Kisah yang Belum Usai

Husni Magz
Chapter #36

Niat untuk Berhenti

Sejak pertemuan pertama itu, aku jadi lebih sering mampir ke warung kopi tersebut. Anehnya, aku tidak pernah berani ke sana dalam kondisi memakai ‘baju dinasku’ sebagai seorang pelacur. biasanya aku bertandang kesana jika tidak ada pelanggan. Aku sudah bilang kepada Mami Sally bahwa aku tidak akan pernah melakukan perbuatan bodoh dengan cara menjual diriku di semak-semak atau warung remang-remang. Aku tidak peduli meski dengan begitu pendapatanku berkurang. Mami Sally tidak mempermasalahkan. Yang penting aku masih bekerja dengannya. Baginya pemasukan berkurang tidak jadi soal ketimbang anak buah yang berkurang karena dikekang.

Suatu sore, aku datang berkunjung ke warung kopi Yuda. Bukan hanya sekedar ngopi atau makan mie goreng, aku juga ingin bertanya tentang tawarannya tempo hari.

“Kamu serius butuh pegawai di warteg Ibu kamu?” tanyaku ketika tiba di warung.

“Wuih, datang-datang langsung bawa pertanyaan. Duduk dulu, ngopi dulu, baru ngobrol,” timpal Yuda dengan cengiran khas yang selalu membuatku betah memandangnya. Entah kenapa, cengirannya itu selalu terlihat manis dan enak dipandang. “Kopi susu atau kopi luwak?”

“Kopi luwak saja,” pintaku sembari mendaratkan tubuhku di bangku panjang. Bertopang dagu dan meraih satu kue apem yang tersedia di atas meja. Mengunyahnya. “Serius aku nanya lho. Soalnya aku cape jadi SPG produk rumah tangga.”

“Iya, tenang aja. Nanti saya bilang sama Ibu saya,” jawabnya sembari mengaduk kopi luwak di cangkir porselen putih. Kemudian mengangsurkannya kepadaku. “Kamu sudah yakin mau kerja di warteg ibu saya?”

“Yakin. Cape aku tuh.”

“Ya sudah, malam ini saya bilang ke ibu saya kepastiannya. Nanti kalo ibu saya bilang ya, saya kabarin kamu. Ngomong-ngomong, kenapa kamu pengen berhenti jadi SPG?”

“Kan tadi aku bilang, cape,” jawabku. Menyeruput kopi, kemudian mencomot lumpia. “Gajinya berapa, Bang?”

“Kerja di warteg ibu saya?”

“Iya.”

“Sebulan dua juta. Mau?”

Aku berpikir sejenak. Uang segitu tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan penghasilan dari menjual tubuh. Dengan menjual tubuhku sendiri, aku bisa mendapatkan empat kali lipat lebih banyak dari gaji sebagai pelayan di warteg milik ibunya Yuda.

“Emang kecil sih, gajinya,” lanjut Yuda. “Mungkin gaji kamu sebagai SPG lebih besar. Makanya saya nggak pernah yakin kamu mau.”

Lihat selengkapnya