“Keparat kau yang sialan, karungku sobek tiba-tiba. Aku tidak tahu bagaimana bisa,” jawab si pria bermuka bopeng membolak-balik karungnya yang putih.
Si pria penjaga warung langsung berjongkok, membantu si pria bermuka bopeng membereskan setumpuk pisau yang masih berserakan di atas tanah. Dia tersenyum, lalu berkata, “Wajar saja kalau isinya ini.”
“Kau tidak paham sama sekali,” keluh si pria bermuka bopeng, “Padahal, sudah dipakai bertahun-tahun.”
“Mungkin sudah tua seperti tuannya,” sahut si pria penjaga warung tersenyum.
Si wanita penjagal daging melihat sebuah kesempatan – itulah saatnya. Dia langsung berjalan membawa sebuah pisau jagal, menghampiri mereka berempat.
“Aku mencarimu dari tadi!” sapa si wanita penjagal daging pada si pria penjaga warung.
“Aku di sini membantunya. Memangnya kenapa?!” sahut si pria penjaga warung menengadah ke atas, ke arah wajah si wanita penjagal daging.
Si pria bermuka bopeng ikut menengadah. Dia melihat sebuah wajah yang bulat lonjong seperti paha ayam; mengingatkannya dengan wajah istri keduanya yang sangat menggiurkan.
“Dia suamimu?” tanya si pria bermuka bopeng menatap wajah si wanita penjagal daging.
Si wanita penjagal daging hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Si pria penjaga warung pun sama. Diam-diam dia tersenyum mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh si pria bermuka bopeng.
Si bocah emas melihat senyuman pria itu, tapi dia tidak paham apa maksudnya.
Si pria penjaga warung menjawab, “Kau jangan salah. Dia istri bosku.”
Si pria bermuka bopeng tidak peduli sama sekali kalau si wanita penjagal daging sudah menjadi istri orang. Dia berpura-pura membereskan pisaunya sendiri sambil bertanya, “Lalu, di mana dia?”
Si wanita penjagal daging kembali tersenyum. Dia bilang, “Aku dan suamiku membuka dua cabang. Dia di pasar sana.”
“Jadi, kau sendirian dengannya di sini?” tanya si pria bermuka bopeng masih berpura-pura membereskan pisaunya sendiri.
Diam-diam si pria penjaga warung kembali tersenyum mendengar pertanyaan yang dilempar oleh si pria bermuka bopeng. Si bocah emas kembali melihat senyuman pria itu, tapi dia masih belum paham apa maksudnya. Mata mereka bertemu tiba-tiba. Si pria penjaga warung hanya tersenyum. Dia menganggap si bocah emas hanyalah bocah biasa yang tidak tahu apa-apa soal urusan orang dewasa.
Si pria penjaga warung berkata pada si pria bermuka bopeng yang masih berpura-pura membereskan pisaunya sendiri, “Kucarikan karung baru. Kalian tunggu di sini.”
Dia tersenyum ke arah si wanita penjagal daging. Si wanita penjagal daging juga tersenyum ke arahnya. Mereka berdua sengaja melakukannya di depan mata si bocah emas.
Si bocah emas yang kembali melihat senyuman-senyuman itu masih belum paham sama sekali.
Si ayah masih sibuk berpura-pura membereskan pisau-pisau itu. Dia tidak menyimak semua senyuman yang baru saja terjadi. Si bocah emas hanya bisa terdiam seperti batu; berusaha memahami makna semua senyuman itu.
Si pria penjaga warung telah pergi menjauhi mereka, tapi si bocah emas belum juga mendapat jawabannya. Seorang nelayan kembali berteriak dengan penuh suka cita sambil mengangkat seekor kepiting merah, “Dapat lagi!”