Kisah Seorang Putri Rusa

Veron Fang
Chapter #11

Ritual Kekuatan Magis

Pukul lima sore, Latihan pedang telah usai. Ditambah dua jam latihan menciptakan rasa kantuk dan capek yang luar biasa. Namun, Hans tetap harus melakukan ritual untuk mendapatkan kekuatannya.

Disanalah, tepatnya di gua selatan. Ia segera memacukan kudanya, berangsek pergi ke arah selatan. Entah apa yang menarik dirinya untuk harus segera kesana, walau sepatutnya ritual tersebut terjadi saat mendekati tengah malam.

Satu jam berlalu. Ia tiba di sebuah gua selatan Kerajaan Theligonia. Gua itu terlindungi rimbunan pohon yang rindang. Hutan buatan. Hutan yang sengaja dibuat oleh klan manusia untuk melindungi apa yang di dalam gua. Bahkan gua Selatan juga merupakan buatan tangan manusia dari batu pertambangan.

Langit oranye dengan cepat berubah menjadi warna abu-abu. Perlahan rintik hujan mulai menghujam tanah saat kuda telah diikatkan pada sebatang pohon dekat dengan mulut gua.

“Semoga saja Steve segera menemukan jalan yang paling aman ke hutan terlarang.”

Hans segera memasuki ke dalam gua. Terdapat sebuah batu besar, permukaan atasnya rata. Hans duduk bersila disana. Di atas kepalanya terdapat sebuah bola besar bewarna merah muda tergantung pada sebuah tali yang terikat di badan batu tersebut. Memancarkan cahaya putih dengan segala kerlap-kerlipnya.

Siapapun yang melihatnya dengan mata telanjang akan melihat batu magis itu merupakan karya yang sangat luar biasa.

Hans memejamkan kedua matanya. Konsentrasinya terpusat. Terbantu dengan suara aliran air terjun di belakangnya. Riak-riak kecil air di sekeliling bawah batu yang didudukinya terdengar halus, mendamaikan hati dan pikiran. Seolah rasa capek dan kantuknya terserap, saat itu juga konsentrasinya sudah mencapai level teratas.

Sebuah cahaya putih memuncrat keluar dari batu tersebut. Perlahan seperti garis pendek kemudian semakin memanjang. Menyentuh ke punggung Hans. Cahaya tersebut memantul ke cermin-cermin yang berada di sekekeliling batu besar yang didudukinya. Satu per satu cahaya yang terpantul ke cermin juga mengenai tubuhnya. Kini terdapat garis-garis pendek kian memanjang juga menyentuh tuubh bagian depan Hans. Terdapat lima penjuru. Empat dari sisi-sisinya dan satu dari atas.

Sakit luar biasa saat cahaya itu mulai memasuki setiap pori-pori di punggung dan seluruh badannya. Keringat dingin perlahan mulai keluar dimulai dari ubun-ubunnya. Namun, ia harus terus tetap berkonsentrasi. Mengatup matanya. Mengusahakan tubuhnya tetap duduk tegak.

Kekuatan batu ini hampir sempurna di tubuhku. Sudah 384 kali aku merasakan sakit luar biasa ini. Dimulai sejak aku menginjak usia delapan tahun. Kekuatan peri harus mengalir padaku jika aku ingin pantas menemuinya, Putri Rhea Liseira Mhenta.

Ritual berlangsung tenang, aman, dan tentram. Namun, di luar gua rintik hujan semakin deras, semakin liar menutupi jalan dan menutupi malam yang semakin kelam.

***

“Pangeran benar-benar cari mati atau Pangeran memang tak bisa hidup jika tidak ada tantangan.” Steve menggerutu tak karuan.

Sejak tadi siang, ia mencari kesana-kemari, menyakan hal yang sama kepada setiap manusia yang ia temui tentang Peri. Walaupun sebenarnya itu kedok untuk mengetahui tentang hutan terlarang. Namun tak ada satu pun manusia yang tahu detail tentang peri apalagi hutan terlarang. Rasa penasaran untuk masuk ke hutan terlarang pun tidak ada. Tidak ada yang pernah melihat bagaimana cara para peri datang dan pergi.

Hanya informasi kurang penting yang ia dapatkan, seperti para peri pembantu yang biasa membantu manusia untuk sekedar merapikan hasil tambang emas dan timah, terkadang mereka diizinkan membawa pulang beberapa emas.

“Begitu saja. Mereka seperti seseorang yang datang tanpa permisi, yang pergi tanpa pamit. Jika transaki sudah selesai, maka selesailah sudah urusan.”

“Ha? Peri? Mereka itu seperti hantu. Kaki tak napak, terbang kesana-kemari. Lantas menghilang kalau urusannya sudah selesai.”

Lihat selengkapnya