“Untuk para penghuni lapas muslim, silakan untuk mengikuti kegiatan rohani yang sebentar lagi dilaksanakan di masjid. Terimakasih.”
Pengumuman itu menggema dari toa masjid yang ada beberapa blok dari kamar kami. Maka saat itu juga Merlin mengajakku untuk ikut serta. Karena didorong oleh rasa penasaran tentang bagaimana kegiatan mengaji di lapas, aku pun ikut.
Di dalam masjid kulihat sudah ada beberapa penghuni lapas yang berkumpul dan bergerombol. Sebagian membawa iqro, sebagian yang lain membawa alquran. Mayoritas dari mereka memakai jilbab dengan berbagai macam warna dan model. Sebagian yang lain memakai baju seadanya, kaus oblong dan rok atau celana jeans. Maklum, ini pengajian untuk perempuan, jadi mereka tidak risih karena bertemu dengan sesama perempuan. Pun yang membimbing kami adalah sama-sama perempuan.
Namanya Ustadzah Khadijah. Perempuan bertubuh tambun dan berwajah cerah itu kini duduk di hadapan kami. Setelah itu mengintruksikan setiap grup untuk mengaji masing-masing. “Untuk satu jam pertama, silakan kalian belajar membaca alquran di halaqoh masing-masing. Sebagaimana yang sudah ditunjuk minggu kemarin, kalian bisa belajar dengan orang yang sudah bisa membaca alquran.”
“Kamu ikut grupku saja,” seru Merlin. Aku dan Merlin pun masuk ke sebuah grup yang melingkar. Di situ aku, merlin dan lima orang napi lainnya bergantian menyetorkan bacaan kepada seorang perempuan berhijab lebar. Yang aku tahu dari Merlin, perempuan berhijab lebar itu namanya Anita. Seorang wanita yang terjerat kasus korupsi di tubuh partai politik. Konon, Anita menjadikan penjara sebagai tempat pertaubatan dan mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.
Anita mengajari kami semua membaca alquran dengan baik dan benar. Aku tentu saja sudah cukup lancar dalam urusan membaca alquran. Bahkan tajwidku juga tidak buruk-buruk amat. Aku sudah bercerita kepadamu sebelumnya bahwa bunda adalah guru agama. Sebelum mengajar anak-anak lain, Bunda tentu mengajariku mengaji di rumah. Bahkan Ayah sendiri belajar ngaji dari Bunda. Maka jangan heran jika mereka berdua merasa gagal, kecewa dan malu karena aku harus dipenjara karena kasus perzinaan dan membuang bayi hasil zina. Ah, mengingatnya saja aku merasa miris.
Baiklah, kita kembali fokuskan pada kegiatan mengaji kami. Merlin, kulihat masih terbata-bata dan berjuang menamatkan dua halaman iqro. Setelah selesai dia kembali ke belakang, memberi kesempatan kepada teman-teman yang lain untuk menyetorkan bacaan qurannya.
“Otak gue memang bebal kalo urusan ngaji,” keluh Merlin.
“Hus! Jangan begitu,” timpalku sembari menepuk pahanya.
Sembari menunggu yang lain menyelesaikan setoran bacaan iqro dan alquran, aku dan Merlin berbisik-bisik di belakang. Berbicara tentang Anita, wanita napi yang kini bak seorang ustadzah yang fasih membaca alquran dan mengajari kami semua bagaimana cara membaca alquran yang baik dan benar.