Aku langsung pergi ke kamar dengan perasaan kosong. Keputusan yang diambil oleh ayah mampu menghilangkan semua gairah hidupku. Aku benar-benar tidak siap untuk melanjutkan hidup di sini. Terkadang manusia butuh suasana dan tempat yang baru untuk bisa menghilangkan bayangan buruk dan ketakutan dari masa lalu. Pun dengan diriku. Aku harus hengkang dari sini.
Tapi bagaimana mungkin aku melawan kehendak ayah? Aku tidak punya kuasa untuk itu. Jika Bunda tidak bisa melawan keputusan ayah, apalagi aku.
Aku kemudian membaringkan tubuhku di atas kasur yang sembilan bulan lamanya aku tinggalkan. Sepreinya terasa agak dingin.
Aku memang merindukan kamarku sendiri. Aku membaui seprei dan bantalku dan mendapati aroma wangi kopi di sana. Ya, aku memang menyukai parfume aroma kopi. Rasanya sangat menenangkan sekali. Rupanya Bunda cukup telaten dalam merawat dan membersihkan kamarku selama aku tidak ada di rumah.
Aku membenamkan tubuhku di atas kasur dan menerawang langit-langit kamar. Disana terbayang semua hari yang harus aku lewati.
Saat itu juga aku punya ide yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya. Tiba-tiba harapan itu kembali terbit.
Aku bangun dari tempat tidur dan meraih ponsel yang kuletakan di nakas. Dengan hati berdebar, aku menghubungi nomor Merlin. Hanya membutuhkan tiga nada dering untuk bisa tersambung dengannya.
‘Halo Ra. Kok lu bisa nelpon gue sih. Tumben. Ada peraturan baru yang membolehkan napi pegang hape?”
“Ya Allah, kamu nggak tahu kalo hari ini aku bebas?”
“Wow! Selamat ya. Aku jadi seneng dengernya. Nanti kapan-kapan aku main ke rumah kamu deh. Share loc aja ya.”
“Nggak usah. Yang ada aku malah pengen main ke kostan kamu, sekalian nemuin Mami Sally.”
Ada keheningan sejenak diantara kami berdua. Kemudian aku mendengar helaan napas Merlin di seberang sana. “Kamu sudah pikirkan hal ini masak-masak?”
“Udah!”
“Pasti orangtua kamu nggak setuju kalo kamu bilang ke mereka.”
“Aku udah bilang. Mereka setuju aja sih. Daripada aku luntang-lantung nggak jelas.” Tentu saja aku harus berbohong kepada Merlin. Jika aku mengatakan dengan jujur bahwa kedua orangtuaku tidak mengizinkan aku, bisa-bisa Merlin juga ikut melarangku pergi menemuinya.
“Lu pasti ngarang soal kerja yang kamu nanti jalanin.”
“Iya sih. Aku bilangnya kerja di kafe pamanmu.”
Merlin tertawa terbahak. “Ya sudah kalo begitu. Mau kapan ke sini?”
“Besok gimana?”