Pramuria (Waitress)

Awang Nurhakim
Chapter #13

Titik Temu

Perhelatan akbar Pesta Live Music yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Menghadirkan Group Band dan artis papan atas, DJ-DJ Internasional, dan para dancer hebat. Kini semua perhatian tercurah pada perhelatan akbar tersebut.  

Acara malam ini di konsentrasikan di Hall Utama. Tempat yang bisa dibilang tempat yang sangat lengkap. Karena merupakan Event Space yang tidak hanya untuk Lounge. Tetapi juga bisa disulap untuk Restaurant, Bar Club, Live Music, dan lainnya.  

Ruangan yang mampu menampung 1000 orang ini sudah dipenuhi para Cluber. Suasana yang ramai dan temaram. Tak ada lampu terang, hanya sorot lampu aneka warna yang menembak kesana kemari. Sebuah lampu disko tampak berputar di tengah-tengah ruang.  

Hilir mudik orang dengan pakaian bermacam-macam gaya. Mulai dari yang biasa hingga punggung terbuka. Dari yang mengenakan jeans panjang hingga rok mini. Aroma parfum, minuman, dan asap rokok memenuhi ruangan.

Group Band pembuka melantunkan lagu Tragedi Buah Apel yang dibawakan oleh Erawaty. Penyanyi Club dengan spesialist lagu-lagu yang di-aransemen ulang seirama suasana Club. Membuat pengunjung sejenak jadi adem dan santun.

Beberapa orang turun dari duduknya. Mereka melantai menari saling berhadapan antara laki-laki dan wanita. Untuk beberapa saat mereka saling berangkulan dan ketika musik mengeras gerakan mereka pun semakin menghayati.

Dalam hati Layla kecewa karena malam ini tidak bersama Teddy. Walau bagaimana pun setelah jauh ada rasa kangen juga dihatinya. Maka dia hanya bisa melampiaskan berkeliling memantau aktivitas yang sedang on fire. 

Sejak kepergian Teddy ke Batam, Layla merasa gembira Teddy benar-benar menjadi orang baik. Setiap kali menelefon Teddy bercerita pembangunan rukonya terus dikebut. Terakhir dia mengatakan sudah kangen dan ingin ke Jakarta menemuinya.

Sementara Hera dan Waty sudah digaet orang. Mereka terlihat asyik dan santai menikmati kebersamaan dengan para Cluber. Bagi Layla lebih memilih menikmati dalam kesendirian dan menolak untuk di booking.

Malam semakin larut, suara hingar bingar dari panggung terus berlangsung. Dentuman musik elektro yang sangat menghentak dimainkan oleh resident Disc Jockey. Pertunjukan aksi panggung oleh para dancer hebat kian menambah suasana malam semakin pecah.

Suasana yang luar biasa ini menjadi inspirasi tersendiri bagi Layla. Karena selalu ada saja moment menarik, serombongan remaja anak sekolah berbaur ikut dugem. Kesempatan ini dipergunakan Layla untuk sekedar rileks dan mengambil foto. 

Para remaja itu lalu berebut untuk berfoto bersama dengan Layla. Rupanya mereka sengaja datang untuk bisa bertemu Layla. Begitu menariknya sosok Layla, sehingga pemuda-pemuda tanggung seperti mereka jatuh hati.

Mata para remaja itu tak berkedip memandangi cantiknya wajah layla. Seperti biasa pula Layla pun tetap ramah pada mereka. Ironisnya para remaja itu juga tercium bau alkohol yang berlebihan. Layla segera menahan mereka dan memberinya nasehat.

Layla mengingatkan, sebagai generasi muda harus bisa menjauhkan diri dari hal-hal buruk. Bagaimana nasib bangsa ini kalau para pemudanya kerjaannya pada mabuk. Rupanya mereka hanya ingin disebut remaja gaul, agar tidak dibilang anak ketinggalan zaman. 

Selagi mereka berinteraksi, tiba-tiba seseorang mendekat dan berusaha mencium pipi Layla. Secara reflek seketika tangan Layla menahan mulut orang itu. Layla terkejut, beraninya orang itu melakukan di depan anak-anak. Oh … ternyata Anton. 

Para remaja yang juga terkejut memberi respon, dengan bersorak-sorai bertepuk tangan. Namun Anton segera memarahi anak-anak itu dan lalu mengusir mereka. Anton mengatakan bahwa Layla adalah pacarnya. 

