“Jadi bagaimana ceritanya kamu bisa jatuh cinta sama pelanggan kamu? Jujur sih aku nggak pernah menyangka jika seorang pelacur bisa mendapatkan cinta dari pelanggan mereka. Yang aku tahu orang kayak kita ini kotor dan lelaki yang menyewa kita juga nggak kalah bejatnya.”
Merlin masih tersenyum dan menatapku penuh arti. “Ya. Tapi tidak menutup kemungkinan jika kita bisa menemukan jalan hidup lain kan?”
“Jadi, bagaimana ceritanya. Aku penasaran,” ujarku cepat. Aku ingin Merlin mengisahkan semua cerita cintanya dengan lelaki itu kepadaku dengan detail, tanpa melewatkan hal-hal terkecil sekali pun. Ini sangat menarik bagiku.
“Ceritanya panjang. Jadi, sudah dua tahun dia menjadi pelanggan gue. Hampir sebulan sekali dia menemui gue. Dia dengan jujur bilang tertarik sama gue dan ingin mengangkat gue dari kehidupan gue yang sekarang.”
“Tapi dia bukan suami orang kan? Jangan-jangan kamu hanya jadi simpanan.”
“Bukan. Dia duda anak dua. Dia nggak pernah main dengan wanita lain selain sama gue. Makanya gue merasa tersanjung sekaligus terharu. Dia pernah ditawarin Mami buat main sama si Rosa atau si Veni, tapi dia nggak mau. Maunya tetap sama gue. Nah, puncaknya kemarin dia ngungkapin perasaan dia sama gue. Dia bilang, dia mau kawin sama gue, asalkan gue mau berhenti dari dunia pelacuran.”
Aku hanya terdiam mendengar cerita Merlin. Beruntung sekali dia. Ada lelaki yang mau menerimanya. Karena aku sendiri khawatir jika selama sisa hidupku, tak ada satu lelaki pun yang sudi menerima dan mempersunting diriku yang kotor. Bahkan lelaki bajingan yang doyan jajan sekali pun tak ingin menikah dengan pelacur. Sebagaimana para pelacur juga tak ingin menikah dengan lelaki mantan gigolo. Semua orang ingin pasangan hidup yang menjadi jodoh mereka adalah orang baik-baik dan shalih.
“Selain itu, selama dua tahun ini dia juga meminta gue buat nggak ngelayanin lelaki lain selain dia. Tapi kan, gue nggak mungkin melawan aturan Mami Selly, siapa pun harus dilayani dengan baik.”
“Terus dia selama ini nggak cemburu?”
“Aku bilang sama dia, kalo dia mau serius, harusnya dia nikahin gue, biar gue bisa benar-benar berhenti dari pekerjaan ini. Dan dia menyanggupi.”
“Wow, semoga saja lelaki itu benar-benar lelaki yang baik ya buat kamu. Siapa namanya?”
“Heri.”
“Kamu bener-bener suka kan sama dia?”
“Tentu saja gue suka. Jangan ditanya lagi, sejak pertama kali bertemu pun gue sudah suka sama dia. Dia pengertian, nggak kasar, nggak pelit ngasih tip. Pokoknya beda sama pelanggan pada umumnya.”
Aku menampakan roman sedih. “Jadi gimana dong. Kalo kamu jadi nikah sama Heri, aku sendirian di sini.”