Waktu terus berlalu. Tak terasa sudah tiga bulan lamanya aku berada di balik jeruji besi. Lambat tapi pasti aku sudah bisa beradaptasi. Lebih-lebih dengan keberadaan Merlin yang menjadi sahabat karibku selama di penjara, aku bisa menghadapi semuanya dengan hati yang lapang. Bagiku, Merlin sudah seperti kakak yang mengajariku bagaimana bisa hidup dan bertahan di dalam penjara.
Dan hari ini adalah hari yang paling menyedihkan dalam kisah episode hidupku di penjara.
Merlin bebas hari ini. Artinya aku harus berpisah dengan Merlin. Aku harus bisa mandiri tanpa ada Merlin di sisiku.
“Jangan khawatir, gue akan tetap jenguk, Ra. Gue nggak bakalan ngelupain elu.”
“Janji ya,” ujarku dengan mata yang berkaca-kaca.
Kami berpelukan cukup lama. Dia pun tampak begitu sedih. Bagaimana tidak sedih, kami seakan sudah seperti saudara kandung meski hanya tiga bulan lamanya kami hidup bersama.
Aku melepas kepergian Merlin dengan hati yang kosong. Ada sesuatu yang hilang di dalam sana. Sesuatu yang tidak pernah bisa aku definisikan dengan jelas.
Setelah kepergian Merlin, aku tidak memiliki teman curhat dan berbagi. Aku tidak terlalu akrab dengan napi-napi yang lain. Aku berbicara kepada mereka seperlunya saja. Lebih-lebih kelakukan Riska semakin menjadi setelah kepergian Merlin dari kamar kami. Riska seakan memiliki kekuasaan penuh tanpa harus diliputi oleh rasa sungkan terhadap Merlin. Tak ada saingan. Tak yang ditakutkan.
Riska tahu bahwa Merlin itu sangat dekat denganku. Jadi, ketika Merlin telah pergi, Riska seringkali mengerjaiku sekehendak hatinya. Dia nampaknya memiliki kebencian pribadi terhadap Merlin dan melampiaskannya kepadaku ketika Merlin telah keluar dari jeruji besi. Sementara napi-napi lain masa bodoh dengan semua itu. Atau mungkin mereka bersimpati kepadaku, tapi mereka takut kepada Riska.
Pernah di suatu pagi aku bangun dari tidur dengan perasaan aneh. Ada bau pesing yang menguar di selimutku. Sejurus kemudian aku menyadari bahwa selimutku lembab. Aku bertanya-tanya di dalam hati, apakah aku ngompol? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Terakhir kali ngompol adalah ketika usiaku lima tahun, belasan tahun yang lalu. Sangat tidak mungkin jika tiba-tiba aku ngompol di usia dewasa seperti ini.
Atau aku mimpi buang air, kemudian tanpa disadari aku ngompol? Aku pikir itu juga mustahil. Karena aku tidak pernah mengalami hal yang seperti ini bahkan di musim yang paling dingin sekalipun. Jika kandung kemihku penuh, secara refleks aku akan terbangun dan segera berlari ke toilet. Ketika aku bermimpi kencing pun, tak pernah sekali pun aku kencing di tempat tidur, kecuali aku terbangun dan lari terbirit-birit untuk membuang isi kandung kemihku.
Jadi aku simpulkan ini adalah kejahilan manusia. Dan manusia jahil itu adalah Riska. Aku percaya bahwa dia memang pelakunya ketika dia memandang sinis. Kemudian dia mendekat ke arahku seakan aku objek paling menjijikan di dunia ini. “Kok kamu bau pesing sih. Ngompol ya?”
Aku hanya diam saja.
“Idih! Sudah gede masih ngompol!” seru Riska diiringi gelak tawanya yang mengerikan.