“Kamu beraninya main paksa di depan umum.” Seru Layla dengan muka masam. 

“Sudah lama aku menunggu kesempatan ini untuk bisa mencium pipimu,” kata Anton tanpa merasa bersalah dengan percaya diri.

“Kelakuanmu ini sudah diluar batas, mengerti ?!” Layla cemberut. 

“Aku berani melakukan karena aku sudah menganggapmu saudara.” Anton beralasan

“Kamu pasti sedang mabuk.” Layla membentak. 

“Aku hanya sedikit minum dan aku tidak mabuk.” Anton membantah.

“Kalau orang waras nggak akan melakukan perbuatan ini.” Layla masih menggerutu.

 “Aku hanya menginginkan kamu menjadi pacarku yang baru.” Anton berkata lugas seperti kata-kata yang pernah diucapkan sebelumnya.

“Apakah kamu nggak tahu atau pura-pura nggak tahu, kalau aku sudah punya pacar?” Layla menahan geli.

“Aku hanya menuruti saran tante Farida, karena pacarmu itu gembong narkoba dan sekarang sedang dicari Polisi.” Anton seperti mengejek.

“Aku sudah sering mendengar kata-kata seperti itu, tapi nyatanya aman-aman saja.” Layla membalasnya dengan sinis.

“Teddy bisa lolos dari jerat narkoba karena dilindungi oleh bodyguardnya. Tidak seorang pun berani menyebut Teddy sebagai gembong narkoba.” Masih ejek Anton.

“Kalau Teddy gembong narkoba, pasti sudah ditangkap Polisi,” balas Layla seperti yang pernah diucapkan Teddy.

“Oke, oke, aku mungkin bisa menjelaskan,” sambut Anton sambil tertawa kecil, “Di Jakarta Teddy bisa aman, tetapi berita terbaru yang kudengar Interpol telah membongkar sindikat narkotika internasional.”

“Lalu apa hubungannya dengan Teddy?”

“Disebutkan Teddy adalah salah satu agen jaringan narkotika internasional yang beroperasi di Indonesia.”

Layla agak terperangah mendengarnya. Apa yang dikatakan Anton mungkin ada benarnya. Hal seperti itulah selalu dijadikan Anton untuk memojokkan dirinya. Tetapi dia tetap yakin bahwa Teddy sudah menjadi orang yang baik.

“Terserah kamu mau ngomong apa, tetapi aku masih percaya pada Teddy.” 

“Maksudku agar kamu sadar apa yang sebenarnya telah terjadi.” 

“Jadi motivasimu kesini hanya untuk mengatakan seperti itu?” 

“Iya, aku kan bermaksud baik.” Anton menganggukkan kepala.

“Okelah, tetapi mengapa harus menjadikan aku sebagai pacarmu?” Layla tak habis pikir.

“Itulah satu-satunya jalan keluar agar kamu terhindar dari lingkaran jaringan narkobanya Teddy.” Anton merasa diatas angin.

“Teddy sudah nggak ada di Jakarta lagi, dia sudah merubah hidupnya di Batam, dan sudah menjadi orang baik-baik.” Layla menjadi kesal.

“Eh, aku belum ngomong saja sama tante Farida, kalau kamu ternyata keras kepala.” Anton merasa kesal juga karena apa yang dikatakannya tidak dianggap.

Layla yang merasa dirinya menjadi sasaran permainan Anton menjadi marah. Tetapi dia masih menghormati tante Farida yang dipakai alasan Anton untuk mendekati dirinya. Oleh karena itu dia hanya bisa menyarankan, sebaiknya Anton mencari wanita lain. 

Sejenak Anton hanya tersenyum-senyum saja. Lalu seperti mengiyakan saran Layla. Namun dengan cepat Anton mendaratkan bibirnya ke pipi Layla. Mendapat serangan seperti itu Layla kembali terperanjat dan berusaha menghindari.

 “Sayang …” sambil ucap Anton. 

“Dasar ...” potong Layla ketus menahan marah.

Namun ciuman itu berhasil sedikit menempel di pipinya. Layla pun menjadi memerah mukanya. Dengan seketika pula membalas menampar perlahan muka Anton. Dalam pada itu Anton mengampun dan memohon maaf.

“Untuk pertama dan terakhir aku melakukan ini,” seru Anton bergembira sambil terus mengulangi meminta maaf. Kemudian berlalu meninggalkan Layla.

Lihat selengkapnya