Kisah yang Belum Usai

Husni Magz
Chapter #2

Itu Belum Tentu Benihku, Sayang

Bisa kau bayangkan! Aku hamil di luar nikah. Aku hamil di saat seharusnya fokus belajar. Saat itu juga tak ada yang aku lalukan selain mengurung diri di dalam kamar sembari menangisi kebodohanku sendiri. Pepatah bilang, nasi sudah menjadi bubur. Tak ada yang bisa kuubah meski aku harus menangis darah. Jadi, percuma saja jika aku menangis tanpa melakukan apa pun.

Dalam isak tangis yang masih tersisa, aku berpikir untuk mencari jalan keluar. Jalan keluar apa yang bisa aku lakukan dengan benih manusia yang perlahan tumbuh di dalam rahimku ini? Apakah aku harus membiarkannya tumbuh, berkembang dan membesar sehingga semua orang pada akhirnya akan tahu. Aku bisa membayangkan sekaligus merasakan bagaimana aib itu menyebar bagai aroma bangkai tikus yang perlahan membusuk di got yang mampet. Amis dan memualkan. Mengundang rasa jijik di mata orang-orang. Bahkan barangkali bangkai tikus got jauh lebih baik jika dibandingkan dengan aib yang harus aku tanggung kelak. Tak hanya aku yang menanggung malu, orangtuaku dan kerabatku juga akan ketiban malunya.

Lalu sekolah? Apa mereka akan peduli dengan seorang gadis malang yang hamil di luar nikah? Perlu aku tegaskan kepadamu bahwa sebelum aku hamil, ada kakak kelasku yang juga punya kasus yang sama. Dia ketahuan hamil. Aku tidak tahu bagaimana detailnya. Tapi menurut kabar, gadis malang itu dikeluarkan dari sekolah karena dianggap telah meninggalkan aib yang memalukan bagi sekolah. Kabar selanjutnya aku dapatkan dari gosip dan desas-desus di sekolah. Banyak yang bilang gadis itu tidak hanya dikeluarkan dari sekolah, tapi juga digampar habis-habisan oleh Ayahnya sendiri. Tak cukup sampai di situ, gadis itu konon diusir dari rumah setelah dinikahkan dengan paksa di hadapan dua orang saksi yang tak lain tetangganya sendiri.

Beruntung gadis itu menikah. Lebih tepatnya terpaksa dinikahkan dengan lelaki yang menghamilinya demi menutupi aib yang kadung sudah menyebar. Konon cowok yang menghamilinya adalah anak kelas dua belas dari sekolah tetangga. Itu yang aku dengar dari gosip yang menyebar luas di kantin sekolah. Konon pula si cowok juga dikeluarkan dari sekolahnya dan bekerja serabutan di pasar kecamatan sebagai kuli panggul.

Maka saat ini aku bertanya-tanya, akankah Ayah menggampar dan menendangku? Akankah kedua orangtuaku mengusir diriku dari rumah dan mencoret namaku dari kartu keluarga? Sebagaimana lelucon yang banyak beredar, jika seorang anak mempermalukan kedua orangtuanya, maka bisa saja anak itu ditendang dan dicoret dari daftar kartu keluarga. Ah, membayangkannya saja membuat aku merasa ngeri.

Adapun tentang Reza, aku berpikir bagaimana respon dia jika dia mengetahui kehamilanku ini. Akankah Reza bertanggungjawab dengan bersedia menikahiku? Akankah kehamilanku ketahuan kemudian menjadi bahan gunjingan hangat antar siswa? Akankah aku dikeluarkan dari sekolah?

Aku tahu persis, berminggu-minggu lamanya kehamilan gadis malang itu menjadi bahan gunjingan para siswa dan guru. Bahkan setiap kali upacara bendera berlangsung, kepala sekolah kami, Pak Sabar--yang karakternya sangat bertolak belakang dengan namanya--selalu menyinggung kasus memalukan itu untuk menakut-nakuti kami supaya tidak melakukan perbuatan di luar batas. Yah, agaknya wejangan Pak Sabar itu hanya omong kosong yang tidak ada efeknya, setidaknya bagi diriku sendiri. Buktinya, meski telingaku berkali-kali mendengar nasihat itu, ditambah dengan kasus kakak kelas yang malang, aku tetap terjatuh juga pada kubangan dosa zina. Aku memang bodoh, kan.

Aku sendiri gamang, apakah aku harus mengatakannya secara jujur kepada Reza sekarang atau menunggu waktu yang tepat. Tapi kapan waktu yang tepat itu?

Apakah aku harus menunggu perutku menggelembung, kemudian semua orang bertanya dengan nada nyinyir, 'Siapa Ayah dari bayi yang kau kandung?'. Tentu saja aku tidak mungkin menjawab bahwa ini keajaiban Tuhan sebagaimana yang terjadi pada perawan suci Maryam. Aku mengatakan ini karena memang ada tetangga kampung yang membual soal ini. Jadi wanita itu hamil di luar nikah dan dia sesumbar kepada semua orang bahwa dia telah menjadi Maryam era modern. Dia mengaku tiba-tiba saja hamil tanpa disentuh lelaki. Banyak orang yang percaya dan menganggapnya wanita suci mengingat Ayahnya seorang kyai yang disegani. Tapi banyak juga yang tidak percaya dan menyebutnya wanita gila yang mengada-ada. Belakangan ternyata dia mengaku bahwa dia hamil dengan sesama santri. Bah!

Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan? Jika seorang gadis baik-baik yang memiliki darah kyai saja bisa hamil kemudian membual. Orang tidak percaya dengan bualannya. Apalagi aku.

Maka sore itu juga aku mengirimkan pesan singkat kepadanya.

Yang, aku udah telat seminggu.

Lihat selengkapnya