Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.
Putri Rhea tumbuh besar menjadi seorang Putri Rusa yang anggun dan cantik. Berita tentang kecantikannya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan Peri. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Ialah Rhea Liseira Mhenta, cucu kelima dari putri ketiga Raja Perseus.
Siang hari yang terik menyinari Kerajaan Aphrodite, Kerajaan Peri. Hanya hutan belantara yang terasa sejuk bagi Putri Rhea. Sejuk untuk bisa merasakan nikmatnya siang hari dan lebih tepatnya bersandar pada dahan pohon tertinggi, pohon favoritnya. Dari sana ia bisa mengamati kegiatan manusia yang sedang berada di hutan manusia tentunya. Terlihat beberapa penebang kayu sibuk menebang kayu. “Manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa alat. Sama sekali lemah dan tidak memiliki kekuatan. Bagaimana mereka bisa menjadi seorang pengkhianat di Kerajaan Peri?” gumam Rhea.
“Putri, kamu sudah lama berada di atas sana. Tidakkah kamu ingin turun?” tanya seekor angsa di bawah pohon sedang mendongakkan kepalanya.
“Mengapa kamu bawel sekali. Aku tidak mau turun. Di bawah sana panas sekali.” balas Rhea. Tak berselang lama, di balik sudut matanya ia melihat ada dua manusia yang melewati perbatasan dan berjalan masuk ke dalam hutan peri. “Bagaimana mereka bisa masuk ke dalam hutan ini? Siapa mereka?” tanya Rhea pada dirinya. “Lebih baik kuikuti mereka.” lanjutnya. Rhea mengikuti mereka dengan melompat dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya, begitu seterusnya.
“Pangeran, hutannya semakin gelap. Disini juga dingin. Tidak ada sinar matahari yang masuk. Kita pulang saja, yuk!” ujar seorang pria yang berjalan di belakang.
“Steve, pelankan suaramu. Lebih baik kamu segera nyalakan obor.” perintah seorang yang disebut Pangeran tersebut.
Steve merogoh isi tasnya, mengacak-ngacak isi tasnya, dikeluarkannya pisau. “Eh ... ini bukan obor,” dirogohkan tangannya lagi, sembari berjalan mengikuti Pangeran. Steve mengeluarkan satu per satu isi tasnya, pertama ranting, lalu meteran baju, selembar kain usang, sapu tangan, sarung tangan.
“Mengapa kamu lama sekali, Steve!” Pangeran mulai merasa kedinginan, ia menangkupkan kedua tangannya ke depan dadanya. Segera ia memutar badannya ke belakang dan merogoh tangannya ke dalam tas yang dirangkul Steve. Mengambil dua obor dan langsung menyala saat tutup obor tersebut dibuka. Satu dipegangnya dan satunya diberikan kepada Steve.
“Wah, jeli sekali Pangeran. Aku hampir mengeluarkan semua isi dalam tas, sedangkan dirinya menemukan obor ini hanya dalam sekali genggaman. ” gerutu Steve.
Sedang di sisi lain, Putri Rhea bersembunyi di balik semak-semak yang tidak terlalu jauh dari kedua manusia tersebut.
“Putri, apa yang sedang kamu lakukan disini? Sedari tadi aku menunggumu di bawah pohon seperti binatang bodoh. Sekarang Putri malah enak-enakan di balik semak-semak ini. Ayo, kita ...” Seekor angsa berujar bawel di belakang Putri yang sedang berjongkok di balik semak-semak.