia juga seperti itu. Namun Bram belum tahu permasalahan yang dialami Layla.
“Mungkin masalah kita sama. Aku juga kalau pacaran nggak sepengetahuan orang tuaku,” ucapnya.
“Masak sih begitu?” sahut Layla yang sebenarnya untuk menutupi rasa galaunya. Sebab tidak mungkin sama karena baginya pacaran dengan Teddy berakhir tragis.
Setelah makan keduanya meluangkan waktu berjalan-jalan sedikit keliling Mall. Tapi belum lama Bram menemukan Toko Olah Raga terbesar dan langsung berkata dengan antusias. “La, kita mampir sebentar ke toko itu,” pintanya.
Layla mengangguk, keduanya memasuki gerai olah raga itu. Dia memang sedang mencari jersey training untuk jogging yang lagi trend. Sementara Bram menuju outlet yang memajang Jersey dan aksesoris olah raga sepeda.
Ketika Layla telah menemukan yang dicari, dilihatnya Bram masih sibuk di bagian New Release. Dia membiarkan Bram memilih-milih, sementara dia sambil melihat aksesoris yang lain. Layla menemukan jenis running bag travel yang dirasa simple di pinggang.
Ketika Layla sedang mencoba-coba, ternyata Bram sudah ada persis di belakangnya. Begitu menoleh hidungnya langsung bertabrakan dengan dada Bram. Saking terkejut dan panik wajahnya nyungsep ke dada Bram. Karena merasa malu hati segera menarik mukanya sambil melempar tas pilihannya itu ke tempat semula.
“Eh, kenapa dibalikin, nggak jadi beli?” Bram berpura-pura sambil mengambil tas pinggang yang tadi dan memeriksa bagian content bag-nya.
“Itu buat perempuan, buat kamu kekecilan,” kata Layla agak cemberut.
“Ini lebih praktis tapi nggak bisa muat banyak,” Bram terus sibuk menelitinya.
“Sudahlah kita pulang saja,” Ucap Layla terus berlalu meninggalkan Bram karena merasa sudah salah tingkah.
“Eiiit, tunggu ....” Bram memburu dan menariknya ke kasir.
Layla menunggu Bram membayar barangnya termasuk travel bag yang tadi dipilih. Bram memberikan uang dalam jumlah yang besar kepada kasir. Karena kasirnya sudah tua cara ngitungnya jadi lelet sehingga keduanya harus sabar menunggu.
Ternyata yang dibeli Bram memang banyak sekali. Ada Helm Sepeda, beberapa pasang jersey kaos sepeda distro, Kacamata original profesional polarized anti ultra violet, Sarung tangan, dekker tangan, dekker lutut dan masih ada lagi.
“Kamu hobby gowes rupanya,” komentar Layla.
“Ya, hobby baruku,” sahut Bram.
“Banyak temennya?” tanya Layla.
“Di komplex apatemen-ku dibentuk komunitas sepeda Federal dan sepeda Pixy,” jawabnya.
“Sepeda Pixy, sepeda apaan?” tanyanya lagi.
“Sepeda yang kalau nge-rem, pedalnya diinjek ke belakang,” Bram menjelaskan.
“O, jadi lebih simple,” komentar Layla.
Terdengar kasir memberikan struk pembelian sambil masih menghitung uang kembaliannya. Kasir tua itu menawarkan, “Dengan menjadi member di toko kami, anda bisa berpacaran sambil berolah raga disini secara gratis.” ucapnya bernada promosi.
“Kami bukan sedang berpacaran,” sahut Bram dan Layla hampir bersamaan.
“Bahkan kami memiliki fasilitas shower yang bisa digunakan setelah berolah raga,” Kasir tua itu seakan tidak mendengar protes keduanya.
“Kami punya cara sendiri untuk berolah raga.” bentak Bram.