Kisah Seorang Putri Rusa

Veron Fang
Chapter #10

Prahala Semalam

Pagi-pagi buta. Matahari belum nampak dari peraduannya. Namun, Kerajaan Theligonia telah dibuat ribut.

Seorang pengawal memberitahu kepada Raja Harry bahwa Steve, pengawal Pangeran Hans ditemukan sedang terluka di kediaman tabib. Luka di pergelangan tangannya masih basah, tanda baru saja terluka dengan sebuah benda tajam.

“Panggilkan Pangeran Hans, segera!” ujar Raja Harry di singgasananya.

Masih dengan mata sembab. Saat sedang asyik-asyiknya terbuai mimpi, ia dipaksa bangun. Seorang prajurit dengan tampak arogan menunggunya di luar. Jika Pangeran tidak bangun segera, prajurit itu akan mendobrak pintu kediamannya dan menyeret dirinya keluar. Ia mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian kebangsaannya, dibantu oleh dua orang pelayan. Merapikan rambutnya lantas segera menuju ke ruang utama istana.

“Saya datang menghadap, Ayahanda!” ujarnya berlutut dengan telapak kaki kiri menyentuh lantai sedang lutut kanan menyentuh lantai.

“Apa yang terjadi dengan Steve? Kalian kemana saja semalam?”

Hans bergidik ngeri. Mimpi buruknya datang terlalu pagi. Datang terlalu cepat.

Ruang kerja Raja lengang. Hanya ada seorang Menteri dan Paman Cakra. Paman Cakra merupakan orang kepercayaan Raja. Sejak Kerajaannya hancur dua puluh satu tahun silam, Cakra memilih untuk setia di Kerajaan Theligonia.

“Seorang Pangeran harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Pangeran tidak pernah diajarkan untuk menjadi seorang pengecut.”

“Maafkan aku Ayahanda. Aku tidak bermaksud mangkir dari tanggung jawab. Aku mengaku salah tidak mengikuti latihan pedang kemarin siang. Dan untuk Steve, kami terlalu lama mengejar kijang yang kemarin siang mencuri bahan makanan. Maafkan saya terlalu gegabah dalam berbuat sehingga mencelakakan pengawal kepercayaanku sendiri!”

“Bukan dengan saya Pangeran mengucapkan maaf, melainkan kepada Steve. Yang saya perlu ketahui, kalian mengejar sampai mana?”

“Kami mengejarnya sampai ke pertambangan emas. Namun, kijang itu terlepas dari tangan kami. Ia berlari ke dalam hutan terlarang. Jadi, kami lebih memilih untuk kembali ke istana.”

“Ingat! Jangan pernah Pangeran menyentuh hutan terlarang. Apalagi jika saya mengetahui jika Pangeran berjalan jauh di dalam sana, Pangeran akan tahu akibatnya.”

Ada sekelebat amarah mampir ke hatinya. “Maaf jika saya lancang Ayahanda. Paman Cakra juga seorang peri. Namun, ia diperbolehkan untuk berada di istana, ditambah beliau menjadi orang kepercayaan Ayahanda. Mengapa saya sebagai manusia tidak diperbolehkan memasuki area Kerajaan Peri?” Ia naik pitam.

Hans memilih untuk berani menatap mata Raja. Walaupun sudah sedari tadi ia berdiri mematung di tengah ruangan, menghadap singgasana Raja. Peluh keringatnya satu per satu menuruni tiap jengkal tubuhnya. Perlahan-lahan menuruni dari punggung sampai tiba ke telapak kaki.

“Pangeran Hans, tentunya Paman Cakra dapat dikecualikan. Ia besar dan tumbuh di salah satu Kerajaan manusia, sedang anak dan istrinya juga seorang manusia. Walaupun ia seratus persen murni membawa darah klan peri, ia sekarang telah menjadi seratus persen dari klan manusia. Ia sudah berlaku seperti seorang manusia.”

“Tapi Raja?”

“Tidak ada alasan ataupun bantahan yang harus saya dengar dari Pangeran. Kau adalah Pangeran, bersikaplah selayaknya Pangeran. Latihan pedangmu hari ini ditambah dua jam.”

Hans menatap tajam ke arah Raja. Namun, perintah tetap perintah. Ia besar dan dilatih dari kecil di istana. Dididik dan diajarkan cara berlaku seperti layaknya Pangeran. Dari pemikiran sampai tata krama. Sebagai seorang Pangeran harus tunduk kepada putusan Raja, apalagi demi tujuan kebaikan. Lantas, ia mengundurkan diri untuk meninggalkan ruangan.

“Apakah kamu sudah memastikan jika Pangeran Hans dan Steve tidak menyentuh hutan terlarang?” tanya Raja pada Cakra.

Lihat selengkapnya